Karamah Sunan Gresik: Merubah Beras Menjadi Pasir

karomah sunan gresik, merubah beras jadi pasir

Pecihitam.org – Syekh Maulana Malik Ibrahim yang lebih dikenal dengan Sunan Gresik adalah salah satu wali songo yang mengislamkan tanah Jawa. Belum dapat dipastikan darimana asalnya Sunan Gresik ini, sebagian sejarawan ada yang mengatakannya dari daerah Afrika, namun menurut sebagian yang lain berasa dari Samarkand dan Arab. Belum ada kejelasan mengenai ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Yang jelas, beliau seorang ulama arif dan bijak yang diutus Allah untuk menyebarkan agama Islam ke tanah Jawa khususnya wilayah kekuasaan Majapahit dengan arif, bijak dan penuh kedamaian pula. Ia tidak hanya mengislamkan rakyat Majapahit saja, melainkan juga mengislamkan para penguasanya juga.

Terkait panggilannya yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gresik, karena pada saat hijrahnya dari tanah Campa pada tahun 1400 M (tempat yang ia islamkan sebelum tanah Jawa) ke Jawa, ia tinggal di daerah Gresik Jawa Timur. Maka tidak heran masyarakat memanggilnya Sunan Gresik.

Sunan Gresik adalah wali yang paling sepuh atau wali pertama dari rangkaian wali sanga. Dalam sumber lain dikatakan sebagai mula-mula tetalering waliullah.

Sebagai seorang wali, Sunan Gresik memiliki karamah-karamah yang tidak dapat dijangkau oleh akal. Karamah tersebut adalah pemberian Allah kepadanya sebagai bekal dakwahnya menghadapi kaumnya yang telah telah menyimpang dari ajaran Allah.

Sangat banyak karamah Sunan Gresik yang masyhur di kalangan masyarakat. Di antara karamah beliau adalah mampu merubah beras menjadi pasir.

Suatu ketika, Sunan Gresik bersama salah seorang santrinya melakukan perjalanan ke sebuah desa yang tanah dan tumbuhannya subur makmur. Naas, di desa tersebut ada salah seorang penduduknya yang kaya raya (bro di juru, bro di panto, ngalayah di tengah-Sunda) namun sangat pelit alias kikir. Usut punya usut, ternyata orang kaya tersebut merupakan murid lamanya Sunan Gresik yang telah menjadi alumni.

Baca Juga:  Ibnu Aththar, Seorang Ulama yang Dijuluki Nawawi Junior

Singkat cerita, Sunan Gresik bersama santrinya (yang ikut dalam perjalanannya menemani sang guru) singgah di rumah muridnya yang kikir itu.

Benar saja, orang yang disinggahinya tersebut adalah orang kaya dengan harta yang bejibun. Ia memiliki banyak sekali beras yang tersimpan dalam karung.

Saking banyaknya, ia kebingungan mencari tempat penyimpanan beras di rumahnya, sehingga setiap ruangan dipenuhi dengan karung-karung beras.

Pada saat Sunan Gresik bertamu ke rumahnya, nampak kebahagiaan terpancar dari wajahnya. Ia menjamu gurunya dengan berbagai jamuan terbaik.

Di sela-sela obrolan asyiknya dengan sang guru, tiba-tiba datanglah seorang pengemis tua, ia hendak meminta barang sedikit beras saja untuk dimakan. Pengemis tua itu berkata bahwa ia belum makan beberapa hari dan ia sangat lapar.

Namun naas, pemilik rumah menolaknya dengan ketus. Ia yang sedang bersama gurunya tersebut mengatakan bahwa ia tidak memiliki beras. Karung-karung yang menumpuk di berbagai tempatnya tersebut ia sebut berisikan pasir, bukan beras.

Setelah mendengar jawaban sang pemilik rumah, pengemispun tahu bahwa dirinya tengah dibohongi, ia menunduk, kecewa dan merasa terhina.

Kejadian tersebut jelas disaksikan oleh sang guru. Seharusnya pemilik rumah yang merupakan murid lamanya Sunan Gresik tersebut malu atas apa yang telah ia perbuat di hadapan gurunya tersebut.

Baca Juga:  Biografi Hasan al-Basri, Ulama Hadits pada Masa Tabi'in

Sebab sang guru tidak pernah mengajarkan sedikitpun para santrinya untuk kikir, justru ia kerap mengajarkan kedermawanan dan mengasihi rakyat miskin.

Kekikiran tersebut tentu diakibatkan karena terlalu cintanya ia pada harta, sehingga ia lupa dengan ajaran-ajaran yang telah diajarkan gurunya.

Melihat muridnya yang telah kelewat batas tersebut, Sunan Gresik berdoa kepada Allah di dalam hatinya agar muridnya tersebut diberikan teguran. Sehingga teguran tersebut dapat menyadarkan muridnya dan kembali ke jalan yang benar dan diridai Allah swt.

Setelah pengemis tua itu pergi dengan kecewa, lantas sang murid (pemilik rumah) kembali melanjutkan perbincangan dengan gurunya dengan watados (wajah tanpa dosa).

Di tengah-tengah perbincangannya tersebut, tiba ada seorang pembantu berteriak bahwa ada sesuatu yang tidak beres di gudangnya. Sontak pemilik rumah kaget dan penasaran lantas menghampiri gudang tempat penyimpanan beras tersebut.

Tak disangka, tak diduga, ternyata karung-karung yang menumpuk dan tersebar di setiap ruang rumah yang awalnya berisi beras, saat itu telah berubah bentuk menjadi berisi pasir. Seketika, pemilik rumah tersebut lemas tak berdaya. Ia bersimpuh dan menangis penuh histeris.

Beiau kemudian menghampiri muridnya yang sedang menangisi harta yang telah berubah menjadi pasir tersebut.

Sunan Gresik mengingatkan kepada muridnya, bukankah dirinya memang mengatakan kepada pengemis tadi bahwa karung-karung tersebut berisi pasir, bukan beras. Jadi kenapa harus menangis?

Baca Juga:  Mengenal Said Al Musayyib, Sang Pembesar Tabi’in dan Menantu Abu Hurairah

Setelah mendengar ucapan gurunya tersebut, sang pemilik rumah menyadari bahwa perbuatannya salah dan keterlaluan. Saat itu juga, ia langsung bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada gurunya. Ia mengakui bahwa dirinya berbohong dan tidak pernah bersedekah padahal hartanya banyak.

Dengan senyum ramah, Sunan Gresik mengatakan kepada muridnya tersebut untuk meminta ampunan kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan meminta maaf kepada pengemis tua yang sudah dihinakannya tadi.

Di depan Sunan Gresik, muridnya yang kini tidak memiliki apa-apa selain pasir menyesal dan berjanji untuk tidak kikir lagi. Ia akan bersedekah dan mengasihi fakir miskin.

Karena ia mengatakan semuanya dengan tulus, Sunan Gresik kemudian berdoa kepada Allah agar beras yang telah berubah menjadi pasir itu dikembalikan lagi menjadi beras.

Setelah selesai berdoa, pasir tersebut kini menjadi beras kembali. Setelah peristiwa tersebut, sang murid menepati janjinya. [Masykur Arif, Kumpulan Karamah dan Ajaran Wali Sanga, (Safirah: Yogyakarta, 2014), hal. 37-41]

Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *