Keperkasaan NU Hadapi Radikalisme dan Wahabi di Indonesia

Keperkasaan NU Hadapi Radikalisme dan Wahabi di Indonesia

Pecihitam.org – Kenapa para kaum radikal selalu mengganggu NU bukan Muhammadiyah? Seorang teman membandingkan kedewasaan Muhammadiyah dalam ber-muktamar yang lebih tenang dibandingkan NU yang sempat ricuh.

Saya bilang jangan disamakan. Tekanan di internal mereka berbeda karena jenisnya juga berbeda. Jika saya ingin menyusup kedua organisasi besar ini, tentu yang akan saya susupi dan pecah duluan adalah NU.

Kenapa ?

Berdasarkan survey The Asia Foundation (TAF), Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2010 yang diterbitkan oleh Robin Bush (2014) dalam artikelnya yang berjudul “A snapshot of Muhammadiyah social change and shifting markers of identity and values “ itu disebutkan bahwa jumlah responden yang menyatakan diri berafiliasi dengan NU berjumlah 49%, sementara yang berafiliasi dengan Muhammadiyah hanya 7,9%.

Ini berarti bahwa jumlah warga NU adalah 6 kali lipat dari jumlah warga Muhammadiyah dan membuktikan pengaruh NU jauh lebih besar jika didasarkan dari jumlah warganya. Sehingga ketika saya menguasai NU, maka saya mempunyai pengaruh sangat kuat untuk menggoyang pemerintahan.

Baca Juga:  Tiga Peran Penting Nahdlatul Ulama dalam Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Baca juga: Ketika Islam Sedang Disandera Oleh Salafi Wahabi

Selain itu, NU lebih kultural daripada struktural. Menurut KH Ali Maschan Moesa, NU itu adalah kultur yang dibalut struktur. Dimata warga NU, agama lebih populer sebagai agenda personal dan ritual. Warga NU menganut sistem tunduk dan taat kepada pimpinan, terutama para Kyai yang sebagian mereka anggap Wali.

Ini yang menjadikan mereka militan dan lebih mudah digerakkan karena mereka mempunyai “kepala”. Tangkap kepalanya, maka ekornya bisa digerakkan kemana saja.

Berbeda dengan Muhammadiyah yang lebih struktural daripada kultural. Muhammadiyah lebih modern dalam cara berfikir dan lebih bebas. Mereka lebih fokus memikirkan pendidikan dan ekonomi sebagai agenda organisasinya. Bisa dibilang, ketika saya menangkap “kepala” Muhammadiyah, ekor bisa bergerak kemana saja karena antara kepala dan ekor hanya terhubungkan secara struktur bukan emosional.

“Yang paling penting dari semua itu adalah keberadaan NU sebenarnya dibentuk untuk melawan wahabis-me. Ini dikatakan KH Said Agil Siradj Ketum PBNU, ketika membeberkan sejarah terbentuknya NU. Jadi sejak lahir, NU memang sudah menjadi musuh besar dan nyata bagi wahabisme dan perlu dihancurkan karena NU adalah “kaum penyembah kubur yang musyrik yang harus di-murnikan” menurut mereka. Itulah kenapa NU lebih seksi untuk disusupi, dihancurkan dari dalam dan dikuasai oleh mereka. Karena itu NU mengalami tekanan lebih keras dalam perlawanannya, terutama setelah musuh secara terang-terangan muncul dari dalam dan menamakan diri mereka “NU garis lurus”.

Muhammadiyah dan pemerintah jelas ngeri ketika melihat “kanker” ganas dalam tubuh NU yang terus menerus menyerang. Karena itulah mereka mendukung konsep Islam Nusantara sebagai vaksin kuat untuk melawan gerakan-gerakan di dalam tubuh NU khususnya, dan Islam di Indonesia

Baca Juga:  Pro Kontra Poligami dalam Hukum Perdata Islam

Baca juga: Ketika Kita Mau Memandang “Wajah Menyeramkan” Ideologi Wahabi

Melihat fakta-fakta ini terlihat mengerikan, bukan ? Karena itulah kita wajib mendukung NU untuk tetap seperti adanya, karena jatuhnya NU ke tangan radikalis adalah alarm buat kita semua. Wallahu a’lam

Source

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *