Hukum Taat Aturan Berlalu Lintas dalam Pandangan Islam

Hukum Taat Aturan Berlalu Lintas dalam Pandangan Islam

Pecihitam.org – Salah satu hal di antara banyak hal yang sering tidak kita patuhi sebagai warga negara adalah tertib berlalu lintas, seperti menggunakan helm, tidak menerobos lampu merah dan sebagainya. Padahal sejatinya, tertib berlalu lintas merupakan keuntungan setiap pihak. Lalu bagaimana Hukum Taat Aturan Berlalu Lintas dalam pandangan islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum menjelaskan hal tersebut, kita perlu memahami dulu bahwa Tertib berlalu lintas tidak hanya memberikan citra positif bagi pelakunya melainkan juga memberikan kemaslahatan bagi pihak lain para pengguna jalan, baik pengendara maupun pejalan kaki.

Hal demikian sebagaimana tercantum dalam UU Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di samping itu, di antara poin pasal 3 dalam UU tersebut menyebutkan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dan seterusnya.

Melihat fenomena di atas, lantas petanyaan yang muncul di kalangan umat Islam adalah “bagaimana Hukum Taat Aturan Berlalu Lintas atau bagaimana hukumnya mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah?”

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, layak kiranya kita perhatikan QS. Annisa [4]: 59, yaitu sebagai berikut:

Baca Juga:  Keutamaan Orang Berilmu dalam Islam yang Wajib Kita Diketahui

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِى الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. [QS. Annisa [4]: 59].

Dalam menjelaskan makna “ulil amri” di atas, Syekh Ahmad Mushtafa al-Maraghi memberikan penjelasan dalam tafsir al-Maraghi juz 5 halaman 72, yaitu sebagai berikut:

وأطيعوا أولى الأمر، وهم الأمراء والحكام والعلماء ورؤساء الجند وسائر الرؤساء والزعماء الذين يرجع إليهم الناس في الحاجات والمصالح العامة، فهؤلاء إذا اتفقوا على أمر وحكم وجب أن يطاعوا فيه بشرط أن يكونوا أمناء وألا يخالفوا أمر الله ولا سنة رسوله التي عرفت بالتواتر، وأن يكونوا مختارين في بحثهم في الأمر واتفاقهم عليه

Artinya: (Wahai orang-orang beriman) taatilah uulil amri, yaitu umara, ahli hikmah, ulama, panglima (TNI/Polri/pasukan lainnya), pemimpin-pemimpin lainnya termasuk zu’ama, yang mana orang-orang merujuk kepada mereka dalam setiap kebutuhan dan urusan kemashlatahan umum. Apabila pihak-pihak (yang baru disebutkan) tersebut bersepakat terhadap suatu perkara atau suatu hukum, maka orang-orang mukmin wajib menaatinya, dengan ketentuan mereka adalah orang yang dapat dipercaya dan tidak bertentangan dengan perintah Allah, hadis-hadis mutawatir dan memiliki elektabilitas dalam mengkaji dan meneliti suatu perkara dan bersepakat terhadapnya.

Baca Juga:  Siksaan di Dunia Bagi Istri yang Durhaka Kepada Suaminya

Perlu diketahui bersama, ada beberapa hadis yang menguatkan ayat ini, di antaranya riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik yaitu sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعملَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Syu’bah dari Abu tayyah dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dengarlah dan taatilah sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak habsyi, seolah-olah kepalanya gimbal.

Sedikitnya dalam Fathul Baari disebutkan:

أطلق العبد الحبشي مبالغة في الأمر بالطاعة

Artinya: Penggunaan kata “budak habsyi” merupakan bentuk hiperbolis, betapa wajibnya taat terhadap pemimpin meskipun ia seorang budak habsyi.

Hal ini kemudian diperkuat oleh Imam Abdurrahman bin Muhammad bin Husein dalam kitabnya Bughyah al-Mustarsyidiin halaman 114, sebagai berikut:

Baca Juga:  Zuhud dan Wara’ Bukan Berarti Harus Jadi Orang Miskin, Tapi ...

والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة

Artinya: Walhasil, menaati pemerintah hukumnya wajib selama tidak memerintahkan terhadap sesuatu yang haram atau makruh. Ketika pemerintah mengintruksikan sesuatu yang wajib, siaplah untuk mengerjakannya, begitupun terhadap sesuatu yang sunnah dan mubah selama di dalamnya terdapatkan kemaslahatan maka wajib ditaati dan dikerjakan.

Dengan demikian, hukum taat aturan berlalu lintas sama halnya dengan kepatuhan terhadap aturan-aturan pemerintah. Dan jelaslah bahwa kepatuhan terhadap peraturan serta kebijakan pemerintah merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang beriman, baik perkara wajib, sunnah maupun mubah terlebih dalam perkara yang merupakan kemashlahatan bersama, seperti mematuhi rambu lalu lintas.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *