Kontroversi Ulama Terkait Hukum Nikah Misyar

Kontroversi Ulama Terkait Hukum Nikah Misyar

PeciHitam.org – Sejak dulu, pernikahan memang menjadi bab yang sakral dalam fikih, namun hal ini tidak menghalangi adanya variasi dalam praktiknya, mulai dari pelaksanaan, jenis, dan pemahaman nilai tujuannya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Termasuk dalam hal ini adalah nikah misyar, yang tidak berorietasi pada nafkah dari suami untuk istri dengan kesepakatan kedua mempelai.

Hal ini pun menimbulkan banyak kontroversi dikalangan ulama terkait penghukumannya, apakah boleh nikah dengan model seperti ini yang hanya berorientasi pada kenikmatan seksualitas saja? berikut ulasannya

Pendapat Ulama yang Mendukung Nikah Misyar

Yusuf Qardhawi mengartikan kawin misyar yaitu pernikahan dimana seorang laki-laki (suami) mendatangi kediaman wanita (istri), dan wanita ini tidak pindah kediaman laki-laki tersebut. Biasanya, hal ini terjadi pada istri kedua, sedang laki-laki ini memiliki istri lain di rumah yang dinafkahinya.

Menurut Yusuf Qardawi dan Dr. Wahbah Zuhaili secara hukum nikah misyar sah adanya, karena memenuhi semua rukun dan syarat nikah yang sah. Dimana ada ijab Kabul, saling meridhai antara kedua mempelai, wali, saksi, kedua mempelai sepada, ada mahar yang disepakati.

Setelah menikah keduanya resmi menjadi suami istri dimana ada hak dan kewajiban diantara keduanya. Hanya saja dalam nikah misyar sang istri ridha untuk tidak mendapatkan sebagian hak.nya yang telah disepakati sebelumnya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nikah misyar ini mengarah kepada pemberian keringanan terhadap suami dari kewajiban memenuhi tempat tinggal, nafkah dan persamaan bagian antara istri kedua dan istri yang pertama, yang didasari darisikap mengalah istri kedua.

Baca Juga:  Hukum Mengkonsumsi Kopi Luwak Dalam Pandangan Ahli Fiqih

Istri yang terakhir ini hanya menginginkan keberadaan laki-laki yang biasa menjaga dan memeliharanya (dari kebutuhan biologis) dengan mengasihinya.

Meskipun dia tidak memberikan kewajiban pemenuhan materi dan tanggung jawab secara maksimal. Namun, pemberian keringanan ini tidak menutup pada suami yang beristri satu.

Nikah semacam ini bukanlah tipe nikah yang dianjurkan Islam, tetapi nikah seperti ini diperbolehkan karenaadanya desakan kebutuhan, imbas dan perkembangan masyarakat dan karena berubahnya keadaan zaman, dengan catatan akad nikahnya harus dilaksanakan karena kalau akad sampai ditiadakan maka nikahnya batal.

Dengan demikian kawin misyar menurutnya tidak diharamkan, karena tujuannya untuk menghormati dan mensucikan wanita, dan juga mempertimbangkan kemashlahatan dan kerugiannya, manfaat dan mudaratnya.

Alasan Yusuf Qardhawi memperbolehkannya perkawinan ini, dia menganggap bahwa di era sekarang ini, rintangan perkawinan sangat beragam, yang sebagian besar muncul daridiri wanita itu sendiri. Dari sini kemudian bermunculan kaum awanis, yaitu :

  1. Wanita-wanita yang melajang sampaiusia tua, yang telah lewat masa untuk melangsungkan perkawinan.
  2. Wanita-wanita yang masih hidup dengan orang tua mereka, dan tidak mampu memenuhi kebutuhan fitrah dalam membangun sebuah keluarga dan menjadi seorang ibu.
  3. Wanita-wanita yang mengalami perceraian, fenomena ini sangat banyak sekali.
  4. Janda yang ditinggal mati oleh suaminya sendirian atau bersama dengan harta yang melimpah ruah.
  5. Wanita-wanita karier, berkarya dan bekerja sendiri, seperti menjadi guru, instruktur, dokter, apoteker, pengacara, atau profesi lainnya yang berpenghasilan tetap.
Baca Juga:  Begini Dalil, Hukum dan Ketentuan Membayar Fidyah Puasa Ramadhan

Dengan adanya kaum awanis tersebut di atas, maka mereka semuanya tidak menuntut hak materi dari suaminya. Dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah kawin misyar.

Mereka mau melakukan perkawinan ini berdasarkan niatnya yang benar-benar murni untuk kebaikan dirinya sendiri, karena dia (wanita tersebut) adalah orang yang lebih mengetahui mana yang terbaik bagi dirinya, dia adalah orang yang berakal, baligh, pandai yang mengetahui mana yang dapat mendatangkan manfaat dan mana yang dapat mendatangkan kerugian dan tidak masuk dalam kategori orang yang harus dilindungi, seperti anak kecil, orang gila dan orang bodoh.

Dari alasan Yusuf Qardhawi di atas dapat diketahui bahwa kawin misyar pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhikebutuhan biologis (naluri seks) sekaligus memuliakan dan menjaga agartidak tergelincir dalam perbuatan zina.

Kawin misyar merupakan perkawinan yang didalamnya terdapat pengurangan hak dari pihak istri. Ada beberapa faktor yang menjadikan seseorang rela untuk mengurangi haknya diantaranya adalah tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi dirinya. Seperti yang dilakukan oleh salah satu isteri Rasulullah SAW, yaitu Saudah binti Zam’ah.

Ia adalah isteri pertama yang dinikahi Rasulullah SAW, setelah Khodijah r.a. Saudah adalah seorang perempuan yang sudah tua, dia merasa bahwa Nabi SAW tidak akan memperlakukannya dengan mesra, sebagaimana sebelumnya.

Baca Juga:  Wanita yang Haram Dinikahi Namun Hanya Bersifat Sementara

Ia sangat khawatir kalau nabi SAW menceraikannya, predikatnya sebagai ummul mukminin akan hilang. Ia juga takut, kalau nantinya setelah hari pembalasan, tidak bisa mendampingi(menjadi isteri) Rasulullah SAW, diberikannya hak tersebut kepada istri rasulullah yang lain yaitu Aisyah r.a dengan adanya keringanan ini. Rasulullah SAW sangat berterima kasih dan menempatkan Saudah r.a pada tempat yang mulia.

Pendapat Ulama yang Menentang Nikah Misyar

Menurut Syeikh Muhammad Nashir Albani, Dr. Qurah Dagi dan Muhammad Zuhaili, menentang dilangsungkannya pernikahan ini mengatakan bahwa pernikahan semacam ini tidak bisa memenuhi tujuan dilaksanakannya kawin secara syara’.

Karena pernikahan semacam ini hanya merupakan pelampiasan nafsu dan sebatas mencari kesenangan. Dalam Islam pernikahan memiliki tujuan lebih dari itu.

Pernikahan dijadikan wahana agar spesies manusia terjaga, sebagai sarana untuk mencari ketenangan serta sebagai tempat untuk saling mengasihi dan menyayangi.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan