Ini Keutamaan Diam Menurut Imam Al-Ghazali dalam Teori Tasawufnya

Ini Keutamaan Diam Menurut Imam Al-Ghazali dalam Teori Tasawufnya

Pecihitam.org- Dalam kitab Ihya ‘Ulumudin Jilid V Imam Al-Ghazali mengatakan: “Didalam pembicaraan itu terdapat bencana (bahaya) dan di dalam diam terdapat keselamatan.” Karena itulah keutamaan diam sangat besar. Seiring diam terkandung keutuhan cita-cita, keabadian wibawa, kemurnian waktu untuk beribadah dan berzikir.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hubungan zikir dan diam sangatah dekat, Rasulllah SAW bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam (Muttafaq Allaih).”

Secara implisit sangat jelas makna hadits tersebut, bahwa diam dari perkataan kotor yang dilarang oleh syariat islam seperti gosib, gibah, dan sebagainya merupakan salah satu perbuatan yang sama dengan beriman kepada Allah dan hari kiamat dengan kata lain sama dengan berzikir kepada Allah SWT.

Lisan yang dikontrol dari perkataan tidak baik (diam) dapat bernilai berzikir kepada Allah dan Rosul-Nya. karena menjaga hati agar tidak lupa kepada Allah, untuk memelihara hati dan anggota badan dari perbuatan maksiat, untuk menumbuhkan kecintaan kepada kebaikan, untuk memperoleh pengalaman rohani dekat dengan Allah dan untuk memperoleh ketentraman jiwa adalah bentuk dari dzikir.

Baca Juga:  Suluk, Model Pendidikan Spiritual Jalan Menuju Ma'rifatullah

Dzikir memiliki kedudukan yang sangat penting dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Dzikir menempati sentral amaliah jiwa hamba yang beriman, karena dzikir adalah seluruh gerakan hidup yang digerakkan oleh kalbu dalam fasilitas ilahi.

Totalitas inilah yang nanti akan mempengaruhi aktifitas, gerak gerik, kediaman serta kontemplasi seorang hamba, dan di saat hamba tersebut istirahat dalam tidurnya. Karena totalitas inilah kaum sufi memandang dzikir mempunyai peranan penting dalam upaya mengobati penyakit rohani manusia.

Banyak orang yang memahami bahwa dzikir merupakan salah satu cara untuk terapi semua penyakit rohaniah yang dialami manusia. Walaupun yang tersirat dalam Al-Quran yaitu sebagai penentram hati. Dapat difahami bahwa munculnya penyakit karena ketenangan hati.

Untuk itu, kesembuhan hati merupakan awal dari kesembuhan seluruh anggota tubuh. Dalam hal ini hati dapat menenangkan hati dan jiwa orang yang sedang mengalami goncangan dan menetralisir pikiran yang sedang merasakan kepenatan.

Baca Juga:  Inilah Tiga Sufi yang Kaya Raya, Bukti Tasawuf Tak Indentik dengan Miskin

Sebagian ahli kedoteran jiwa meyakini bahwa penyembuhan penyakit klien dapat dilakukan lebih cepat jika memakai pengobatan keagamaan, yaitu dengan cara bangkitkan keimanan kepada Tuhan, lalu menggerakkanya ke arah pencerahan batiniah.

Dengan kondisi batin yang cerah inilah pada akhirnya akan timbul kepercayaan diri bahwa Tuhan adalah satu-satunya kekuatan penyembuhan dari berbagai penyakit yang diderita. Kepercayaan ini akan menjadi daya dorong yang kuat lagi kesembuhan penyakit batin yang dialami manusia.

Menjaga lisan adalah kalimat yang tepat untuk memperbaiki metode bicara dan menjaga dari bahaya yang ditimbulkan dari banyaknya bicara tersebut. Menurut ahli tasawuf menjaga lisan termasuk dalam katagori puasa rohani.

Jika puasa dalam syariat menjaga makan, minum, dan berhubungan badan, maka puasa secara rohani adalah menahan dan membersihkan panca indra dan juga pikiran juga hati dari hal-hal yang diharamkan.

Dipertegas oleh Ali bin Abi Tholib R. A. bahwa puasa jiwa adalah menahan dari seluru dosa dan pengosongan kalbu dari seluruh dosa dan pengosongan kalbu dari seluruh penyebab keburukan termasuk di dalamnya menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia.

Baca Juga:  Syahid, Nafsu, Ruh dan Sirri dalam Pandangan Para Sufi

Imam Al-Ghazali memberikan solusi sebagai alternatif untuk menghindarinya, yaitu dengan cara diam. Adupun diam yang dikonsepkan beliau adalah diam aktif bukan diam pasif.

Diam pasif adalah diam tanpa kata supaya seseorang terhindar dari bahaya dari mulut, sedangkan diam aktif artinya berkata yang baik-baik dan yang bermanfaat saja, menjaga dari pembicaraan yang tak berguna.

Mochamad Ari Irawan