Ini Konsep Buruh dalam Fiqih Yang Harus Kita Pahami

Ini Konsep Buruh dalam Fiqih Yang Harus Kita Pahami

PeciHitam.org – Buruh atau pekerja bukanlah konsep baru yang tidak dikenal oleh fiqih. Konsep buruh dalam fiqih bisa kita ketahui dalam salah satu fiqih muamalat. Diantara fashal dalam fiqih muamalat adalah pembicaraan panjang mengenai konsep ijaroh. Ijârah adalah (عقد على منفعة مقصودة معلومة قابلة للبذل والاباحة بعوض معلوم).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ijârah pada hakikatnya termasuk akad jual-beli. Letak perbedaannya dengan jual-beli biasa ialah bahwa obyek akad (yang dibeli) dalam ijârah لاثقعحش berupa jasa atau berupa manfaat, baik manfaat barang maupun manfaat orang (manfaat yang lahir dari pekerjaan orang yang dibahasakan sekarang dengan jual jasa).

Sedangkan `Iwâdl atau imbalan atas manfaat itu disebut ujrah, yang menjual disebut mu’jir/ajîr, dan yang membeli disebut musta’jir. Dengan mencermati unsur-unsur ijârah tersebut, kita dapat memastikan bahwa akad kerjasama antara perusahaan dan buruh atau antara majikan dan karyawan (أرباب العمل وعمالهم) merupakan bagian dari-padanya, yakni termasuk akad ijârah.

Majikan sebagai musta’jir dan karyawan/buruh sebagai ajîr. Akad kerjasama tersebut sah sepanjang memenuhi syarat-syarat yang mengacu pada prinsip-prinsip akad dianataranya yaitu;

Pertama, bahwa hukum muasal (asal) dalam persoalan muamalat adalah ibâhah (الاصل فى المعاملات الاباحة). Dengan demikian, untuk membolehkan suatu praktek mumalat tidak perlu mencari dalil yang membolehkannya, karena yang terpenting adalah adanya keyakinan bahwa tidak ada dalil yang melarang. Adapun sebuah kaidah mengatakan (المعاملات طلق حتى يعلم المنع) persoalan-persoalan muamalat itu longgar sampai ada dalil yang melarang.

Baca Juga:  Suami-Suami Takut Istri; Ternyata Dilarang dalam Agama

Kedua, Fiqih muamalat dibangun di atas prinsip -prinsip umum (setelah prinsip umum terpenuhi, red.) (المبادئ العامة) seperti keadilan, kesetaraan, musyawarah, dan tolong-menolong.

Ketiga, persoalan muamalat lebih dititik-beratkan pada substansi dan hakikat daripada bungkus dan format (العبرة بالمقاصد والمعاني لا بالألفاظ والمباني).

Keempat, fiqih muamalat dibangun di atas dasaran, setelah memperhatikan `illat dan maslahat (مراعاة العلل والمصالح). Oleh karena mua’amalah selalu mengandaikan keterlibatan anktif dua belah pihak, maka dipersyaratkanlah sebuah ikatan dalam hubungan keduanya, itulah yang dalam fiqih disebut dengan fiqih `uqûd, yaitu fikih yang mengatur persoalan akad, kontrak atau perjanjian, seperti jual-beli, sewa, dan gadai.

Secara garis besar akad ada dua macam 1) Akad tabarru`, yaitu akad dimana salah satu pihak memberi tanpa menerima dari pihak lain. Dan 2) Akad mu`âwadlah, yaitu akad dimana masing-masing dari kedua belah pihak menerima sesuatu sebagai imbalannya atas apa yang ia berikan (المعاوضة هي التى يأخذ فيها العاقد مقابلا لما يعطيه).

Baca Juga:  14 Cara Menghormati Alquran yang Wajib Dilakukan Umat Islam

Di bawah akad muadadlah inilah bernaung peraturan (berupa kontrak) kerja antara seorang buruh dengan perusahaannya. Akad seperti ini bisa dianggap sah apabila memenuhi beberapa syarat: 1) Kerelaan kedua belah pihak (التراضي). 2) Tidak mengandung riba. 3) Tidak mengandung gharar. 4) Tidak mengandung dharar (mara bahaya).

Dan prinsip kelima, Tidak ada pemerasan (عدم الاستغلال).

Demikianlah fiqih mengatur urusan antara pekerja dan perusahaan yang mensyaratkan adanya beberapa prinsip utama yang menghindarkan kedua belah pihak dari kerugian. Baik kerugian moril (kebebasan) maupun materiil (gaji dll).

Sesungguhnya bukanlah hal yang sulit menjalin hubungan yang baik antar pengusaha dan pekerja, karena pada dasarnya kelima prinsip fiqih muamalah di atas merupakan penerapan dari nilai-nilai kemanusiaan. Namun, mengatasi keterangan di atas adalah sebuah hadits riwayat Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:

 قال الله تعالى : ثلاثة اناخصمهم يوم القيامة, رجل أعطى بى ثم غدر, ورجل باع حرا فاكل ثمته, ورجل اسبتأجراجيرا فاستوفى منه ولم يعطه اجره  

Baca Juga:  Benarkah Islam Disebarkan dengan Perang? Berikut Faktanya

Allah Ta’ala berfirman: tiga orang yang menjadi musuhku di hari kiamat nanti. Orang yang bersumpah atas nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang menjual manusia merdeka kemudia ia memakan uangnya, dan orrang yang memperkerjakan buruh, lalu setelah buruh bekerja tidak diberikan upahnya.

Demikian pembahasan mengenai Konsep Buruh dalam Fiqih yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk dapat memahami bagaimana Islam mengatur hak hak dan kewajiban baik untuk majikan maupun pekerjanya.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *