Ini Perkara yang Mewajibkan Seseorang untuk Mandi Wajib

perkara yang mewajibkan mandi wajib

Pecihtam.org – Mandi adalah hal tidak asing di telinga kita. Namun, tahukah pembaca bahwa hukum mandi dalam Islam sangatlah beragam? Ada yang hanya sekedar mubah, ada yang sunnah, bahkan ada pula yang hukumnya wajib, tergantung motiv dan faktor yang melatarbelakanginya. Jika mandi tersebut bertujuan untuk menyegarkan badan, maka hukumnya mubah. Jika dilakukan pada saat hendak shalat Jum’at, maka hukumnya sunnah dan sebagainya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Lalu, bagaimana dengan mandi wajib? Apa saja faktor yang melatarbelakangi wajibnya mandi tersebut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat menemukannya dalam kitab al-Majmuu’ Syarh Muhadzdzab juz 2 halaman 130, yaitu sebagai berikut:

والذى يوجب الغسل ايلاج الحشفة في الفرج وخروج المني والحيض والنفاس

Artinya: Adapun perkara yang menyebabkan wajibnya mandi yaitu memasukkan hasyafah (kemaluan laki-laki) terhadap farji (kemaluan perempuan), keluar air mani (sperma), haid (menstruasi) dan nifas (keluarnya darah dari rahim wanita setelah melahirkan).

Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu yang mewajibkan seseorang untuk mandi ada 4. Namun dalam tulisan ini, kami hanya akan membahas yang pertama saja, yaitu memasukkan hasyafah kedalam farji. Adapun sisanya, insya Allah akan kami paparkan pada tulisan berikutnya.

Baca Juga:  Najis dalam Air dan Pakaian: Diampuni dan Tidak Diampuni serta Problematikanya

Wajibnya mandi bagi orang yang memasukkan hasyafah terhadap farji berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah dari Aisyah, istri Nabi saw, yaitu:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّنَافِسِيُّ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْقَاسِمِ أَخْبَرَنَا الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ فَعَلْتُهُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاغْتَسَلْنَا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad Ath Thanafusi dan Abdurrahman bin Ibrahim Ad Dimasyqi keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim berkata, telah menceritakan kepada kami Al Auza’i berkata, telah memberitakan kepada kami Abdurrahman Ibnul Qasim berkata, telah mengabarkan kepada kami Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ia menuturkan; “Jika dua khitan telah bertemu maka telah wajib mandi. Aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukannya hingga kami pun mandi.”

Baca Juga:  Tata Cara Duduk Tasyahud Awal dan Tasyahud Akhir

Dalam menjelaskan hadis ini, Imam Nawawi menjelaskan dalam Majmuu’ miliknya bahwa yang dimaksud dengan khitan laki-laki/hasyafah adalah bagian kepala pada alat kelamin setelah khitan (gian penis), sedangkan yang dimaksud khitan perempuan/farji adalah tempat masuknya dzakar/penis. Berikut adalah ungkapan ashab Imam Nawawi:

فَالْتِقَاءُ الْخِتَانَيْنِ أَنْ تَغِيبَ الْحَشَفَةُ فِي الْفَرْجِ فَإِذَا غَابَتْ فَقَدْ حَاذَى خِتَانُهُ خِتَانَهَا وَالْمُحَاذَاةُ هِيَ الْتِقَاءُ الْخِتَانَيْنِ وَلَيْسَ الْمُرَادُ بِالْتِقَاءِ الْخِتَانَيْنِ الْتِصَاقَهُمَا وَضَمَّ أَحَدِهِمَا إلَى الْآخَرِ

Artinya: Yang dimaksud dengan “bertemunya kedua khitan” yaitu tenggelamnya hasyafah kedalam farji. Apabila hasyafah tidak nampak (tersembunyi di balik farji) maka antara hasyafah dan farji telah benar-benar berhadapan. Adapun yang dimaksud dengan “berhadapan”yaitu tetap berkumpulnya kedua khitan. Dan yang dimaksud dengan “tetap berkumpulnya dua khitan” bukanlah bertautan di antara keduanya dan menggabungkan antara satu dengan yang lainnya.

Baca Juga:  Dahi Terhalang Rambut saat Sujud bagi Laki-laki, Sahkah Shalatnya?

Farji yang dimaksud bukan hanya farji manusia, melainkan juga farji selain manusia, seperti farji binatang. Di antara mereka, baik memasukannya terhadap kubul maupun dubur, laki-laki maupun perempuan.

Adapun terhadap khuntsa (manusia dengan kelamin ganda), apabila memasukkan terhadap duburnya maka yang demikian wajib mandi, namun jika memasukkan pada farjinya maka yang demikian tidak wajib mandi. Hal tersebut dikarenakan alat kelamin khuntsa yang satu asli, yang lainnya tambahan.

Demikian penjelasan mengenai perkara yang mewajibkan mandi bagian memasukkan hasyafah terhadap ke farji, selanjutkan akan kami paparkan bagian yang lain. Semoga bermanfaat.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *