Kemunduran Majapahit dan Berkembangnya Dakwah Islam di Nusantara

Kemunduran Majapahit dan Berkembangnya Dakwah Islam di Nusantara

Pecihitam.org – Di awal abad ke 15 M, Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran-kemunduran. Kemunduran tersebut disebabkan oleh perang saudara internal keraton Majapahit dan pemberontakan-pemberontakan di berbagai wilayah kekuasaan Majapahit.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada tahun 1401 hingga 1405, Prabu Wikramawardhana penguasa Majapahit terlibat konflik dengan Bhre Wirabhumi yang hendak merebut kekuasaannya. Peperangan tersebut disebut sebagai Perang Paregreg, artinya adalah perang yang dilakukan dengan cara tarik ulur dan tersendat-sendat.

Pada peperangan tersebut, Bhre Wirabhumi berhasil dikalahkan. Saat itu Bhre Wirabhumi melarikan diri dengan menggunakan perahu. Namun ia kemudian tertangkap oleh pasukan Majapahit dan kemudian kepalanya dipenggal dan dimakamkan di Candi Grisapura.

Tidak hanya mengalami konflik internal, dua tahun sebelumnya Majapahit mendapatkan pemberontakan Prameswara di Palembang, wilayah Majapahit di Sumatera.

Pemberontakan Prameswara ini dilakukan oleh para bajak laut dari Cina. Dalam pemberontakan ini Majapahit dikalahkan dan Palembang jatuh ke kekuasaan bajak laut Cina.

Pemberontakan lain terjadi pada masa kekuasaan penerus Prabu Wikramawardhana, yakni Rani Suhita. Pada masa kekuasaan Rani Suhita, terjadi pemberontakan di Bali. Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh Ario Damar.

Baca Juga:  Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Sejarah Turunnya Al-Quran yang Bisa Kita Renungkan

Namun, yang semakin membuat Majapahit mengalami kemunduran adalah dinamika kekuasaan Rani Suhita yang menghabisi karir orang-orang unggulan yang berjasa kepada kerajaan.

Misalnya, Ario Damar setelah berhasil meredam pemberontakan di Bali disingkirkan jauh dari pusat kekuasaan Majapahit ke wilayah Palembang yang sedang dikuasai bajak laut Cina.

Dan masih banyak tokoh-tokoh lain yang memiliki jasa besar terhadap kerajaan disingkirkan oleh kekuasaan Rani Suhita. Dalam kondisi kerajaan yang sedang tidak stabil, kemudian membuang tokoh-tokoh penting merupakan sebuah pilihan yang keliru. Justru malah memperlemah kekuasaan Majapahit itu sendiri.

Kemudian, dakwah Islam memiliki tempat yang menguntungkan dalam kekuasaan Majapahit adalah setelah Rani Suhita meninggal pada tahun 1447 M dan digantikan oleh Prabu Kertawijaya Wijaya Parakramawardhana.

Prabu Kertawijaya ini kemudian dalam naskah sejarah disebut sebagai Prabu Brawijaya V. Gelar tersebut berdasar karena Prabu Kertawijaya adalah raja laki-laki ke lima yang sah dalam kekuasaan Majapahit.

Baca Juga:  Jangan Loyo! Seorang Mukmin Sejati Harus Semangat Dalam Beramal

Prabu Brawijaya menikah dengan dua perempuan yang satu dari Champa (Vietnam) dan Cina. Kedua istrinya tersebut adalah seorang muslimah. Dan dari pernikahan tersebutlah Prabu Brawijaya V memiliki putera-putera yang muslim dan menjadi penyebar Islam.

Diantaranya adalah Ario Damar yang menjadi adipati di Palembang, Raden Batara Kathong yang menjadi adipati Ponorogo,  Arya Lembu Peteng yang menjadi adipati Pamadegan, Arya Menak Koncar yang menjadi adipati Lumajang, Raden Patah yang menjadi adipati Demak, Raden Bondan Kyai Ageng Tarub II dan Raden Dandhum yang populer disebut sebagai Syaikh Belabelu.

Perhatian Prabu Brawijaya V terhadap dakwah Islam tak hanya melaui istri-istrinya dan beberapa puteranya yang musim. Namun, Prabu Brawijaya V juga mengangkat beberapa tokoh muslim sebagai pejabat kerajaan Majapahit.

Misalnya Arya Teja yang muslim diangkat menjadi adipati Tuban. Kemudian Arya Lembu Sura yang muslim juga diangkat sebagai adipati Surabaya.

Kemudian, Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel (putera Syaikh Ibrahim Samarkandi) diangkat menjadi imam dan bupati di Surabaya. Dan saudaranya Sunan Ampel, yakni Ali Murtadho dijadikan imam di Gresik dan diberikan gelar Raja Panditha.

Baca Juga:  Kemajuan dan Kejayaan Peradaban Dinasti Turki Utsmani

Dari putera dan orang-orang yang diangkat sebagai pejabat oleh Prabu Brawijaya V tersebut melakukan dakwah Islam di berbagai tempat di Nusantara. Misalnya Sunan Ampel di Surabaya, kemudian keturunan Ali Murtadho yang juga menjadi wali besar, yakni Sunan Kudus.

Selain itu Raden Patah menjadi raja Kerajaan Demak Islam. Dan juga Batara Kathong melakukan dakwah di wilayah Karesidenan Madiun (Pacitan, Madiun, dan Ponorogo).

Demikianlah sejarah tentang kemunduran kerajaan Majapahit yang disebabkan oleh perang saudara dan pemberontakan di berbagai tempat. Namun, dalam kondisi lemahnya kekuasaan Majapahit tersebut, Prabu Brawijaya V memiliki perhatian yang besar terhadap dakwah Islam sehingga Islam dengan mudah berkembang di bumi Nusantara. Wallahua’lam.