Inilah Tuntunan Lengkap Tata Cara Pengurusan Jenazah Menurut Islam yang Harus Kamu Pahami

Inilah Tuntunan Lengkap Tata Cara Pengurusan Jenazah Menurut Islam yang Harus Kamu Pahami

PECIHITAM.ORG – Salah satu yang menjadi kewajiban seorang muslim adalah mengurus jenazah ketika ada saudara muslim lainnya yang meninggal. Dalam tulisan ini kami akan menyampaikan tata cara pengurusan jenazah yang benar sesuai syariat Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada empat hal yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang hidup ketika saudaranya meninggal, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya.

Tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa jenazah seorang muslim wajib diurus dengan empat hal diatas dan hukumnya adalah fardu kifayah sesuai kesepakatan ulama.

Maka ketika seseorang telah dipastikan mati dianjurkan untuk segera diurus jenazahnya.

1). Memandikan Jenazah
Jenazah dimandikan dalam hitungan ganjil yang yang mana pada basuhan pertama dicampur dengan daun bidara dan pada basuhan terakhir dicampur dengan kapur.

Dalam hal memandikan jenazah minimal adalah meratakan air ke seluruh badan setelah menghilangkan najisnya, karena demikianlah praktik mandi wajib ketika seseorang masih hidup, yakni ketika mandi dari janabah.

Tentang apakah disarankan bagi orang yang memandikan untuk melakukan niat, disini terdapat dua pendapat. Yang paling shahih menurut Imam Rafi’i dalam kitab Al-Muharrar tidak wajib berniat bagi orang yang memandikannya, karena tujuan dari memandikan jenazah adalah dalam rangka membersihkan.

Dan tujuan membersihkan ini bisa dicapai dengan tanpa adanya niat. Juga dengan alasan bahwa orang yang suda mati bukanlah orang yang harus berniat, beda halnya dengan orang yang masih hidup. Maka menurut pendapat ini, boleh jenazah seorang Islam dimandikan oleh orang kafir, dan orang yang mati tenggelam tidak perlu dimandikan kembali karena sudah tercapai tujuan kebersihan itu.

Adapun pendapat yang kedua mensyaratkan untuk berniat bagi orang yang memandikannya. Maka menurut pendapat Ini tidak sah memandikan mayat yang dilakukan oleh orang kafir dan orang yang mati tenggelam juga harus dimandikan lagi.

Adapun cara yang lebih sempurna dalam memandikan jenazah diantaranya seperti yang disebutkan dalam Kifayatul Akhyar juz 1 halaman 166, dimumulai dengan melumuri kepalanya, kemudian jenggotnya dengan daun bidara dan minyak atau lainnya.

Baca Juga:  Menolehkan Wajah Saat Shalat, Bagaimana Hukumnya?

Dimulai dari bagian tubuh sebelah kanan, kemudian ke bagian tubuh sebelah kiri masing-masing tiga kali, lima atau lebih banyak lagi denga hitungan ganjil.

Juga disunahkan menyisir jenggot dan rambutnya serta menyikat giginya dengan lembut.

2). Mengkafani
Dalam hal mengkafani minimal adalah dibungkus dengan satu kain untuk baik untuk jenazah laki-laki maupun perempuan, sebagaimana kisah yang disampaikan Mushab bin Umair di dalam Kitab Shahih Bukhari dan Muslim.

Adapun yang lebih sempurna, bagi jenazah laki-laki menggunakan kain putih terdiri dati tiga kain yang tidak berbentuk gamis dan tidak pula berbentuk seperti sorban.
Tiga lembar kain itu berupa satu sarung (kain panjang) dan dua lipatan.

Sarung digunakan untuk menutupi pusar sampai kedua lutut, sementara dua lipatan masing-masing digunakan untuk menutupi leher hingga mata kaki dan satunya lagi untuk menutupi seluruh badannya. Adapun jenazah perempuan menggunakan lima kain, yaitu satu sarung, satu kerudung, satu gamis dan dua lipatan.

Namun yang terpenting dari itu semua, kain yang digunakan adalah kain yang diperbolehkan dipakai oleh jenazah selagi masih hidup. Maka dengan ketentuan seperti ini, diharamkan bagi jenazah laki-laki untuk dikafani menggunakan kain sutra. Adapun bagi perempuan hukumnya boleh.

3). Menshalati Jenazah
Rukun shalat jenazah ada tujuh.

1). Niat

Untuk jenazah laki-laki

اُصَلِّى عَلَى هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

“Ushalli ’ala hadzal mayyiti arba’a takbiratin fardlal kifaayati ma’muuman lillahit ta’ala”

Artinya: “Aku niat sholat atas mayit ini dengan empat takbir fardlu kirayah, sebagai makmum karena Allah taala.”

Untuk jenazah perempuan

اُصَلِّى عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

Baca Juga:  Upaya Ulama dalam Hal Reaktualisasi Teori Hukuman pada Hukum Pidana Islam

“Ushallii ‘ala haadzihil mayyitati arba’a takbiratin fardhal kifaayati ma’muuman lillaahi ta’ala”


Artinya: “Aku niat shalat atas mayit ini dengan empat takbir fardlu kirayah, sebagai makmum karena Allah taala.”

2). Berdiri jika mampu
3). Melakukan takbir sebanyak 4 kali. Setelah takbir pertama membaca Surat Al-Fatihah. Setelah takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi. Setelah takbir ketiga membaca doa untuk mayit dan setelah takbir keempat mengucapkan salam.
4). Membaca Al-Fatihah
5). Membaca shalawat
6). Membaca doa untuk mayit
7). Salam

Yang wajib dalam berdoa untuk mayit adalah apa saja yang penting umumnya dianggap berdoa. Adapun yang lebih sempurna begitu banyak riwayat yang berkaitan dengan doa untuk jenazah, namun yang paling baik dan yang paling masyhur di kalangan masyarakat adalah doa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang dari Auf bin Malik.

اللهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ – أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ 

“Ya Allah, ampunilah dosanya, rahmatilah ia, selamatkanlah ia, maafkanlah ia, muliakanlah tempat persinggahannya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah ia dengan air, salju, dan embun, bersihkanlah ia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran, gantikanlah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, istri/suaminya dengan istri/suami yang lebih baik, masukkanlah ia ke dalam surga, dan lindungilah ia dari siksaan kubur – atau dari siksaan neraka –“. (Sahih Muslim)

Dan untuk jenazah anak kecil maka doanya adalah.

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطاً وَذُخْراً لِوَالِدَيْهِ وَشَفِيْعاً مُجَاباً. اللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَعْظِمْ بِهِ أُجُوْرَهُمَا وَأَلْحِقْهُ بِصَالِحِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَاجْعَلْهُ فِي كَفَالَةِ إِبْرَاهِيْمَ وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الْجَحِيْمِ

Baca Juga:  Tata Urutan Pengurusan Jenazah dalam Agama Islam

“Ya Allah, jadikanlah kematian anak ini sebagai pahala dan simpanan bagi kedua orang tuanya dan pemberi syafa’at yang dikabulkan do’anya. Ya Allah, dengan musibah ini, beratkanlah timbangan amal keduanya (orang tuanya) dan berilah pahala yang agung. Anak ini kumpulkan dengan orang-orang yang shaleh dan jadikanlah dia dipelihara oleh Nabi Ibrahim. Peliharalah dia dengan rahmat-Mu dari siksaan neraka jahim“.

4). Menguburkan Jenazah
Kewajiban keempat berkaitan dengan tata cara pengurusan jenazah adalah menguburkan. Dalam hal menguburkan jenazah minimal adalah dengan ditimbun sehingga baunya tidak menyebar kemana-mana dan aman dari binatang buas. Dan yang lebih utama adalah menguburkan jenazah dalam liang lahad, sebagaimana perkataan Saad bin Abi Waqash yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

إتخذوا لي لحدا وانصبواعلي اللبن نصبا كما فعل برسول الله صلى الله عليه وسلم

Jadikanlah kubur berupa liang lahad dan timbullah dengan bata sebagaimana yang dilakukan pada kuburan Rasulullah SAW. (HR. Muslim)

Hal lain yang perlu diperhatikan ketika menguburkan jenazah adalah menghadapkan wajah jenazah ke arah kiblat dan memperlebar ukuran lahadnya sekitar 3,5 dzira’.

Demikianlah empat tata cara pengurusan jenazah seorang muslim yang kami sajikan dari beberapa kitab fiqih Syafi’iyah terutama Kifayatul Akhyar karya Syaikh Abu Bakar Al Hishni rahimahullah. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam Bisshawab

Faisol Abdurrahman