Pecihitam.org – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan Organisasi Kemasyarakatan (ormas) yang belum lama ini dibubarkan oleh pemerintah tepatnya pada 19 Juli 2017. Cita-cita menjadikan dunia dibawah satu sistem Khilafah Islamiyah selalu digaungkan oleh Hizbut Tahrir. Namun bagi kebanyakan pandangan yang lain itu merupakan cita-cita yang terlalu utopis.
Di Indonesia sendiri HTI juga selalu mengklaim bahwa Khilafah adalah satu-satunya solusi masalah kebangsaan. Hitzbut Tahrir masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an. Berawal ketika KH Abdullah bin Nuh pimpinan pesantren Al-Gazhali Bogor bertemu dengan aktivis Hizbut Tahrir di Australia, Abdurrahman al Baghdadi.
Abdullah tertarik dengan ceramah yang disampaikan Abdurrahman tentang kewajiban persatuan umat dan kewajiban menegakkan khilafah guna melawan hegemoni penjajahan dunia.
Abdullah lalu mengajak Abdurrahman al Baghdadi ke Indonesia untuk melakukan dakwah bersama. Pergerakan ini akhirnya meluas ke masjid kampus IPB, Al-Ghifari. Ketika Orde Baru berkuasa, aktivitas mereka menjadi gerakan ‘bawah tanah’.
Menjelang pertengahan 1990-an, pengaruh Hizbut Tahrir sudah masuk ke lingkungan kelas menengah sehingga tumbuh di 150 kota se-Indonesia. Dan di tahun 2000-an sampai hari ini mereka berani menampakkan gerakannya secara terang-terangan. Namun, hingga dibubarkan faktanya HTI belum terlihat berkontribusi besar dalam membangun Indonesia. Ya bagaimana mau membangun Indonesia, lha wong, Pancasila disebut tagut, kok!
Menariknya HTI pernah terdaftar sebagai ormas resmi di Indonesia, meski sayangnya kontribusi mereka untuk negeri pertiwi ini sama sekali tidak ada, kalau selalu bikin gaduh iyaa. Berikut ini adalah 5 alasan dan bukti bahwa cita-cita HTI sekedar mimpi belaka.
1. Untuk Bangun Masjid Saja HTI Nggak Bisa
Ketika masih menjadi gerakan bawah tanah, lengsernya Orde Baru menjadi angin segar bagi ide Khilafah Islamiyah yang ingin memformalisasi Islam dalam konteks bernegara oleh HTI. Padahal, sejak masa kemerdekaan para Pahlawan dan para ulama kita sudah sepakat memilih Pancasila demi kemaslahatan yang lebih besar.
Faktanya dengan Pancasila umat Islam masih tetap bisa melaksanakan kepercayaan tanpa dipaksakan menjadi sebuah undang-undang. Kita sebagai umat Muslim pun dapat bebas mendirikan masjid dan salat di dalamnya, tanpa intervensi Undang-Undang Negara.
Lah kalau HTI untuk membangun masjid saja, belum bisa? Yang ada mereka justru “merusak” jamaah masjid tertentu dan mendoktrin jamaahnya untuk mengikuti paham HTI.
2. Adakah Lembaga Pendidikan yang Dibangun HTI?
Dalam hal yang satu ini juaranya sudah jelas Muhammadiyah. Ormas yang satu ini jauh lebih maju dalam membangun Indonesia dari segi bidang pendidikan. Karena mereka telah memiliki kurang lebih 10.000 lembaga pendidikan, dari Taman Kanak Kanak hingga Perguruan Tinggi.
Lain lagi dengan Nahdlatul Ulama. Ormas yang didirikan Hadratussyaikh Hasyim Asyari meski kalah dalam jumlah lembaga formal dengan Muhammadiyah. Jangan salah, ratusan ribu pondok pesantren yang berdiri di Indonesia NU juaranya.
Okelah, HTI memang baru seumur jagung jika dibandingkan dengan kedua ormas besar tersebut yang memiliki kontribusi nyata untuk Indonesia. Tapi paling tidak untuk menunjukkan taringnya HTI harusnya sudah punya kampus sendiri untuk “menjual” ideologi mereka ke para simpatisannya. Jangan sukanya numpang di kampus orang saja! Gak modal amat.
3. HTI Punya Rumah Sakit?
Nah, kalau mau menggati suatu sistem Negara Rumah Sakit juga jadi tempat yang penting untuk di pikirkan. Jadi tinggal buktikan dulu saja. HTI bisa tidak buat rumah sakit di Indonesia. Syukur-syukur bisa menandingi juara bertahan Muhammadiyah sebagai pemilik jumlah Rumah sakit terbanyak di Indonesia.
4. Pernah HTI Bantu Korban Musibah Bencana?
Setiap kali terjadi bencana di Indonesia, kontribusi HTI juga sama sekali tidak terlihat dan tampak begitu jelas. Malah kalau ada bencana dikit-dikit bilangnya karena pemimpinnya dholim, negara ini thogut, khilafah solusinya. Lha wong bencana ko solusinya Khilafah.
Kalau dipikir-pikir masih mending Front Pembela Islam (FPI) yang ketika ada musibah menerjunkan anggotanya di lapangan. Bukan hanya itu, mereka juga menyisihkan sebagian hartanya menolong saudara Muslim ataupun non-Muslim yang tertimpa musibah. Kalau NU dan Muhammadiyah sudah tidak perlu diragukan lagi-lah kiprahnya dalam hal ini.
5. Hanya Gembor-gembor Tegakan Islam dan Khilafah
Kritikan terakhir mbok ya HTI jangan hanya gembar-gembor Khilafah Islamiyah dan penegakkan Syariat Islam saja, tanpa aksi nyata. Jangan hanya bisa menyebarkan selebaran kertas kecil di masjid-masjid setiap Jumat untuk “jualan” ideologi yang jelas bertentangan dengan kesepakatan para Founding Fathers Indonesia.
Kalau hitung-hitungan matematika yang mampu merubah sistim negara itu sebetulnya malah NU dan Muhammadiyah. Coba bayangkan NU dengan 80 juta jamaah lebih, itu yang tercatat lho ya, yang enggak masih banyak. Dan Muhammadiyah dengan segala kemampuan infrastrukturnya. Keduanya punya cukup power untuk menggerakkan negara.
Tapi tidak demikian, NU dan Muhammadiyah menghormati kesepakatan para bapak pendiri bangsa. Indonesia merdeka dengan pengorbanan darah dan air mata. Suatu yang tak ternilai harganya. Tiba-tiba HTI ujug-ujug datang mau merubah sistim negara.
Harusnya kalian itu bersyukur bisa numpang di Indonesia buat “jualan” ideologi. Bukannya terima kasih, eh, Pemerintah Indonesia malah dikatain taghut. Untung udah dibubarin. Wes tutup saja lapaknya tak usah jualan lagi!