Pecihitam.org – Sebagaimana dikutip oleh banyak ulama dalam kitabnya masing-masing bahwa di antara adab dan kesunnahan yang patut dilakukan jamaah pada saat khatib khutbah Jum’at di mimbar adalah memperhatikan khutbahnya, menghadapkan muka ke arahnya serta diam tidak bicara dan tidak melakukan hal yang dapat mengganggu kekhusyukan jamaah lain.
Meskipun begitu, berbicara pada saat khutbah berlangsung bisa dianggap harus dan jelas tidak haram ketika adanya hajat mendesak, seperti melihat seorang tuna netra yang hendak terperosok ke dalam sumur, melihat seseorang yang hendak tertabrak motor, mencegah hal yang munkar dan sebagainya. Namun, tetap disunnahkan melakukannya dengan isyarah jika dapat mencukupinya.
Yang menjadi persoalan adalah di antara kebiasaan sebagian umat Islam Indonesia, baik di kota maupun di desa adalah mengedarkan kotak amal pada saat khutbah berlangsung.
Jelas ini bukanlah “berbicara” yang sunnah untuk tidak dilakukannya melainkan aktivitas yang “diperkirakan” dapat mengganggu konsentrasi jamaah lain dalam mendengarkan khutbah sang khatib.
Lantas, bagaimana hukumnya jika mengedarkan kotak amal saat khutbah Jum’at berlangsung yang tujuannya adalah agar kotak amal tersebut dapat diisi oleh jamaah?
Syekh al-Jamal dalam kitab Hasyiyah al-Jamal juz 2 halaman 36 mengungkapkan sebagai berikut:
ﻭﻳﻜﺮﻩ اﻟﻤﺸﻲ ﺑﻴﻦ اﻟﺼﻔﻮﻑ) ﻟﻠﺴﺆاﻝ ﻭﺩﻭﺭاﻥ اﻹﺑﺮﻳﻖ ﻭاﻟﻘﺮﺏ ﻟﺴﻘﻲ اﻟﻤﺎء ﻭﺗﻔﺮﻗﺔ اﻷﻭﺭاﻕ ﻭاﻟﺘﺼﺪﻕ ﻋﻠﻴﻬﻢ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﻠﻬﻲ اﻟﻨﺎﺱ ﻋﻦ اﻟﺬﻛﺮ ﻭاﺳﺘﻤﺎﻉ اﻟﺨﻄﺒﺔ اﻩـ. ﺑﺮﻣﺎﻭﻱ
Artinya: Makruh hukumnya bagi jamaah berjalan di antara shaf (barisan shalat) untuk meminta-minta, memutarkan kendi dan wadah untuk mengisi air, menyebarkan selebaran dan bersedekah terhadap mereka pada saat khutbah sedang berlangsung karena merusak kekhusyukan jamaah lain untuk berzikir dan mendengarkan khutbah. Demikianlah ungkapan Syekh Barmawi.
Dari ibarah tersebut kiranya dapat diketahui bahwa hukum mengedarkan kotak amal meskipun tujuannya untuk kemakmuran perekonomian masjid dapat dianggap makruh sebagaimana berjalannya seseorang di antara shaf atau mengedarkan sejenis wadah mengisi air dan sebagainya.
Kemakruhan tersebut jelas beralasan, yaitu jika menyebabkan terganggunya jamaah lain dalam berzikir dan mendengarkan khutbah.
Namun bagaimana jika dengan mengedarkan kotak amal tersebut sama sekali tidak mengganggu kekhusyukan kita akan zikir kepada Allah dan mendengarkan khutbah?
Kita coba kembalikan pada kaidah ushul fiqh yang masyhur di kalangan para umat muslim, yaitu:
الحكم يدور مع العلة وجودا و عدما
Artinya: Hukum itu berputar bersama ‘illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.
Kita dapat memperhatikan bahwa kemakruhan mengedarkan kotak amal pada saat khutbah adalah mengganggu kekhusyukan jamaah dalam berzikir dan mendengarkan khutbah. Jelaslah, ‘illatnya ada mengganggu. Adapun jika tidak menganggu, maka tidak menjadi masalah.
Meskipun demikian, akan sangat lebih baik jika pengurus DKM memperhatikan hal-hal semacam ini pada saat shalat Jum’at. Karena, kita tidak tahu siapa yang dapat khusyuk mendengarkan khutbah sedang kotak amal “diestafetkan”, siapa juga yang tidak dapat khusyuk. Tentu akan lebih baik jika lebih berhati-hati dan antisipatif.
Dengan demikian, maka solusi yang dapat ditawarkan adalah hendaknya mengedarkan kotak amal lebih awal, jauh dari dimulainya khutbah Jum’at. Namun bisa juga dilakukan dengan memasang kotak amal di setiap pintu masuk masjid lengkap dengan anjurannya.
Lebih dari itu, bisa juga dilakukan setelahnya, karena bagi jamaah yang telah niat berinfaq, ia akan melakukannya.
Hal ini tentu dimaksudkan agar fokus jamaah tidak terbagi antara mendengarkan khutbah dan mengisi kotak amal. Meskipun, bukan hal yang tidak mungkin yang menyebabkan rusaknya kekhusyukan tersebut hanya kotak amal, melainkan juga ada faktor lain.
Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishahsawaab.
- Pembubaran FPI dan Nasib Masa Depan Indonesia - 08/01/2021
- Pembagian Najis dan Cara Mensucikannya, Kamu Harus Tahu - 25/10/2020
- Kritik Imam al Ghazali Terhadap Pemikiran Para Filsuf (Part 2) - 11/10/2020