Kisah Kewalian Syekh Abdul Qadir al Jailani Dikalahkan oleh Seorang Perempuan

Syaikh Abdul Qadir al Jailani

Pecihitam.org – Kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan Abu Muhammad Muhyiddin Abdul Qadir al Jailani. Seorang sayyid dan juga Rajanya para wali diseluruh dunia. Syaikh Abdul Qadir al jailani merupakan keturunan Sayyidina Hasan (cucu Nabi Muhammad Saw). Beliau lahir di Jaelani, sebelah selatan laut Kaspia Iran pada tahun 1077 M/470 H.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebagi waliyullah, sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya Syaik Abdul Qadir Jaelani memiliki pengaruh dan posisi penting dalam sejarah spiritualisme Islam. Sehingga wajar jika sepanjang hidupnya tidak pernah lepas dengan berbagai karomah yang berasal dari dirinya dan kadang berada diluar dan kemampuan kita selaku manusia biasa.

Selain dikenal sebagai seorang sayyid, guru sekaligus wali yang cukup agung dan terkemuka, beliau pun digelari sebagai al Ghawts al A’zham atau penolong besar. Syekh Abdul Qadir Jailani mendapatkan maqam tertinggi dari Allah SWT berkat sikap rendah dirinya dan beliau diangkat menjadi raja dari para wali di muka bumi.

Baca Juga:  Kisah Cinta dan Patah Hati Salman al-Farisi, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa, pada saat mengajar para santrinya, beliau pernah berkata, “Kakiku ini berada di atas lehernya seluruh para wali,” dan perkataannya didengar oleh seluruh wali di penjuru dunia, lalu mereka berikrar “samina wa atha’na.”

Akan tetapi ada kisah menarik terkait kewalian Syaikh Abdul Qadir Jaelani yang ternyata dikalahkan oleh seorang perempuan. Dikisahkan suatu ketika Ghautsul A’zham Sulthanul Auliya’ Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, sedang berada di lingkungan Masjidil Haram.

Saat berada di sana, beliau (Syaikh ‘Abdul Qadir) merasa takjub ketika melihat seorang perempuan yang tengah melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah namun hanya dengan satu kakinya saja.

Setelah mukhasyafah, Syaikh ‘Abdul Qadir lalu paham bahwa wanita tersebut bukanlah orang biasa, melainkan pastilah seorang Wali. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kemudian mencoba melihat maqam atau kedudukan sang wanita waliyyah tersebut.

Beliau melihat ke maqom pertama, tak dijumpainya ruuhaniyyah wanita itu. Ke maqom di atasnya, tak ada. Ke maqom di atasnya lagi, tak ada…dan di atasnya lagi…tak ada pula… Hingga sampai mendekati maqam Ghautsiyyah beliau sendiri, juga tidak ada.

Baca Juga:  Kemaksuman Nabi Muhammad: Kisah Nabi Muhammad yang Terjaga dari Kemaksiatan

Akhirnya, beliau menyerah dan berdoa memohonlah ke Hadirat Allah SWT.

“Yaa Allah, siapakah wanita ini yang tak dapat kulihat maqam wilayahnya?” (Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Jailani terkenal dengan ucapannya ‘Kakiku berada di leher para Awliya”’)

“Yaa, ‘Abdal Qadir, ikutilah wanita itu bila engkau ingin mengetahui maqam wilayahnya”

Sang Sultanul Auliya pun kemudian membuntuti wanita tersebut. Hingga akhirnya beliau mengetahui bahwa ternyata, wanita itu sebenarnya kaki yang satunya tidaklah buntung. Yang terjadi ialah, wanita tersebut sebenarnya tengah menyusui anaknya.

Anaknya yang kekenyangan tertidur di pangkuan kakinya. Lalu dengan karamahnya sang waliyullah perempuan ini ‘memutus’ sementara satu kakinya agar sang anak tak terbangun. Sementara ia pun menuju Masjidil Haram untuk berthawaf dengan hanya satu kaki. Dan ketika kembali ke anaknya yang masih terlelap dalam tidur, ia pun menyambungkan lagi kaki tadi.

Baca Juga:  Kisah Wafatnya Sayyidah Aisyah Istri Nabi di Bulan Ramadhan

Subhanallah. Itulah wilayah kewalian seorang wanita yang dicapai melalui keibuannya. Kaum arifin mengatakan bahwa dengan istiqomah taat kepada suami, serta sabar merawat anaknya para ibu sebenarnya sangat dekat dengan derajat kewalian.

Apabila seorang ibu mengasihi anaknya maka saat itulah ia sedang menyaksikan sifat Rahman dan sifat Rahimnya Allah Subhanahu wataala. Semoga kisah ini semakin membuka hati kita semua untuk selalu berbakti dan taat kepada orang tua, terutama Ibu. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik