Inilah Cara Yang Benar Menyikapi Sobekan Al-Qur’an

Inilah Cara Yang Benar Menyikapi Sobekan Al-Qur’an

PeciHitam.org – Al-Qur’an wajib dihormati keberadaannya dan Islam membuat aturan khusus bagaimana cara menyikapi sobekan Al-Qur’an, adapun beberapa adab yang sebaiknya dijaga pada saat memegang dan membaca mushaf Al-Qur’an di antaranya orang yang menyentuh harus dalam keadaan suci dan lain-lain.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sama halnya pada saat menemukan lembaran atau sobekan Al-Qur’an yaitu tidak baik langsung membuangnya karena akan dikhawatirkan ada yang menginjaknya ataupun melakukan hal lain baik sengaja ataupun tidak.

Bahkan membakar kayu atau kertas yang terdapat ayat Al-Qur’an dimakruhkan oleh para ulama jika tidak diniati untuk menjaga Al-Qur’an jadi jika tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an hal yang tidak di inginkan.

Adapun beberapa cara dan adab yang dijelaskan para ulama dalam menyikapi sobekan Al-Qur’an yaitu:

  • Pertama mushaf bekas dikubur dalam tanah.

Cara ini merupakan keterangan dari madzhab Hanafi dan Hambali, yang mana Al-Hasfaki, ulama madzhab hanafi menegaskan:

الْمُصْحَفُ إذَا صَارَ بِحَالٍ لَا يُقْرَأُ فِيهِ : يُدْفَنُ ؛ كَالْمُسْلِمِ

Artinya: “Mushaf yang tidak lagi bisa terbaca, dikubur, sebagaimana seorang muslim.” (lihat: ad-Dur al-Mukhtar, 1:191)

Ulama lain yang menyikapi ad-Dur al-Mukhtar mengatakan bahwa maksudnya lembaran mushaf Al-Qur’an diletakkan pada kain yang suci kemudian dikubur di tempat yang tidak dihinakan seperti tempat sampah dan tidak boleh di injak.

Al-Bahuti mengatakan yang artinya:

“Jika ada mushaf Al-Qur’an yang sudah usang maka dikubur berdasarkan ketegasan dari Imam Ahmad, Imam Ahmad menyebutkan bahwa Abul Jauza mushafnya telah using, kemudian beliau menggali di tanah masjidnya lalu menanamnya dalam tanah.” (Lihat: Kasyaf al-Qana’, 1:137)

Baca Juga:  Ramadhan: Definisi, Sejarah Pra Islam, Perintah Puasa dan Serba-Serbinya

Tentang menguburnya juga difatwakan Syaikhul Islam:

وأما المصحف العتيق والذي تَخرَّق وصار بحيث لا ينتفع به بالقراءة فيه ، فإنه يدفن في مكان يُصان فيه ، كما أن كرامة بدن المؤمن دفنه في موضع يصان فيه

Artnya: “Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi, sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi (bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak).” (Lihat: Majmu’ Fatawa, 12:599)

  • Kedua mushaf yang rusak dibakar.

Hai ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafi’iyah yang mana tindakan tersebut meniru yang dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan ra, dimana setelah beliau menerbitkan mushaf induk ‘Al-Imam’ kemudian memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat untuk menghindari perpecahan di kalangan umat Muslim yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Al-Qur’an.

Mus’ab bin Sa’d mengatakan:

أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد

Artinya: “Ketika Utsman membakar mushaf saya menjumpai banyak sahabat dan sikap Utsman membuat mereka heran, namun tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.” (HR. Abu Bakr bin Abi Daud, al-Mashahif)

Maksud tujuan membakar Al-Qur’an yang sudah usang tersebut ialah untuk mengamankan firman Allah SWT dan asma Dzat Yang Maha Agung dari hal yang tidak selayaknya dilakukan dan hal yang tidak sepatutnya dilakukan terhadap mushaf yang rusak semisal menginjak dan membuang di tempat sampah.

Baca Juga:  Pahami Tawassul dan Hukumnya Agar Tidak Mudah Mensyirikkan Orang Lain, Ini Penjelasannya!

وفى أمر عثمان بتحريق الصحف والمصاحف حين جمع القرآن جواز تحريق الكتب التي فيها أسماء الله تعالى ، وأن ذلك إكرام لها ، وصيانة من الوطء بالأقدام ، وطرحها في ضياع من الأرض

Artinya: “Perintah Utsman untuk membakar kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Alquran, menunjukkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama-nama Allah ta’ala, dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia-sia di tanah.” (Syarh Shahih Bukhari, 10:226)

Adapun hal yang yang tidak boleh dilakukan dalam menyikapi sobekan Al-Qur’an yang diterangkan As-Suyuti ialah:

إذا احتيج إلى تعطيل بعض أوراق المصحف لبلى ونحوه ، فلا يجوز وضعها في شق أو غيره ؛ لأنه قد يسقط ويوطأ ، ولا يجوز تمزيقها لما فيه من تقطيع الحروف وتفرقة الكلم ، وفي ذلك إزراء بالمكتوب … وإن أحرقها بالنار فلا بأس ، أحرق عثمان مصاحف كان فيها آيات وقراءات منسوخة ولم ينكر عليه

Atinya: “jika dibutuhkan untuk menghancurkan sebagian kertas mushaf karena sudah usang atau sebab lain maka tidak boleh diselipkan di tempat tertentu karena bisa jadi terjatuh dan di injak, tidak boleh juga disobek karena akan memotong hurufnya tanpa aturan dan merusak tatanan kalimat dan semuanya termasuk sikap tidak menghormati tulisan Al-Qur’an…jika dibakar dengan api maka hukumnya boleh, Utsman membakar mushaf yang ada tulisan ayat Al-Qur’an dan ayat yang telah dinasakh atau dihapus dan tidak ada yang mengingkarinya.” (Lihat: al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, 2:459)

Baca Juga:  Inilah Kitab-Kitab Tafsir Al-Qur'an Karangan Para Ulama Nusantara

Sebagaimana yang menyarankan untuk dikubur atau dibakar keduanya memiliki dasar yang kuat namun yang lebih tepat ialah memilih cara yang paling efektif, paling cepat menghilangkan hurufnya serta yang paling aman dari sikap tercela.

Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Fatawa Nur ala ad-Darbi bahwa:

التمزيق لابد أن يأتي على جميع الكلمات والحروف ، وهذه صعبة إلا أن توجد آلة تمزق تمزيقاً دقيقاً جداً بحيث لا تبقى صورة الحرف..

Atinya: “Menghancurkan mushaf harus sampai lembut sehingga hancur semua kata dan hurufnya dan ini sulit kecuali jika ada alat untuk menghancurkan yang lembut sehingga tidak ada lagi tulisan huruf yang tersisa…” (Lihat: Fatawa Nur ala ad-Darbi, 2:384)

Jadi berdasarkan pertimbangan tersebut lah para ulama memahami kebijakan Utsman bin Affan tentang pembakaran mushaf Al-Qur’an yang mana bukan untuk merendahkan ataupun menghina Al-Qur’an akan tetapi ingin menyelamatkan Al-Qur’an.

Dijelaskan sekali lagi bahwa jika tujuan membakar Al-Qur’an untuk menghina ataupun merendahkannya maka perbuatan tersebut diharamkan dan dilarang keras dalam Islam, maka demikianlah dalam menyikapi sobekan Al-Qur’an.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *