Hukum Shalat Berjamaah dan Ketentuannya Menurut Mazhab Syafi’i

hukum shalat berjamaah dan tata caranya

Pecihitam.org – Mengenai shalat berjamaah sebelum menjadi satu Bab ilmu pengetahuan fiqh adalah firman Allah SWT dalam surat al-Nisa’ ayat 102:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

وَاِذاَ كُنْتُمْ فِيْهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ

“Dan apabila engkau Muhammad berada di tengah-tengah mereka sahabatmu lalu hendaklah melaksanakan shalat bersama-sama mereka maka hendaklah segolongan mereka berdiri shalat besertamu”.

Dan hadis Nabi SAW:

صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذّ بسبع عشرين درجة. رواه الخمسة الا ابو داود

“Shalat berjamaah lebih baik 27 derajat daripada shalat sendiri”.

Kemudian setelah itu terjadi ijmak ulama tentang disyariatkannya. Maka dalil shalat berjamaah ada tiga, yaitu Al-quran, hadis dan ijmak. Adapun mengenai hukum dan kaifiyatnya (tata cara) saya menguraikan menurut Mazhab Syafi’i.

Hukum mengerjakan shalat secara berjamaah khilaf para ulama syafiiyyah. Sebagian berpendapat sunah muakkadah, baik bagi laki-laki atau perempuan.

Keterangan ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari nomor 619 dan Muslim nomor 650. Sunnah muakkadah adalah sunnah yang sangat dianjurkan.

Sebagian lain berpendapat fardhu kifayah bagi setiap desa. Artinya harus ada sebagian orang yang mengerjakan shalat berjamaah dalam setiap desa. Pendapat yang menyatakan fardhu kifayah adalah pendapat yang lebih benar (al-ashah) karena ada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud nomor 547.

Hukum shalat berjamaah di atas adalah untuk selain shalat Jumat. Adapun shalat Jumat maka hukum berjamaah adalah fardhu ‘ain pada rakaat pertama saja.

Baca Juga:  Hukum Puasa Tapi Tidak Sahur, Pahami Hal Ini Agar Tidak Salah

Artinya wajib setiap individu muslim mengerjakan shalat Jumat secara berjamaah pada rakaat pertama saja. Pada rakaat kadua shalat Jumat hukum berjamaah menjadi sunnah.

Apabila ada makmum yang terlambat datang berjamaah maka ia boleh langsung mengikut imam shalat berjamaah selama imam belum mengucap salam pertama, dan ia mendapat pahala jamaah dengan sempurna.

Ketentuan ini bagi selain shalat Jumat. Adapun jika shalat Jumat maka ia boleh langsung mengikut imam selama ia mendapat satu rakaat bersama imam. Jika tidak mendapat satu rakaat bersama imam maka shalatnya dilanjutkan sebagai shalat Zuhur.

Dalam shalat berjamaah, makamum wajib berniat saat takbiratul ihram menjadi makmum atau mengikut imam. Namun imam tidak wajib berniat dalam takbiratul ihram sebagai imam, tetapi hanya disunnathan saja. Jika dilafazkan niatnya adalah:

اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَةٍ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ اَدَاءاً مَأْمُوْماً لله تعالى.

“Sahaja saya mengerjakan shalat zuhur ada’ empat rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah”.

اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَةٍ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ اَدَاءاً اِمَاماً لله تعالى.

“Sahaja saya mengerjakan shalat zuhur ada’ empat rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah”.

Makmum wajib mengqasadkan makmuman dalam niatnya itu, dan imam tidak wajib tetapi hanya disunatkan saja. Adapun pada shalat Jumat dan shalat i’adah maka imam dan makmum sama-sama wajib mengqasadkan imaman atau mamkmuman dalam niat mereka. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Khasyiyah al-Bajuri-I, Bairut, hal. 290.

Baca Juga:  Hukum Merokok dalam Islam; Benarkah Haram? Ini Penjelasan Ulama

Dalam hal makmum mengikuti imam, maka ada ketentuannya, yaitu: laki-laki boleh bermakmum pada laki-laki, perempuan boleh bermakmum pada perempuan, orang merdeka boleh bermakmum pada orang merdeka, budak (hamba sahaya) boleh bermakmum pada orang merdeka, orang merdeka boleh bermakmum pada budak, orang sudah baligh boleh bermakmum pada orang sudah baligh, murahiq (anak kecil sudah mumayyiz) boleh bermakmum pada orang sudah baligh dan orang sudah baligh boleh bermakmum pada murahiq.

Ketentuan ini semua berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari nomor 4051.

Dengan demikian, maka orang sudah baligh tidak sah bermakmum pada anak kecil belum mumayyiz, laki-laki tidak sah bermakmum pada perempuan dan orang yang benar bacaan Alquran tidak sah bermakmum pada orang tidak benar bacaan Alquran. Sebagaiman sabda Rasulullah:

الا لا تؤمنّ أمرأة رجلا. رواه ابن ماجه

“Ketahuilah, tidak boleh perempuan menjadi imam bagi laki-laki”.

يؤمّ القوم أقرؤهم لكتاب الله. رواه الخمسة الا البخاري

“Agar yang paling benar bacaan Alquran menjadi imam dalam suatu kaum”.

Adapun syarat shalat berjamaah adalah imam dan makmum harus berkumpul dalam satu tempat. Ada empat kondisi yang dikategorikan dalam satu tempat antara imam dan makmum, dan sudah terpenuhi syarat berjamaah:

  1. Imam dan makmum mengerjakan shalat secara jamaah dalam satu mesjid.
  2. Imam dan makmum mengerjakan shalat secara jamaah dalam satu lapangan kosong atau dalam satu bangunan yang bukan mesjid.
  3. Imam dalam mesjid dan makmum di luar mesjid mengerjakan shalat secara jamaah.
  4. Imam di luar mesjid dan makmum dalam mesjid mengerjakan shalat secara jamaah.
Baca Juga:  Hukum Trading Forex, Emas dan Index Berjangka Dalam Pandangan Fiqih

Empat kondisi tersebut dibolehkan mengerjakan shalat secara jamaah selama makmum mengetahui gerakan shalat imam dengan cara melihat langsung, atau melihat saf di depannya dan atau mendengar suara imam.

Selama tidak mendahului dari gerakan imamnya. Selama tidak ada dinding mati, atau bangunan yang tidak bisa melihat gerakan imam dan tidak bisa sampai kepada imam jika berjalan kepadanya.

Adapun shalat jamaah yang imam dalam mesjid dan makmum di luar mesjid atau sebaliknya adalah tidak boleh jarak antara makmum atau imam dengan mesjid 144 meter lebih kurang. Jika lebih jarak dari ukuran itu maka tidak masuk lagi dalam kategori satu tempat.

Namun demikian, empat kondisi berjamaah itu apabila tidak bersambung saf maka tidak ada pahala jamaah, walaupun dibolehkan. Dan apabila terjadi gerakan makmum mendahului gerakan imam maka batal shalatnya. Wallahu alam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *