Jin dalam Al-Quran Menurut Penafsiran Quraish Shihab, Bagaimanakah Maknanya?

Jin dalam Al-Quran Menurut Penafsiran Quraish Shihab, Bagaimanakah Maknanya?

PeciHitam.org – Percaya pada hal-hal ghaib merupakan salah satu dasar pokok keimanan seorang Muslim. Sesuatu yang ghaib ini merujuk pada sesuatu yang tidak terjangkau oleh pancaindera, baik disebabkan oleh kurangnya kemampuan maupun oleh sebab-sebab lainnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Al-Quran banyak menyebutkan ayat yang membahas seputar hal-hal ghaib atau makhluk halus. Di antaranya ialah membahas mengenai malaikat, jin, hingga setan.

Membahas mengenai jin, Quraish Shihab menjelaskan bahwa jin secara harfiah bermakna sesuatu yang tersembunyi. Makna tersebut menunjukkan bahwa jin merupakan makhluk halus.

Sifat halusnya jin bisa menyerupai manusia secara fisik, namun manusia sendiri tidak bisa melihat jin secara kasat mata kecuali diterangkan oleh Quraish Shibab orang tersebut mempunyai kemuliaan dan keistimewaan.

Perihal ghaib, Quraish Shihab menerangkan bahwa banyak hal ghaib bagi manusia serta beragam pula tingkat keghaibannya. Pertama, ada ghaib mutlak yang tidak dapat terungkap sama sekali karena hanya Allah yang mengetahuinya, contoh kematian.

Kedua, ghaib relatif, sesuatu yang tidak diketahui seseorang tetapi bisa diketahui oleh orang lain, contoh ilmu pengetahuan, makhluk halus, dan lain-lain. Istilah jinn dalam al-Quran berarti yang tersembunyi dan tertutup.

Quraish Shihab menjelaskan sejumlah akar kata yang sama (derivasi kata jin), di antaranya majnun (manusia yang tertutup akalnya), janin (bayi yang masih dalam kandungan, karena ketertutupannya oleh perut ibu), al-junnah (perisai, karena ia menutupi seseorang dari gangguan), junnah (orang munafik menjadikan sumpah untuk menutupi kesalahan dan menghindar dari kecaman dan sanksi), janan (kalbu manusia, karena ia dan isi hati tertutup dari pandangan serta pengetahuan).

Baca Juga:  Inilah Kebiasaan Buruk Yang Sama-sama Dilakukan oleh Wahabi dan Rafidhoh

Di lihat dari perspektif linguistik atau kebahasaan, bisa dipahami bahwa jin merupakan makhluk halus yang tersembunyi, karena tertutup. Tersembunyi dan tertutup ini bukan berarti sama sekali tidak terlihat karena ghaibnya relatif, sebagian orang bisa melihat jin karena keistimewaan yang dimilikinya, biasanya manusia yang dekat dengan Allah karena akhlak dan ilmunya.

Menurut pendapat Ibnu Sina, jin adalah binatang yang bersifat hawa yang dapat mewujud dalam berbagai bentuk. Pendapat tersebut menjelaskan mengenai makna kata jinn. Sedangkan jin itu sendiri tidak memiliki eksistensi di dunia nyata.

Para filsuf penganut pendapat di atas berdalih bahwa jika jin memang ada wujudnya, ia tentu mengambil bentuk makhluk halus atau kasar.

Dalam hal ini, Quraish Shihab mencatat bahwa ketika seseorang menyatakan bahwa jin adalah mekhluk halus, maka kehalusan yang dimaksud tidak harus dipahami dalam arti hakikatnya demikian, tetapi penamaan itu ditinjau dari segi ketidakmampuan manusia untuk melihatnya.

Baca Juga:  Beginilah Cara Nabi Menyampaikan Hadisnya, Layak Ditiru Para Da’i

Jika demikian, bisa jadi jin merupakan makhluk kasar, tetapi karena keterbatasan mata manusia, maka ia tidak terlihat, jadi bahasa manusia menamakannya sebagai makhluk halus.

Pandangan kedua ialah, pakar-pakar Islam yang justru sangat rasional tidak mengingkari bahwa ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang jin, tetapi mereka memahaminya tidak dalam pengertian hakiki.

Paling tidak, ada tiga pendapat yang menonjol dari kalangan ini menyangkut hakikat jin. Pertama, memahami jin sebagai potensi negatif manusia. Karena menurut pandangan ini yang membawa manusia pada hal-hal positif ialah malaikat, sedangkan jin dan setan sebaliknya.

Pandangan ini juga menilai bahwa jin tidak memiliki wujud. Kedua, memahami jin sebagai virus dan kuman-kuman penyakit. Namun pandangan ini mengakui eksistensi jin. Ketiga, memahami jin sebagai jenis makhluk manusia liar yang belum berperadaban. Dari ketiga pandangan tersebut, sekilas bisa dipahami bahwa jin merupakan makhluk yang mewujud pada sesuatu.

Namun, keberadaan jin sendiri diterangkan dalam al-Quran bahwa, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56). Karena diciptakan, tentu wujudnya ada. Perbedaannya ialah, manusia diciptakan dari unsur tanah, sedangkan jin diciptakan dari api.

Baca Juga:  Kitab Asy-Syafiyah Karya Habib Sholeh Alaydrus Ini Terkenal di Hadramaut, Yaman

Menurut Quraish Shihab, iblis dalam al-Quran diterangkan sebagai bagian dari jenis jin. Namun demikian, iblis maupun setan mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga tidak semua makhluk jin adalah iblis atau setan.

Meskipun buku ini tidak terlalu tebal, tetapi cukup memahamkan kepada pembaca perihak keterangan makhluk jin, termasuk soal tempat dan waktu yang disuksi jin, bentuk jin, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.

Mohammad Mufid Muwaffaq