PeciHitam.org – Idul Adha merupakan salah satu Hari Raya dalam Islam disamping Idul Fitri. Idul Adha jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah. Idul Adha dikenal juga sebagai “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan Rukun Haji paling penting yakni wukuf di Arafah.
Orang-orang yang berhaji memakai pakaian Ihram yakni pakaian serba putih tanpa jahitan. Pakaian ihram melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Semua sama dihadapan Allah SWT dan sama-sama membaca Talbiyah, Labaikallahumma Labaik.
Penamaan lain Idul Adha yaitu ‘Iedul Qurban, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Pada kesempatan ini Umat Islam disunnahkan menyembelih hewan Kurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Daftar Pembahasan:
Asal Usul Idul Adha
Hari Raya Idul Adha tidak bisa terlepas dari kisah Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan Ismail, putranya sendiri. Pengorbanan Ismail untuk disembelih Ibrahim adalah sebagai bentuk ketaatan mereka kepada Allah SWT.
Perintah untuk menyembelih Ismail AS didapatkan Ibrahim lewat mimpi sebagaimana dikisahkan dalam surat As-Shaffat;
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢
Artinya; “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar” (Qs. Ash-Shaffat; 102)
Mimpi dalam hukum Islam memang bisa menjadi dasar hukum, sebagaimana mimpi basah menjadi penanda orang Baligh. Mimpi yang maksud adalah mimpi shadiqah (mimpi yang mengandung kebenaran).
Sedangkan mimpi para Nabi dan Rasul sudah pasti mengandung kebenaran. Maka mimpi Ibrahim untuk menyembelih Ismail AS adalah sebuah perintah yang nyata.
Ibrahim dengan berat hari meletakan Ismail AS pada tempat penjagalan. Mata Ismail ditutup dengan sehelai kain dan mulai membaca doa untuk mengorbankan Ismail AS. Ketika hendak menebaskan pedang untuk menyembeli Ismail AS, malaikat turun menggantikan Ismail AS dengan seekor domba yang besar.
Pada riwayat lainnya dijelaskan bahwa malaikat tidak menggantikan Ismail AS dengan Domba besar, akan tetapi pedang tidak bisa menebas leher Ismail kemudian turun ayat Ash-Shaffat;
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧
Artinya;
- dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
- Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
- Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
- dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].
Baru setelah ayat ini turun, Ibrahim AS menggantikannya dengan seekor domba sebagai pengganti pengorbanan. Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji bagi umat Muslim seluruh Dunia. Adha sendiri bemakna Binatang Sembelihan untuk Korban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Binatang untuk Korban dan Syaratnya
Kisah Ibrahim AS menyembelih Ismail kemudian digantikan dengan seekor domba memberi isyarat untuk berkorban atas nama Allah SWT. Mengorbankan hewan guna dibagikan kepada sesama Islam bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena membutuhkan materi tidak sedikit.
Menyembelih seekor kambing sekurangnya harus mengeluarkan uang senilai 3 juta rupiah. Jika tidak dilandasi rasa iman dan taat kepada Allah niscaya akan muncul rasa berat hati untuk berkurban.
Binatang yang disembelih juga tidak sekedar binatang. Binatang sembelihan harus memenuhi unsur-unsur tidak memiliki cacat, pincang, tidak sakit dan harus kambing dengan kondisi gemuk.
Jika tidak memiliki prasyarat ini maka tidak diperkenankan untuk dikurbankan. Ditambah lagi hewan sembelihan sudah berganti gigi atau Musinnah.
Istilah ganti gigi dalam bahasa Arab disebut musinnah, dalam istilah Jawa disebut Poel atau dalam bahasa Indonesia disebut Kupak.
Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berkurban adalah binatang ternak (Al-An’aam) terbatas pada hewan unta, sapi dan kambing baik jantan atau betina. Allah menerangkan dalam surat Al-Hajj;
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (٣٤
Artinya; “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”
Dengan ayat ini, maka hewan-hewan lainnya semisal burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang Kurban Idul Adha.
Hewan-hewan ternak untuk Kurban menurut yang memenuhi kategori musinnah berbeda-beda. Untuk unta, kategori Musinnah sekitar 5 tahun, untuk sapi sekira umur 2-3 Tahun dan untuk Kambing sekitar 1-2 tahun.
Kambing hanya boleh untuk Kurban 1 Jiwa, sedangkan nilai sapi dan Unta sama dengan 7 jiwa Muslim sebagaimana kesepakatan para Ulama Fikih.
Syariat Idul Adha Sebagai Waktu Kurban
Menyembelih hewan Kurban tidak dilakukan pada hari-hari biasa. Waktu penyembelihan hewan kurban paling afdhal yaitu yaumu Nahr. Hari tersebut jatuh tepat pada ‘Idul Adha tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha.
Akan tetapi bagi jamaah haji di Arafah, penyembelihan dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Rentang waktu penyembelihan menurut pendapat Ijma’ madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali yakni 3 hari, hari Nahr dan dua Hari Tasyrik (Tanggal 11-12 Dzulhijjah). Waktu penyembelihan berakhir saat tenggelamnya matahari pada hari ke 12 Dzulhijjah.
Akan tetapi pendapat Imam Syafi’i yang banyak dianut di Nusantara mengatakan bahwa waktu penyembelihan hewan kurban sah dalam 4 hari, yaitu Hari Nahr, dan 3 hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Penanda berakhirnya waktu penyembelihan pada waktu maghrib tanggal 13 Dzulhijah, jika melebihi hari ini maka tidak masuk Hewan Kurban.
Patungan untuk Berkurban
Menyediakan seekor kambing untuk Kurban bagi sebagian Muslim kaya akan sangat mudah. Sedangkan banyak dari Muslim yang tidak memiliki harta berlebih untuk berkurban. Solusi yang tepat adalah melakukan patungan untuk berkurban bersama.
Patungan dengan sistem Arisan banyak digunakan oleh Muslim di Nusantara untuk mensiasati pengeluaran besar sekali waktu. Beberapa panitia di Mushalla atau Masjid mengadakan Arisan Kurban untuk bergotong-royong membeli kambing atau sapi.
Shahibul Kurban atau yang mendapatkan hak Kurban adalah mereka yang pada tahun itu keluar namanya dalam arisan.
Benarkan cara ini digunakan untuk mensiasati Kurban oleh Muslim?
Riwayat Al-Hakim dan Ahmad menjelaskan kebolehan patungan untuk mendapatkan seekor hewan Kurban. Hadits Nabi menyebutkan; Abul Aswad As-Sulami meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa pada masa kami bertujuh bersama Rasulullah SAW sedang melaksanakan perjalanan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha.
Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham untuk membeli kambing seharga 7 dirham. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim)
Maka alasan orang-orang yang berkemampuan ekonomi lemah bisa menggunakan riwayat ini untuk patungan mendapatkan hewan Kurban. Budaya Patungan dan Arisan menjadi solusi bagi Muslim di Nusantara untuk menyemarakan Islam melalui Kurban di Idul Adha.
Ash-Shawabu Minallah