Hukum Poligami Yang Sering Disalah Pahami Oleh Sebagian Orang

hukum poligami

Pecihitam.org – Beberapa waktu banyak beredar kampanye poligami di banyak media terutama media sosial. Banyak pula seminar dan pelatihan membina rumah tangga poligami yang sakinah dan harmonis. Pelatihan ini biasanya dikenakan biaya besar karena menghadirkan praktisi poligami, dan karena outputnya di akhir adalah praktik poligami. Begitu banyaknya kampanye dan pelatihan seperti itu, benarkah dalam agama islam hukum poligami merupakan perintah?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebagian orang awam berpendapat bahwa Islam mendukung praktik poligami. Pandangan ini karena rata-rata hanya bermodal bunyi terjemahan ayat Al-Qur’an pada Surat An-Nisa ayat 3 yang secara harfiah menyatakan demikian:

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

Artinya, “Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya,” (Surat An-Nisa ayat 3).

Akan tetapi sejatinya islam tidak memerintahkan poligami. Islam tidak mewajibkan dan juga tidak menganjurkan poligami. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama (ijma’) sebagaimana keterangan Syekh M Khatib As-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj berikut ini:

إنَّمَا لَمْ يَجِبْ لِقَوْلِهِ تَعَالَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنْ النِّسَاءِ إذ الْوَاجِبُ لَا يَتَعَلَّقُ بِالِاسْتِطَابَةِ وَلِقَوْلِهِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ وَلَا يَجِبُ الْعَدَدُ بِالْإِجْمَاعِ

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Mencintai dan Merindukan Si Doi yang Belum Halal?

Artinya, “Nikah itu tidak wajib berdasarkan firman Allah (Surat An-Nisa ayat 3) ‘Nikahilah perempuan yang baik menurutmu.’ Pasalnya (secara kaidah), kewajiban tidak berkaitan dengan sebuah (seorang perempuan) pilihan yang baik. Nikah juga tidak wajib berdasarkan, ‘dua, tiga, atau empat perempuan’. Tidak ada kewajiban poligami berdasarkan ijma‘ ulama”. (Lihat Syekh M Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Fikr, tanpa keterangan tahun, juz 3, halaman 125).

Syekh Wahbah Az-Zuhayli berpendapat bahwa poligami bukan bangunan ideal rumah tangga Muslim. Bangunan ideal rumah tangga itu adalah monogami. Menurutnya, poligami adalah sebuah pengecualian dalam praktik rumah tangga. Praktik ini dapat dijalankan karena faktor umum dan faktor khusus. Sehingga, sebetulnya hanya kondisi daruratlah yang membolehkan seseorang menempuh poligami.

“Monogami adalah sistem perkawinan paling utama. Sistem monogami ini lazim dan asal/pokok dalam syara’. Sedangkan poligami adalah sistem yang tidak lazim dan bersifat pengecualian. Sistem poligami menyalahi asal atau pokok dalam syara’. Model poligami tidak bisa dijadikan tempat perlindungan (solusi) kecuali keperluan mendesak. Karenanya syariat Islam tidak mewajibkan bahkan tidak menganjurkan siapapun untuk melakukan poligami. Syariat Islam hanya membolehkan praktik poligami dengan faktor-faktor umum dan faktor khusus”. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H, juz 7, halaman 169).

Dalam memahami perintah poligami dalam Surat An-Nisa ayat 3, pemikiran para ulama ini bersandar pada asbabun nuzul ayat tersebut atau aspek sejarah sosial bangsa Arab ketika itu. Surat An-Nisa ayat 3 dipahami oleh ulama bukan sebagai perintah untuk poligami, tetapi sekadar membolehkannya itupun dengan syarat-syarat tertentu.

Baca Juga:  Pro Kontra Poligami dalam Hukum Perdata Islam

Jika ditelaah lagi, surat An-Nisa ayat 3 justru ingin membatasi jumlah istri masyarakat Arab dan masyarakat lainnya yang ketika itu tidak ada batasan. Sehingga yang benar adalah ayat tersebut membatasi jumlah maksimal istri hanya empat dari jumlah tak terhingga sebelumnya. Bukan menganjurkan menambah istri dari satu hingga empat perempuan.

Dari faktor sejarah sosial perkawinan bangsa Arab saat itu, Surat An-Nisa ayat 3 dimaknai oleh para ulama sebagai kebolehan. Bukan perintah poligami sebagaimana keterangan Syekh M Khudhari berikut ini.

“Di lingkaran masyarakat Arab zaman itu tidak ada batasan tentang bilangan istri. Seorang pria Arab zaman itu bisa beristri 10 perempuan, sehingga Al-Qur’an menetapkan batasan moderat. Kemudian Al-Qur’an membolehkan poligami bagi mereka yang tidak khawatir berlaku dzolim dalam memperlakukan istrinya. Sebagaimana firman Allah pada Surat An-Nisa ayat 3,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami, (Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H), halaman 42).

Syekh M Khudhari juga menambahkan bahwasanya dalam pandangan Allah sebagai pembuat syariat, poligami bukanlah syiar fundamental Islam yang harus diamalkan.

Baca Juga:  Inilah Alasan Para Ulama Berbeda Pendapat dalam Batasan Membasuh Tangan Saat Wudhu

“Poligami bukanlah bagian dari syiar prinsipil yang harus dipraktikkan dalam pandangan Allah dan Rasulullahnya sebagai pembuat syariat Islam. Poligami bagian dari kebolehan yang pertimbangannya berpulang kepada individu mukalaf. Jika seseorang mau, ia boleh berpoligami. Jika ia memilih monogami, dia boleh mengabaikan poligami sejauh tidak melewati batas,” (Syekh M Khudhari, Tarikhut Tasyri‘ Al-Islami, (Beirut, Darul Fikr: 1995 M/1415 H), halaman 43).

Maka benang merahnya adalah bahwa Surat An-Nisa ayat 3 sebetulnya tidak dapat dijadikan dalil perintah hukum poligami. Ayat tersebut hanya mengizinkan praktik poligami yang sebetulnya pada zaman itu digunakan justru untuk mengurangi atau tepatnya membatasi jumlah istri masyarakat Arab yang tanpa batas.

Namun sayangnya di masa sekarang makna ayat ini ditumpangi oleh segelintir orang sebagai dalil hukum anjuran poligami. Sehingga ayat ini kehilangan konteks dan semangat pembatasan jumlah istri masyarakat Arab yang tanpa batas waktu itu. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *