Imam Asyari; Kisah dan Sejarah Munculnya Aqidah Asyariyah

Imam Asyari; Kisah dan Sejarah Munculnya Aqidah Asyariyah

PeciHitam.org – Rasulullah SAW pada dasarnya dalam tidak mengajarkan terminologi Istilah dalam aliran teologi. Beliau hanya peletak dasar keilmuan secara umum dalam islam, sebagaimana Rasulullah tidak mengenal istilah-istilah dalam keilmuan seperti Hadits Sahih, Hasan atau Dlaif. Hasil pemikiran keilmuan tersebut baru muncul setelah masa kehidupan Nabi SAW.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hal ini juga berlaku dalam aliran teologi Asyariyah yang di nisbatkan kepada seorang Ulama pemikir dalam bidang teologi atau ilmu Kalam.

Pendiri dan pencetus teori ini dikenal luas masyarakat islam adalah Abu Muslim al-Asyari dengan Abu Manshur Al-Maturidi sehingga secara spesifik sering disebut Asyariyah-Maturidiyah.

Keterkaitan kedua Imam ini dari segi pemikiran tentang Tauhid yang sepandangan.

Aliran Teologi atau Ilmu Kalam dengan landasan berpikir merujuk pada pendapat kedua Imam besar ini, selanjutnya sering disebut juga Ahlussunah wal Jamaah (Sunni).

Memahami tentang pemikiran kedua Imam tersebut tidak terlepas dari kekhawatiran dengan gerakan-gerakan teologi yang terlebih dahulu muncul berkembang.

Kekhawatiran atas gerakan tersebut dengan maraknya pemikiran jabariyah (free will/ bebas dalam berbuat), qadariyah (fatalis, tidak mempunyai usaha dalam hidup), mutazilah (ketidak jelasan posisi seorang pendosa).

Imam Abu Hasan al-Asyari lahir di Baghdad pada tahun 260 H dan wafat pada tahun 324 H. Dan Abu Mansur al-Maturidi diperkirakan lahir antara tahun antara 233 H dan wafat pada tahun 333 H.

Baca Juga:  Mengenal Ahlussunnah wal Jamaah; Sejarah, Definisi dan Pemikirannya

Kehidupan kedua Imam Ahlussunah wal Jamaah, lebih akhir dari pada masa para Imam Madzhab. Pada masa sebelum kedua Imam tersebut lahir, memang gerakan Sunni belum bernama secara resmi karena memang masih dalam bentuk dasar-dasar pemikiran bukan sebuah termiologi.

Awal mula kemunculan pemikiran Imam Asyari menimbulkan keresahan karena dianggap sebagai sebuah aliran/ gerakan baru dalam Islam. Dalam hal ini Syaikkh Tajjudin As-Subki memberi pembelaan dengan mengatakan;

أَن أَبَا الْحسن لم يبدع رَأيا وَلم ينش مذهبا وَإِنَّمَا هُوَ مُقَرر لمذاهب السّلف مناضل عَمَّا كَانَت عَلَيْهِ صحابة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فالانتساب إِلَيْهِ إِنَّمَا هُوَ بِاعْتِبَار أَنه عقد على طَرِيق السّلف نطاقا وَتمسك بِهِ وَأقَام الْحجَج والبراهين عَلَيْهِ فَصَارَ المقتدى بِهِ فى ذَلِك السالك سَبيله فى الدَّلَائِل يُسمى أشعريا

Sesungguhnya Abu Hasan tidak memulai sebuah pendapat baru dan tidak memunculkan sebuah mazhab baru. karena hanya merupakan penguatan terhadap mazhab salaf. Dia membela apa yang diyakini sahabat Rasulullah SAW, Maka penisbatan diri pada beliau tidak lain hanyalah pengakuan bahwa beliau mengikuti jalan salaf salih, berbicara dan berpegang teguh dengannya, mendirikan hujjah dan bukti-bukti atasnya. Maka yang mengikuti beliau dan menempuh jalan pemikiran beliau itu disebut seorang Asyariyah

Pada mulanya Imam Asyari adalah murid dari tokoh Mutazilah, Al-Jubai, dengan pandangan bahwa Al-Quran adalah Makhluk. Pendapat ini yang memberikan ganjalan dalam hati Imam Asyari dan kemudian berdiam diri selama 15 hari untuk bertafakkur terhadap paham Muktazilah. Dan setelah bertafakkur itu, Imam Asyari mantap untuk meninggalkan paham Muktazilah setelah 40 tahun.

Baca Juga:  Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Hujjah pendapat imam Asyari yang paling penting adalah teori tentang sifat Allah SWT. Sifat tersebut kemudian terkenal sebagai sifatul khamsin atau siffat 50.

Pembagiannya adalah 20 Sifat wajib Allah SWT, 20 Sifat Mustahil bagi Allah, 4 Sifat Wajib Rasul, 4 Sifat Mustahil Rasul, 1 Sifat Jaiz Allah dan 1 Sifat Jaiz Rasul.

Otensitas pemikiran dan kebenaran pendapat Imam Asyari terkonfirmasi oleh para Ulama setelahnya dan sebagian besar pemikiran tentang teologi Islam mengambil dan nisbat kepada pendapat Imam Asyari.

Pembelaan beberapa Ulama salah satunya adalah Imam Ibnu Asakir dalam kitab Tanyin Kadzibal-Muftari fi Maa Nusiba ila Al-Asyari bahwa

Imam Asyari tidak membuat suatu pernyataan baru dan juga tidak membuat suatu mazhab independen. Bukankah engkau melihat bahwa mazhab Ahli Madinah disandarkan kepada Imam Malik bin Anas sehingga orang yang mengikuti mazhab Ahli Madinah disebut seorang Maliki, padahal Malik hanya mengikuti tradisi orang sebelumnya. Hanya saja beliau  menambah mazhab tersebut dengan keterangan dan penjelasan argumentatif dan juga mengarang kitab al-Muwatta. Apa yang dinukil dari Imam Malik meliputi ucapan atau fatwa kemudian disandarkan sebagai mazhab kepadanya karena ialah yang banyak menjelaskan dan berbicara tentang hal itu. Demikian juga Abu Hasan Al Asy’ari tidak berbeda dengan Imam Malik

Sebagian besar pemahaman tentang teologi Asyari-Maturidi adalah jalan tengah/ tawassut dari pemikiran Muktazilah, Jabariyah, Qadariyah, Jahmiyah dan aliran teologi lainnya.

Baca Juga:  Menyikapi Khilafiyah dalam Islam Ala Ahlussunnah Wal Jamaah

Penggunaan Akal dalam pemikiran Imam Asyari dipergunakan akan tetapi dikombinasikan dengan teks-teks muqadasah. Tidak hanya akal sebagaimana dalam Muktazilah atau terlalu teks sebagaimana orang-orang Qadariyah. Ash-Shawabu Minallah.

Mohammad Mufid Muwaffaq