Hukum Profesi Sebagai Debt Collector Dalam Islam

Hukum Profesi Sebagai Debt Collector Dalam Islam

PeciHitam.org – Ada jenis profesi yang berhubungan dengan menagih hutang yaitu sebagai Debt Collector atau Penagih Hutang, dalam islam sendiri menagih hutang merupakan hak wajib agar terhindar dari dampak buruk hutang dan membayar hutang merupakan suatu kewajiban yang wajib dibayarkan. Namun bagaimana hukum profesi Debt Collector dalam Islam, karena orang pada umumnya menganggap profesi tersebut dekat dengan kekerasan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah SWT tidak akan mengampuni dosa seseorang yang masih memiliki tanggungan hutang kepada hak Adam dan bahkan ada yang mengatakan ruhnya masih tergantung di antara langit ketika meninggal kalau hutangnya belum dibayarkan atau belum diikhlaskan oleh pemberi hutang.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Ruh seorang mukmin yang meninggal dunia akan terus menggantung selama hutangnnya belum dilunasi” (HR. Tirmidzi)

Tentang cara menagih hutang dalam hadits dijelaskan yang artinya:

“Jika yang punya hutang mempunyai iktikad baik, maka hendaknya menagih dengan sikap yang lembut penuh maaf, boleh menyuruh orang lain untuk menagih utang, tetapi terlebih dulu diberi nasihat agar bersikap baik, lembut dan penuh pemaaf kepada orang yang akan ditagih.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Hakim).

Baca Juga:  Hukum Reksadana dalam Islam Menurut al Quran dan Hadis, Haram atau Tidak?

Berdasarkan hadit tersebut maka jelas bahwa hukum berprofesi sebagai debt collector dalam Islam adalah halal, asalkan dilakukan sesuai peraturan dan syariat islam, namun perlu ditekankan bahwa sebgai debt collector atau pihak yang menjadi wakil dalam menagih hutang, haruslah memenuhi segala ketentuan dan etika yang baik sebagaaimana hadits tersebut.

Diantaranya dengan cara yang baik dan sopan atau berakhlaqul karimah, memberikan nasehat berkenaan dengan hutang piutang sesuai tuntunan syariah, memberikan penangguhan apabila orang yang berhutang benar benar dalam kesulitan, dan lain sebagainya.

Apabila debt collector dapat memenuhi semua syarat dan etika sebagaimana hadits tersebut maka dapat dikatakan menagih sesuai syariah, namun sebaliknya apabila hal tersebut ditinggalkan dan menagih dengan kasar dan seenaknya atau mengabaikan faktor etika dan akhlak maka yang demikian termasuk perbuatan dazlim.

Berikut merupakan sikap dan adab sebagai pemberi hutang ataupun sebagai debt collector dalam islam sesuai dengan syariah:

  • Memiliki sifat murah hati jika orang yang berhutang dapat diajak berkomunikasi secara baik.
  • Tidak berbuat kasar kepada orang yang berhutang tanpa alasan bukan berbuat kasar agar hutangnya dibayar.
  • Mengingatkan untuk menagih hutang karena menagihnya merupakan kewajiban dan perbuatan yang baik.
  • Dengan menagih hutangnya sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian hutang, bukan melebih-lebihkan hutang sehingga menjadi riba.
  • Mengawali penagihan dengan mengingatkan jatuh tempo pembayaran hutang dan ditekankan untuk tidak berbuat kekerasan.
  • Menagih dengan etika dana dab sebagaimana islam.
  • Diperbolehkan untuk meminta jaminan ketika menagih, namun harus dengan baik-baik
  • Memberi penangguhan waktu dan solusi jika orang yang berhutang benar benar kesulitan.
  • Mengambil jaminan jika orang yang berhutang tak mampu membayar hutang, ditekankan dengan cara yang baik-baik.
  • Memberikan nasehat pada orang yang berhutang tentang resiko berhutang sebagaimana dijelaskan dalam Islam.
Baca Juga:  Sah kah Hukum Jual Beli Emas Pegadaian Secara Online? Ini Penjelasannya

Maka kesimpulannya ialah orang yang memberikan hutang boleh saja mewakilkan orang lain untuk menagih hutangnya, misalnya melalui jasa Debt Collector karena hukum berprofesi sebagai debt collector dalam Islam termasuk halal dan dibolehkan berdasarkan hukum asal dari menagih hutang ialah wajib selain karena telah diikhlaskan.

Adapun ketentuan tentang bolehnya mewakilkan kepada pihak atau orang lain untuk menagihkan hutangnya ialah berdasarkan akad wakalah, dimana pihak yang memberikan hutang bertindak sebagai muwakil atau orang yang memberikan kuasa kepada pihak kolektor atau wakil untuk menagihkan hutangnya pada orang yang berhutang.

Dalam sebuah riwayat disebutkan yang artinya:

“Dari Jabir ra, berkata: ‘Aku keluar pergi ke Khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW, kemudian Beliau bersabda: ‘Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka ambillah darinya lima belas wasaq.” (HR. Abu Daud)

Baca Juga:  Begini Definisi Riba Serta Faktor-Faktor yang Menjadikannya Haram

Demikian penjelasan tentang menagih hutang dan debt collector dalam Islam, semoga dapat menambah wawasan dan bermanfaat, terima kasih.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *