Ilmu Sufi dari Perspektif Abah Guru Sekumpul

ilmu sufi perspektif abah guru sekumpul

Pecihitam.org – Abah Guru Sekumpul atau KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani, selain sebagai ahli syariat, juga dikenal sebagai ahli tarekat dan ahli hakikat. Beliau telah mengambil berpuluh tarekat dan mengamalkannya. Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Kyai Falak Bogor, KH. Syarwani Abdan Bangil, adalah diantara guru tarekat beliau. Penulis sendiri mengambil baiat tarekat Sammaniyah, ‘Aidarusiyyah, dan Idrisiyyah kepada beliau.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagaimana pandangan Abah Guru Sekumpul tentang ilmu para sufi?

Berikut yang penulis pahami dari kitab Ar-Risalah An-Nuraniyah susunan beliau. Kebetulan penulis telah mengikuti kajian kitab ini sejak pertama kali beliau ajarkan hingga kemudian diulang kembali.

Secara garis besar, ada dua kategori ilmu: ilmu awraq dan ilmu adzwaq. Ilmu awraq adalah ilmu yang bisa ditulis diatas kertas, sedangkan ilmu adzwaq adalah ilmu yang hanya bisa dirasakan tanpa mampu digambarkan.

Kategori pertama, ilmu awraq.

Ilmu ini meliputi ilmu syariat; tentang halal dan haram, ilmu al-Qur’an dan al-Hadits, dan semua ilmu-ilmu yang bisa diteorikan dan dituliskan diatas kertas.

Jalan mendapatkan ilmu kategori ini adalah dengan berusaha menuntut dan mempelajarinya. Harus rela bangun malam, meninggalkan kampung halaman, hidup prihatin, demi tercapainya cita-cita mendapatkan ilmu.

Orang yang berhasil meraih ilmu ini terbagi dua kelas; tinggi dan rendah. Kelas tinggi adalah mereka yang menuntutnya dalam kondisi bertakwa, kemudian mengamalkannya dengan ikhlas. Baik saat masih belajar maupun ketika mengamalkan, semata mengharap ridha Allah. Mereka terpelihara dari maksiat. Andai tergelincir sekalipun, segera bertaubat. Tidak kontinyu dalam kemaksiatan. Karena cahaya ilahi telah menerangi hati mereka. Allah menjadi pelindung (wali) mereka. Ini sebagaimana disebutkan dalam Qs Al-A’raf: 201,

Baca Juga:  Tasawuf dalam Arus Kehidupan Modern dan Era Teknologi

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya“.

Dan Qs Al-Baqarah: 257,

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.”

Mereka inilah yang dimaksud Imam Syafi’i dalam ungkapannya, “Bila ulama yang mengamalkan ilmunya bukan wali Allah maka tidak ada wali Allah.”

Adapun kelas kedua adalah kelas rendah. Mereka adalah orang yang ketika menuntut ilmu disertai tujuan duniawi dan tanpa dibarengi takwa. Bahkan, terkadang malah cinta dunia itulah yang memotivasinya belajar. Karena meski sejatinya menuntut ilmu hal yang berat buat nafsu, namun dengan adanya motivasi duniawi, nafsu justru menyenanginya. Tidak semestinya seorang penuntut ilmu bersifat seperti ini. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaih wa aalih wa sallam bersabda,

Baca Juga:  3 Macam Kebodohan yang Tidak Dapat Diobati Menurut Imam Al-Ghazali

Sesiapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah petunjuknya, tidaklah bertambah baginya kecuali semakin jauh dari Allah“.

Orang yang bersifat seperti itu, ilmu tidak masuk dalam hatinya. Hanya berada dalam otaknya.

Kendati demikian, terkadang orang yang telah berhasil menuntut ilmu, meski dengan cara kelas rendah ini, mendapat pertolongan Allah. Ia yang ketika menuntut ilmu karena cinta dunia malah menjadi ikhlas tatkala mengamalkannya. Karenanya, ia pun mendapat keberuntungan abadi di akhirat kelak. Inilah yang dimaksud dalam ungkapan seorang ulama,

Dahulunya kami menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ketika mengamalkan kami tidak mau kecuali semata karena Allah.”

Ungkapan yang mengisyaratkan bahwa biasanya orang yang berilmu, meski ketika menuntut dimotivasi cinta dunia, namun pada akhirnya mereka kembali ke jalan yang diridhai Allah. Mengamalkan hanya demi Allah.

Kategori kedua, ilmu adzwaq.

Ilmu ini adalah buah dari takwa dan mengamalkan ilmu awraq dengan ikhlas. Jadi cara mendapatkannya bukan dengan belajar, tapi beramal. Karenanya ilmu ini tidak bisa dipelajari dari siapapun. Ini adalah ilmu yang diisyaratkan dalam Qs Al-Baqarah: 282,

Dan bertakwalah kepada Allah; Allah senantiasa mengajari kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Dan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaih wa aalih wa sallam,

Baca Juga:  Kisah Hidup Sufi Sederhana dan Nasehat Kepada Anaknya

Sesiapa mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, niscaya Allah wariskan ilmu yang yang belum pernah diketahuinya.”

Inilah ilmu para sufi. Ilmu yang hanya bisa mereka rasakan tanpa mampu diungkapkan. Ilmu yang hanya mampu mereka saksikan tanpa bisa dikabarkan. Paling banter, mereka hanya bisa mengajarkan jalan (tarekat) untuk meraih ilmu tersebut.

Sebab itulah, seringkali para ulama sufi didustakan oleh orang yang tidak memahaminya. Dimustahilkan ilmunya oleh mereka yang tidak mendapatkannya. Padahal, andai mau menempuh jalan yang telah dibukakan para sufi, niscaya mereka akan mendapatkannya. Andai mau mengikuti jejaknya, niscaya akan ikut merasakan apa yang mereka rasakan, menyaksikan apa yang mereka saksikan.

Ust. Khairullah Zainuddin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *