Kerancuan Konsep Jihad Kelompok Fundamentalisme Islam

Kerancuan Konsep Jihad Kelompok Fundamentalisme Islam

Pecihitam.org – Salah satu konsep yang seringkali disalahpahami oleh umat Islam dan non muslim adalah tentang jihad. Banyak di antara mereka memahami jihad terbatas pada mengangkat senjata atau perang secara politik melawan musuh-musuh Islam, baik perang secara ideologis maupun perang secara fisik.  

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di era klasik dulu, jihad memang dipahami sebagai perang yang dilakoni oleh Kesultanan Islam dan secara simbolik oleh khalifah yang berkuasa dalam kapasitasnya sebagai imam dari semua umat Islam. Khalifah bertindak sebagai kepala negara, dan perang jihad yang ia pimpin tunduk pada aturan mengenai taktik dan sasaran yang sah.

Meski begitu, umat Islam tidak memahami jihad dalam pengertian perang saja. Perang hanyalah salah satu dari makna jihad yang dipahami dalam konteks dan ruang lingkup tertentu. Ketika dunia Islam tidak dalam kondisi konflik, tidak dalam keadaan ditekan dan diperangi oleh kelompok lain, maka jihad dalam arti perang tidak boleh dilakukan.

Menurut ar-Raghir al-Asfahaniy dalam bukunya berjudul “Damai Bersama al-Qur’an; Meluruskan Kesalahpahaman Seputar Perang dan Jihad dalam Al-Qur’an”, jihad adalah upaya mengerahkan segala tenaga, harta, dan pikiran untuk mengalahkan musuh. Al-Asfahaniy membangi jihad menjadi tiga macam: menghadapi musuh yang nyata, menghadapi setan, dan menghadapi nafsu yang terdapat dalam diri masing-masing orang. Di antara ketiganya, yang terberat adalah jihad melawan hawa nafsu.

Dalam riyawat Imam Ahmad at-Tirmiziy, Nabi pernah bersabda, “Mujahid sejati adalah orang yang berjihad melawan nafsunya karena Allah”.

Baca Juga:  Inilah Tahapan-Tahapan Jihad fi Sabilillah yang Harus Dipahami Seorang Mujahid

Jihad dalam pengertian yang luas ini, tampaknya berbeda dari apa yang dipahami oleh kelompok fundamentalis, mereka melakukan reinterpretasi terhadap jihad yang bertitik tolak pada rekonstruksi politis atas makna jihad dalam Islam. Kelompok fundamentalis menjadikan jihad sebagai ideologi yang diagamaisasikan dan melegitimasi bentuk peperangan sembari difokuskan pada perang pemikiran.

Jadi, pada prinsipnya kelompok fundamentalis ini, seperti HTI, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jama’ah Islami di Pakistan, al-Qaida di Afganistan, menjadikan jihad politik sebagai, jihad fi sabilillah di mana mereka sebetulnya berjuang di tataran politik dengan menggunakan agama dan memperlakukan jihad politik itu sebagai jihad fi sabilillah.

Mereka hendak memasukkan kembali agama ke dalam wilayah politik dunia. Dengan kata lain, Islam tidak hanya terbatas sebagai suatu jenis keimanan dan sistem budaya semata, tetapi sebagai ideologi yang dipolitisasi untuk melawan musuh-musuh Islam.

Jika fundamentalisme Islam adalah gerakan politik yang diagamaisasikan, maka pemahaman mereka tentang jihad adalah bentuk perang yang diagamaisasikan. Bagi mereka, jihad adalah perang Ilahi, yakni “jihad global” di mana kekerasan hanyalah salah satu unsurnya. Kalangan jihadis ini mempergunakan kekerasan bukan sebagai kriminal, tetapi sebagai orang beriman sejati yang menunaikan tugas yang mereka anggap diabaikan oleh kalangan Islam secara umum.

Istilah jihad fi sabilillah sendiri menjadi konsep yang begitu menakutkan bagi dunia Barat dan bagi sebagian umat Islam. Sebaliknya, ia menjadi istilah dan ajaran suci bagi sebagian kelompok umat Islam, termasuk bagi Abul A’la al-Maududi dan Sayyid Qutb, yang merupakan pelopor lahirnya gerakan fundamentalisme di dunia Islam. Kedua tokoh ini menginspirasi banyak sekali gerakan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Baca Juga:  Ketika Agama (Kaum Radikal) Menjadi Musuh Pancasila

Menurut al-Maududi, jihad fi sabilillah adalah peperangan yang bertujuan agar panji syariat Allah berkibar di muka bumi, dan agamanya menjadi sumpremasi di dunia. Dalam perjuangan itu, seseorang tentu harus mematuhi ajaran syariat, dan tidak boleh melanggarnya. Nabi bersabda, “Siapa saja yang berperang dengan tujuan agar agama Allah mencapai supremasi, berarti dia itu berperang fi sabilillah”.

Tapi masalahnya, apakah umat Islam dalam kondisi perang atau ditekan? Apakah dalam keadaan damai diperlukan peperangan? Pada titik ini, kelompok fundamentalis memahami jihad dan perang secara sempit dan tidak kontekstual.

Di samping itu, tujuan penulis mengaitkan istilah jihad dengan fi sabilillah adalah agar konsep jihad tidak dimaknai dan dilakukan sembarangan. Pengaitan itu mempunyai maksud tertentu.

Jihad yang dimaksud kelompok fundamentalis adalah suatu upaya seseorang atau kelompok umat Islam dalam mengerahkan segala usaha dan kemampuannya demi meruntuhkan rezim penguasa yang dianggap zalim untuk kemudian mengantinya dengan sistem baru yang sesuai dengan ajaran Islam.

Pada titik inilah kelompok fundamentalis meletakkan jihad dalam koridor politik sebagai jihad fi sabilillah. Agenda-agendanya memang bersifat politik kekuasaan, tetapi tujuannya adalah berjuang di jalan Alllah dan menegakkan syariat Allah, dengan menjauhkan upaya jihad dari ambisi pribadi dan golongan.

Baca Juga:  Kritik dalam Tradisi Filsuf Barat dan Islam

Cara pandang jihad ini tampaknya berbeda jauh dari apa yang selama ini dipahami oleh mayoritas ulama dan umat Islam. Mereka, kelompok fundamentalis, telah mempersempit makna jihad hanya sebatas pada tataran politik dan perang. Tidak ada istilah jihad melawan setan dan hawa nafsu, jihad bagi mereka adalah sebentuk kekuatan untuk melawan musuh-musuh Islam.

Karenanya, memahami jihad sebatas perjuangan fisik atau perlawanan dengan senjata sangatlah keliru. Kita bisa menyaksikan bahwa sejarah turunnya ayat-ayat al-Qur’an telah membuktikan bahwa Rasulullah telah diperintahkan berjihad sejak beliau di Makkah dan jauh sebelum adanya izin berperang untuk membela agama.

Namun demikian, masih saja banyak orang yang salah paham perihal makna jihad ini. Jika mendengar makna jihad, yang terbersit dipikirannya hanya peperangan, pertarungan politik, angkat senjata, dan lain sebagainya.

Mereka memaknai jihad sebagai tuntutan untuk memerangi non muslim dan orang munafik sampai mereka mau masuk Islam. Artinya, fundamentalisme muslim mengajak orang masuk Islam dengan cara memaksa dan menggunakan kekerasan.

Pemahaman seperti ini jelas tidak bisa dibenarkan dalam Islam. Sebab, jihad tidak hanya bermakna perang secara fisik dan mengangkat senjata, tapi memiliki arti yang sangat luas. Perang hanyalah salah satu bentuk jihad yang boleh dilakukan dalam kondisi genting dan mendesak.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *