KH. Abdul Hamid bin Isbat, Ulama Madura yang Dihormati Penduduk Kota Mekkah

KH. Abdul Hamid bin Isbat, Pamekasan

Pecihitam.org – Pulau Madura terus menerus diharumi dengan sosok ulama kharismatik, salah satunya KH Abdul Hamid bin Isbath, seorang ulama yang ahli di bidang Ilmu Fiqih dan dikenal sebagai seorang waliyullah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nama beliau ini tidak asing di kalangan santri dan penduduk Madura. Beliau merupakan putra kelima KH. Isbat, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Banyuanyar, Kabupaten Pamekasan sekitar tahun 1204 H/1787 M.

KH Abdul Hamid memiliki kecerdasan di bidang Ilmu Fiqih dan menjadi rujukan permasalahan orang Madura pada saat itu sehingga jika ada hukum belum ditemukan jawabannya, maka orang-orang Madura bertanya kepada Kyai Hamid.

Sehingga Kyai Abdul Hamid dipercaya abahnya, KH.Isbat untuk melanjutkan perjungannya di Pondok Pesanteren Banyuanyar. Pernah suatu kejadian, kata Gus Thohir, Kiai Abdul Hamid hendak melakukan thawaf.

Baca Juga:  Mengenal Fiqih Melalui Kiai Bisri Syansuri

Sebagaimana lumrahnya, melakukan ibadah masuk di tanah suci butuh perjuangan, harus rela berdesakan. Istimewanya, semua jemaah haji ketika itu menepikan diri, memberi jalan untuk Kiyai Hamid berthawaf.

Jika seorang ulama sudah sangat mencintai Rabnya, sesuatu yang mustahil bisa terjadi. Ini contohnya, saat Kiyai Abdul Hamid wafat tahun 1352 H/1931 M, enam tahun setelah wafatnya Syaichona Kholil, atau lima tahun setelah berdirinya Nahdhatul Ulama (NU) di kawasan Pemakaman Ma’la, Kota Mekkah.

Kota Mekah menjadi sepi. Orang-orang yang berjualan meninggalkan tempatnya sembari penduduk di sana mengahantarkan jenazah Kiyai Hamid. Kota Mekkah dikenal dengan tradisi atau adat istiadat yang berbeda dengan Indonesia.

Apabila ada orang yang meninggal, setelah dapat 80 hari kubur dibongkar kembali dan dijadikan tempat pemakaman orang yang baru meninggal, dikarenakan keterbatasan tempat di sana.

Baca Juga:  Biografi Imam An Nasai Pengarang Kitab Sunan An Nasai

Kiyai Hamid ini lagi-lagi menampakan kewaliyanya kepada penduduk Kota Mekkah. Ketika kuburan Kyai Hamid hendak dibongkar dan ingin digantikan dengan jenazah baru, keajaiban terjadi.

Jenazah Kyai Hamid ditemukan dalam bersujud dalam kuburnya. Sorang pekerja ini mengumumkan bahwa ada seorang waliyullah yang sedang bersujud di pusaranya.

Lantas para pekerja menutup kembali pemakaman dan tidak melanjutkan demi menghormati Wali Allah, KH.Abdul Hamid.

Pernah suatu malam, santri Banyuanyar bermimpi melihat Kyai Hamid. Beliau pun memberikan pesan.
Sènga’ sènga’, patako’ ka Allah (Ingat, ingat, takutlah kepada Allah).”

Pesan itu sangat dalam maksudnya. Karena sejatinya ulama yang memiliki karomah dan keistimewaan itu bersumber dari ketakwaan kepada Allah SWT. Jika sudah bertakwa, maka Allah mengabulkan segala hajat dan keinginanya baik dunia maupun akhirat.

Baca Juga:  Syaikh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik): Penyebar Islam Tertua di Nusantara
Faisol Abdurrahman