Ini Dalil Amaliyah Aswaja Setelah Sholat yang Sering Dibid’ahkan Salafi Wahabi

Dalil Amaliyah Aswaja Setelah Sholat yang Sering Dibid'ahkan Salafi Wahabi

Pecihitam.org – Selain Maulid, Isra’ Mi’raj, Acara Haul, Ziarah Makam, amaliyah-amaliyah Aswaja yang selalu dilakukan setiap selesai Sholat pun sering dibid’ahkan. Seperti Salaman, zikir keras, Doa bersama, Memakai Tasbih, dan sebagainya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pernah masjid kami kedatangan seorang jamaah, jika setelah salam ia langsung mundur menandakan tidak mau berjabat tangan seperti lazimnya jamaah yang lain. Ketika dzikiran ia pun dzikir sendiri. Saat doa ia juga tidak mengangkat kedua tangan.

Sebagian jamaah pun sudah mulai bertanya-tanya apa benar amaliah kita di masjid dan mushalla Nahdliyin ini tidak ada dalilnya?

Amaliah kita memiliki dalil yang sahih dan diperkuat oleh para ulama yang sudah diamalkan sejak dahulu. Oleh karenanya, jika anda menemukan hal-hal yang aneh dari perilaku orang lain, jangan merasa amaliahnya salah.

Berikut ini saya berikan jawaban dari sebagian pertanyaan dan beberapa dalil tambahan dalam amaliah kita khususnya setelah salat Fardhu.

1. Salaman Setelah Shalat

Bersalaman setelah salat memiliki dalil dari dua hadis sahih berikut:

Nabi bersalaman setelah shalat Ashar

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ ، وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ ، وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ ، فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ ، قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ ، فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِى ، فَإِذَا هِىَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ – رواه البخارى

Sahabat Abu Juhaifah berkata: “Nabi keluar saat terik panas matahari ke kawasan Batha, kemudian Nabi berwudlu, lalu salat Dzuhur dan Ashar. Para Sahabat berdiri memegang kedua tangan Nabi dan mengusapkan ke wajah mereka. Saya pun memegang tangan Nabi dan saya letakkan di wajah saya. Ternyata tangan Nabi lebih dingin dari salju dan lebih harum dari pada minyak kasturi” (HR Bukhari)

Nabi bersalaman setelah salat Shubuh

عَنْ يَزِيدَ بْنِ الأَسْوَدِ السُّوَائِىَّ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- الصُّبْحَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ قَالَ ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ. قَالَ َأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِى فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنَ الثَّلْجِ وَأَطْيَبَ رِيحاً مِنَ الْمِسْكِ – رواه أحمد

“Dari Yazid bin Aswad al-Suwai, bahwa ia salat Subuh dengan Nabi, lalu para Sahabat berdiri memegang tangan Nabi dan mengusap ke wajah mereka. Saya pun memegang tangan Nabi dan saya letakkan di wajah saya. Ternyata tangan Nabi lebih dingin dari salju dan lebih harum dari pada minyak kasturi” (HR Ahmad)

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Tukar Cincin pada Saat Khitbah dalam Pandangan Islam?

Para ulama ahli hadis mengutip pendapat Syekh Izzuddin bin Abd Salam bahwa bersalaman sesudah Ashar dan Shubuh adalah boleh.

Sementara ulama kita meng-qiyaskan kedua dalil tersebut ke salat lainnya, baik Dzuhur, Maghrib maupun Isya.

2. Dzikir Dengan Suara Keras

اِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ – رواه البخاري

Ibnu Abbas: ”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melaku-kan salat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya” (HR. Bukhari)

Jika ada yang menyanggah bahwa dalil hanya dalam beberapa salat saja, maka hadis berikut menunjukkan Jika Nabi sering mengeraskan bacaan dzikirnya:

كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَقُولُ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ حِينَ يُسَلِّمُ « لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ ». وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ

Ibnu Zubair membaca setiap selesai salat setelah salam berupa dzikir: “La ilaha illa Allah wahdahu la syarika lahu…” Ibnu Zubair berkata: “Rasulullah membaca dzikir tersebut dengan keras setiap selesai salat” (HR Muslim)

3. Imam Menghadap Kemana Setelah Salam?

Para kyai kita setelah salat lebih banyak menghadap ke utara, bukan ke timur sehingga berhadapan dengan jamaah. Amaliah tersebut berdasarkan hadis berikut:

عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ – رواه مسلم

Baca Juga:  Jangan Sampai Terlewatkan, Inilah 6 Keutamaan Sedekah di Hari Jumat

Al-Barra berkata: “Jika kami salat di belakang Nabi, maka kami senang berada di kanan Nabi. Beliau menghadap dengan wajahnya kepada kami” (HR Muslim)

Lebih kuat mana dalil yang menunjukkan imam menghadap ke utara atau ke timur? Berikut ulasannya:

وَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ : تَدَبَّرْتُ الْاَحَادِيْثَ الَّتِيْ رُوِيَتْ فِي إسْتِقْبَالِ النَّبِي- صلى الله عليه وسلم – النَّاسَ بِوَجْهِهِ ، فَوَجَدْتُ انْحِرَافَهُ عَنْ يَمِيْنِهِ أَثْبَتَ …. وَلِلشَّافِعِيَّةِ وَجْهَانِ وَالثَّانِي : أَنَّ الْاِنْفِتَالَ عَنْ يَمِيْنِهِ أَفْضَلُ .

Ibnu Abi Hatim berkata: “Setelah saya cermati hadis-hadis yang meriwayatkan tentang Nabi menghadap ke arah jamaah dengan wajah beliau, maka saya temukan bahwa Nabi menghadap ke arah kanan adalah hadis yang lebih kuat…” Menurut Syafiiyah ada dua pendapat. Pendapat kedua bahwa menghadap ke arah kanan [utara] lebih utama” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Fath al-Bari 6/120)

4. Dzikir Menggunakan Tasbih

Kyai-kyai kita banyak yang gemar berdzikir menggunakan Tasbih. Sementara bagi ulama Wahabi Syekh Ibnu Utsaimin yang membolehkan dzikir dengan Tasbih karena memiliki sumber riwayat, yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ سَعْدِ بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهَا أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ – رواه ابو داود

Dari Sad bin Abi Waqqash bahwa Sad dan Nabi shalla Allahu alaihi wa sallama datang kepada wanita yang di depannya ada batu / kerikil untuk dia bertasbih (HR Abu Dawud)

Ada sebagian Sahabat juga bertasbih dengan alat:

كَانَ لِأَبِي الدَّرْدَاءِ نَوًى مِن نَوَى الْعَجْوَةِ حُسِبَتْ عَشْرًا أَوْ نَحْوَهَا فِي كَيْسٍ وَكَانَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ أَقْعَى عَلَى فِرَاشِهِ ، فَأَخَذَ الْكَيْسَ فَأَخْرَجَهُنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً يُسَبِّحُ بِهِنَّ فَإِذَا نَفَدْنَ أَعَادَهُنَّ وَاحِدَةً وَاحِدَةً ، كُلُّ ذَلِكَ يُسَبِّحُ بِهِنَّ

Abu Darda memiliki 10 biji Ajwa dalam sebuah wadah. Jika ia sudah salat Subuh maka ia kembali ke tempat tidurnya, lalu mengambil wadah dan mengeluarkan satu persatu biji tadi seraya membaca tasbih. Jika selesai ia ulangi lagi satu persatu. Kesemuanya ia bacakan tasbih (Ahmad bin Hanbal, kitab az-Zuhud)

Mufti Al-Azhar, Syekh Athiyah Shaqr memberi kesimpulan

وَأَقُوْلُ : إِذَا كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : “وَاعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَاِنَّهُنَّ مَسْئُوْلَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ ” فَإِنَّ حَبَّاتِ الْمُسَبِّحَةِ لَا تُحَرِّكُهَا فِى يَدِ الإِنْسَانِ إِلَّا الْأَنَامِلُ

Baca Juga:  Menyoal Masalah Khilafah, Benarkah Itu Janji Allah? Ini Kata Gus Nadir

Saya katakan: “Jika Nabi bersabda: “Hitunglah dzikir dengan jari, karena jari akan ditanya dan diminta bicara [HR at-Tirmidzi]”, maka biji-biji Tasbih hanya digerakkan oleh jari-jari pula” (Fatawa Al-Azhar 9/11).

5. Doa Mengangkat Tangan Setelah Salat

Masalah ini merupakan hasil kesimpulan dari dua hadis berikut:

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ قَالَ « جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ ». – رواه الترمذى

Abu Umamah berkata: “Wahai Rasul Allah, kapankah doa yang paling dikabulkan?” Nabi menjawab: “Di tengah malam akhir dan selesai salat wajib” (HR al-Tirmidzi, hadis hasan)

عَنِ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الصَّلاَةُ مَثْنَى مَثْنَى تَشَهَّدُ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَتَخَشَّعُ وَتَضَرَّعُ وَتَمَسْكَنُ وَتَذَرَّعُ وَتُقْنِعُ يَدَيْكَ يَقُولُ تَرْفَعُهُمَا إِلَى رَبِّكَ مُسْتَقْبِلاً بِبُطُونِهِمَا وَجْهَكَ وَتَقُولُ يَا رَبِّ يَا رَبِّ مَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَهِىَ خِدَاجٌ » – رواه الترمذى

Hadis: “Salat itu 2-2 rakaat, tasyahud tiap 2 rakaat. Kau lakukan dengan khusyuk, rendah diri, tenang dan engkau angkat kedua tanganmu kepada Tuhanmu menghadap bagian dalam tangan ke wajahmu, ucapkan “Ya Tuhanku”. Jika kau tidak melakukan demikian maka terasa kurang. (HR al-Tirmidzi)

Dari kedua hadis ini Syekh Al-Mubarakfuri men-Tarjih:

قُلْتُ : الْقَوْلُ الرَّاجِحُ عِنْدِي أَنَّ رَفْعَ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ بَعْدَ الصَّلَاةِ جَائِزٌ لَوْ فَعَلَهُ أَحَدٌ لَا بَأْسَ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .

“Pendapat yang kuat menurut saya bahwa mengangkat kedua tangan saat doa setelah salat adalah boleh. Jika seseorang melakukannya maka boleh, in syaa Allah” (Tuhfat al-Ahwadzi 1/331)

oleh: KH. Ma’ruf Khozin
Source; Hujjahnu.com

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *