Hukum Berfoto Selfie dalam Islam, Boleh Tapi Wajib Perhatikan Hal Ini

hukum selfie dalam islam

Pecihitam.org – Di zaman yang serba teknologi, fenomena selfie menjadi sebuah hobi dan juga trend untuk kemudian membagikan hasil selfie tersebut ke media sosial. Selfie ini tidak terbatas pada usia, agama, hampir semua orang selalu melakukan dan membagiknnya ke media sosial. Namun praktek selfie ini sempat terjadi perdebatan mengenai hukum boleh atau tidaknya dalam Islam. Lantas bagaimana hukumnya? Berikut ulasan lengkapnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Budaya Selfie

Budaya berfoto selfie dan membagikan ke media sosial seakan menjadi candu bahkan menjadi kebutuhan. Mulai dari sebagai sarana berbisnis atau mensosialisasikn produk yang dijual atau hanya sekedar ingin mengupload dan mendapat respon dari teman-teman lain yang terhubung dalam media sosial tersebut. Foto selfie yang dibagikan ke media sosial ini juga dianggap sebagai sebuah treatment tersendiri yang menentukan ekistensi seseorang di dunia maya.

Berfoto atau mengabadikan momen tertentu sebenarnya sudah lama menjadi kebutuhan masyarakat. Jika dulu orang-orang mencetak dan menjadikan foto tersebut sebagai hiasan dinding rumah atau kamar, jadi orang lain hanya bisa melihat foto tersebut jika telah berkunjung ke rumah.

Berbeda lagi dengan saat ini, semua orang bisa melihat foto kita hanya melalui sebuah gadget, tidak peduli sejauh apapun jarak antara satu dengan yang lain. Kita hanya cukup membuka media sosial dan mengetikkan nama, maka akan muncullah foto-foto yang berkaitan dengan nama tersebut.

Hukum Selfie dalam Pandangan Islam

Segala sesuatu dalam kehidupan ini selalu memiliki dua sisi yang menyertainya, ibarat pisau yang memiliki sisi tajam dan tumpul. Begitupun dengan selfie yang memiliki dua sisi, yakni sisi baik dan buruk tergantung tujun pengguna dan penerimaan masyarakat terhadap gambar selfie yang dibagikan tersebut.

Terlepas dari sisi baik dan buruk yang menyertai selfie ini, yang umum dibahas dalam kajian fiqih yaitu hukum tentang gambar dalam Islam. Lantas bagaimana dengan selfie? Nah, artikel kali ini kita akan membahas mengenai hukum selfie dalam Islam. Yakni bagaimana Islam memandang selfie serta penjelasan-penjelasannya.

Secara umum, ada dua pendapat mengenai hukum selfie ini, ada yang membolehkan dan ada pula yang secara tegas melarang. Adapun berikut ini adalah beberapa pandangan dalam islam terkait hukum selfie yang banyak digandrungi masyarakat dewasa ini:

Baca Juga:  Hukum Perempuan Bekerja dalam Islam, Boleh Tapi ...

Pendapat pertama, mengatakan bahwa hukum selfie ini haram karena sama dengan hukum gambar makhluk bernyawa. Meski demikian hukum gambar dalam islam sendiri juga masih terdapat perbedaan pendapat.

Seiring berkembangnya teknologi dan tuntutan zaman kebutuhan foto sangatlah tinggi. Misalkaan foto untuk surat kabar, sarana berbisnis, dokumentasi instansi pendidikan, bahan investigasi pihak kepolisian, urgensi pencacatan sipil warga negara, serta hal-hal penting lainnya, semuanya mutlak membutuhkan foto.

Mengenai masalah foto ini salah seorang cendekiawan Muslim alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo memberikan penjelasan secara lebih spesifik bahwa:

“Gambar dan foto itu serupa tetapi tidak sama. Jika gambar yang dimaksud pada zaman Nabi itu melukis dengan mencoba untuk meniru bentuk aslinya, maka foto pada zaman modern hanyalah mengabadikan objek foto pada momen dan waktu tertentu melalui proses pengambilan cahaya. Jadi, foto selfie itu bukan termasuk kategori yang dimaksud dalam hadis. Tapi, ada dampak tersendiri dari foto selfie, terutama saat diunggah di media sosial dan dilihat banyak orang,”

Pendapat kedua, berfoto merupakan perkara mu’amalah yang hukum asalnya boleh. Hal ini berdasarkan kaidah fiqih

الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلَةُ الْإِبَاحَة حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمها
“Asal hukum mu’amalah adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya”.

Sedangkan, mengutip dari hasil hasil Bahtsul Masail para santri se-Jawa dan Madura di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri pada 15 April 2015), selfie bisa menjadi haram jika menimbulkan fitnah dan mengundang orang lain untuk bekomentar negatif.

الفقه الإسلامي وأدلته الجزء الرابع, ص: ٢٢٤الكتاب: أما التصوير الشمسي أو الخيالي فهذا جائز، ولا مانع من تعليق الصور الخيالية في المنازل وغيرها، إذا لم تكن داعية للفتنة كصور النساء التي يظهر فيها شيء من جسدها غير الوجه والكفين، كالسواعد والسيقان والشعور، وهذا ينطبق أيضا على صور التلفاز . وما يعرض فيه من رقص وتمثيل وغناء مغنيات، كل ذلك حرام في رأيي

Baca Juga:  Bagaimanakah Status Hubungan Mahram dari Bank ASI?

“Adapun hukum gambar dari hasil kamera itu boleh selama tidak mendatangkan fitnah seperti gambar wanita yang tampak sesuatu dari jasadnya selain wajah dan kedua telapak tangan”.

الكتاب: توشيح على ابن قاسم, ص:١٩٧ الفتنة هي ميل النفس ودعاؤها إلى الجماع أو مقدماته والشهوة هو أن يلتذ بالنظر

“Yang dinamakan fitnah adalah ketertarikan hati untuk melakukan zina atau pendahuluannya dan mengundang orang lain untuk berkomentar yang yang negatif”.

Dengan demikian, dalam Islam hukum selfie adalah boleh selama diyakini atau ada dugaan kuat bahwa hal tersebut tidak akan menimbulkan fitnah. Maksud fitnah di sini yaitu suatu hal yang dapat mendorong kemaksiatan atau ketertarikan hati untuk mendekati zina bahkan melakukannya, dan mengundang orang lain berkomentar senonoh yang tidak sesuai ajaran syariat Islam.

Kemudian haram tidaknya selfie juga tergantung dari niat dan tujuan si mukallaf (pelaku). Jika digunakan untuk menipu, menghina, dan melecehkan orang lain yang dapat menimbulkan penyakit hati, maka hukumnya haram.

Bukan sekedar menitikberatkan pada hukum boleh atau tidaknya ber-selfie, namun yang perlu untuk kita cermati juga yaitu motif dari orang yang melakukan selfie dan penerimaan yang mungkin diterima oleh orang-orang yang melihat foto selfie tersebut.

Hal ini dikarenakan adanya dampak-dampak negatif baik yang terjadi pada orang yang melakukan selfie maupun orang yang melihat foto tersebut, seperti:

  • Takabbur, yakni ketika seseorang mengambil gambar diri dengan cara berselfie kemudian ia melihat gambarnya tersebut sedap untuk dipandang, terlebih jika setelah di bagikan ke media sosial ia mendapat banyak respon positif dari teman-temannya maka bukan tidak mungkin jika hal tersebut dapat memunculkan rasa sombong bahkan takabur, bahwa ia lebih tampan, lebih cantik atau lebih kaya daripada orang lain.
  • Riya, yakni ketika kita terlalu mengharapkan respon positif dan pujian-pujian dari teman-teman kita atas foto selfie yang kita bagikan di media sosial.
  • Ujub, yakni perasaan kagum berlebihan terhadap hasil foto selfie yang dilakukan. Banyak orang rela melakukan pose-pose tertentu supaya hasil fotonya lebih memuaskan.

Ketiga perkara di atas adalah sesuatu yang hanya terjadi dan hanya diketahhui di dalam diri sendiri dan tidak mudah dideteksi oleh orang lain. Namun hal tersebut bisa kita raba-raba dalam diri sendiri apakah kita telah terjebak dalam tiga perkara tercela tesebut atau tidak.

Baca Juga:  Kentut Sebelum Salam Kedua Saat Shalat, Batalkah?

Karena sesungguhnya ketika kita melakukan selfie dan membagikannya ke media sosial maka kita sangat berpotensi untuk mengalami tiga perkara tercela tersebut meskipun di awal tidak ada niat untuk berperilaku demikian.

Selain itu terlepas dari ketiga perilaku tercela tersebut, perlu kita cermati juga tentang bagaimana akhlak berupa rasa malu. Dalam sebuah hadis hal ini dijelaskan bahwa rasul SAW pernah bersabda:

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu” (HR Ibnu Majah).

Malu dalam agama Islam merupakan salah satu bentuk keimanan kita, apalagi bagi para wanita yang seharusnya menjadikan malu sebagai pakaian dan hiasan terbaik bagi dirinya.

Rasulullah Saw bersabda:

“Keimanan itu ada 70 sekian cabang atau keimanan itu ada 60 sekian cabang. Seutama-utamanya ialah ucapan ‘La ilaha illallah’ dan serendah-rendahnya ialah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu itu adalah cabang dari keimanan” (HR Bukhari Muslim)

Selfie yang berlebihan adalah salah satu bentuk kenarsisan seseorang. Sehingga dengan kenarsisan tersebut akan terus mengikis rasa malu dalam diri, terutama kaum hawa yang lebih banyak menimbulkan fitnah karena auratnya. Bukankah mengenai hal ini Allah telah berpesan bahwa:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka tundukkan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’…” (QS 24:31)

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik