Mengenal KH Bisri Mustofa: Ayahanda Gus Mus, Ulama yang Dijuluki Singa Podium

kh bisri mustofa

Pecihitam.org – Mungkin dari kita sudah banyak yang mengenal seorang kiai karismatik asal Rembang Jawa Tengah yang bernama KH Ahmad Musthofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus. Namun masih kurang afdol rasanya kalau kita tidak sekalian mengenah ayah beliau yaitu KH Bisri Mustofa. Ya,, nama asli Gus Mus dan ayahnya memang hampir sama, dan punya kiprah yang hampir sama pula.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

KH Bisri Mustofa, ayahanda Gus Mus, hidup dalam tiga zaman, yaitu zaman penjajahan, zaman pemerintahan Soekarno, dan masa Orde Baru. Kiai Bisri Musthofa merupakan satu di antara ulama Indonesia yang memiliki karya besar. Beliaulah sang pengarang kitab tafsir al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz.

Kitab tafsir al Ibriz ini selesai beliau tulis pada tahun 1960 dengan 2270 halaman yang terbagi ke dalam tiga jilid besar. Bukan hanya itu saja, bahkan masih banyak karya-karya di bidang lain yang dihasilkan KH. Bisri Musthofa, seperti tauhid, fiqih, tasawuf, hadits, tata bahasa Arab, sastra Arab, dan lain-lain.

Daftar Pembahasan:

Nasab KH Bisri Mustofa

KH Bisri Mustofa lahir pada tahun 1915 di desa Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah dengan nama asli Masyhadi. Adapun asal mula nama Bisri ia pilih sendiri sepulang dari menunaikan ibadha haji di kota suci Mekah.

KH Bisri Mustofa adalah putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan isteri keduanya yang bernama Hj. Khadijah.

Saat usianya 20 tahun, KH Bisri Mustofa dinikahkan oleh gurunya yang bernama Kiai Cholil dari Kasingan dengan seorang gadis bernama Ma’rufah (saat itu usianya 10 tahun), yang tidak lain adalah puteri Kiai Cholil sendiri.

Dari pernikahan inilah, KH Bisri Mustofa dianugerahi delapan anak, yaitu Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah. Dari kedelapan putranya, Cholil (KH. Cholil Bisri) dan Musthofa (KH. Musthofa Bisri) adalah dua putera Kiai Bisri yang hingga kini paling dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan pesantren yang dimilikinya.

KH Bisri Mustofa wafat pada 16 Februari 1977 di usia 63 tahun, . Ketika itu, warga Indonesia sedang menyongsong pemilu 1977 pada masa Orde Baru.

Pendidikan

Bisri Musthofa yang lahir dalam lingkungan pesantren, sejak umur tujuh tahun, beliau belajar di sekolah Jawa “Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, Bisri Musthofa tidak menyelesaikan sekolahnya, karena ketika hampir naik kelas dua ia diajak oleh orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekkah.

Baca Juga:  Kisah Waliyullah, Imam Ja’far Shadiq; Karomah dan Kalam Hikmahnya

Rupanya, inilah masa di mana beliau harus merasakan kesedihan mendalam, karena sang ayah menderita sakit di sepanjang pelaksanaan ibadah haji dan dalam perjalanan pulang di pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat.

Sepulang dari tanah suci, KH.Bisri Mustofa kembali melanjutkan pendidikannya di Holland Indische School (HIS) di Rembang. Tak lama kemudian ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil (guru di pondoknya) dengan alasan sekolah itu milik Belanda. Akhirnya ia kembali lagi ke sekolah “Angka Loro” sampai mendapatkan serifikat dengan masa pendidikan empat tahun.

Pada usia 10 tahun (tepatnya pada tahun 1925), KH. Bisri Musthofa melanjutkan pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Kemudian pada tahun 1930, ia melanjutkan belajar di pesantren Kasingan pimpinan Kiai Cholil.

Satu tahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan putrinya yang bernama Marfu’ah itu, K. Bisri Mustofa berangkat Haji lagi ke Mekkah bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari Rembang.

Akan tetapi, seusai menjalankan ibadah haji, KH. Bisri Musthofa memutuskan untuk tidak pulang ke tanah air, melainkan memilih bermukim di Mekkah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.

Di Mekah, beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-guru beliau terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim disana.Adapun secara keseluruhan, guru-guru beliau di Mekah adalah:

  1. Syeikh Baqir, asal Yogyakarta. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Lubbil Ushul, ‘Umdatul Abrar, Tafsir al-Kasysyaf.
  2. Syeikh Umar Hamdan al-Maghriby. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab hadits Shahih Bukhari dan Muslim.
  3. Syeikh Ali Maliki. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab al-Asybah wa al-Nadha’ir dan al-Aqwaal al-Sunnan al-Sittah.
  4. Sayid Amin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Ibnu ‘Aqil.
  5. Syeikh Hassan Massath. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Minhaj Dzawin Nadhar.
  6. Sayid Alwi. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar tafsir al-Qur’an al-Jalalain.
  7. KH. Abdullah Muhaimin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Jam’ul Jawami’.

Setelah lebih dari dua tahun menuntut ilmu di Mekah, tepatnya pada tahun 1938, Kiai Bisri kemudain pulang ke Kasingan atas permintaan mertuanya. Setahun kemudian, Kiai Kholil (mertuanya) wafat. Sejak itulah KH. Bisri Mustofa menggantikan posisi guru dan mertuanya itu sebagai pemimpin pondok pesantren.

Dalam mengajar para santrinya, beliau melanjutkan sistem yang dipergunakan kiai-kiai sebelumnya yaitu menggunakan sistem balah (bagian) menurut bidangnya masing-masing. Beberapa kitab yang diajarkan langsung kepada para santrinya seperti: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Alfiyah Ibn Malik, Fathul Mu’in, Jam’ul Jawami’, Tafsir al-Qur’an, Jurumiyah, Matan ‘Imrithi, Nadham Maqshud, ‘Uqudil Juman, dan lain-lain.

Baca Juga:  Sambut Pelantikan Presiden-Wapres, Ini Pesan Gus Mus Untuk Jokowi dan Kiai Ma'ruf

Di samping mengajar di pesantren, beliau juga aktif dalam mengisi pengajian keagamaan di masyarakat. Penampilannya di atas mimbar selalu mempesona para jamaah, sehingga beliau sering diundang untuk mengisi ceramah dalam berbagai kesempatan di luar daerah Rembang, seperti Kudus, Demak, Lasem, Kendal, Pati, Pekalongan, Blora dan daerah-daerah lain di Jawa tengah.

Murid-muridnya

KH Bisri Mustofa memiliki banyak sekali murid. Di antara murid-muridnya yang menonjol antara lain adalah:

  1. KH. Saefullah (pengasuh sebuah pesantren di Cilacap Jawa Tengah).
  2. KH. Muhammad Anshari (Surabaya).
  3. KH. Wildan Abdul Hamid (pengasuh sebuah pesantren di Kendal).
  4. KH. Basrul Khafi.
  5. KH. Jauhar.
  6. Drs. Umar Faruq SH.
  7. Drs. Ali Anwar (Dosen IAIN Jakarta).
  8. Drs. Fathul Qorib (Dosen IAIN Medan).
  9. H. Rayani (Pengasuh Pesantren al-Falah Bogor), dan lain-lain.

Karya-karya KH Bisri Mustofa

Sebagai ulama yang cukup aktif menulis, Kiai Bisri mempunyai banyak sekali karya. Jumlah karya tulisan yang beliau tinggalkan mencapai lebih kurang 54 buah judul. Sedangkan karya beliau yang paling monumental adalah Tafsir al-Ibriz, dan kitab Sulamul Afham.

Adapun karya-karya KH Bisri Mustofa jika diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan adalah sebagai berikut:

Bidang Tafsir

Selain tafsir al-Ibriz, KH. Bisri Musthofa juga menyusun kitab Tafisr Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat sehingga mudah digunakan para santri. Termasuk karya beliau dalam bidang tafsir ini adalah kitab al-Iksier yang berarti “Pengantar Ilmu Tafsir” yang memang sengaja ditulis untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir.

Bidang Hadits

  1. Kitab Sulamul Afham, di dalamnya memuat hadits-hadits hukum syara’ secara lengkap dengan keterangan yang sederhana.
  2. Kitab al-Azwad al-Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadits Arba’in an-Nawawi untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah.
  3. Kitab al-Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah al-Hadits yang berbentuk nadham yang diberi nama.

Bidang Aqidah

  1. Kitab Rawihatul Aqwam
  2. Kitab Durarul Bayan

Keduanya merupakan karya terjemahan kitab tauhid/aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipelajari oleh para santri pada tingkat pemula (dasar).

Bidang Syari’ah

  1. Kitab Sullamul Afham li Ma’rifati al-Adillatil Ahkam fi Bulughil Maram.
  2. Kitab Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik Haji.
  3. Kitab Islam dan Shalat.

Bidang Akhlak dan Tasawuf

  1. Kitab Washaya al-Abaa’ lil Abna
  2. KItab Syi’ir Ngudi Susilo
  3. Mitra Sejati
  4. Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (syarah dari Qashidah al-Munfarijah karya Syeikh Yusuf al-Tauziri dari Tunisia)
Baca Juga:  Ustadz Abdul Somad; Profil Lengkap, Keilmuan, Karya Hingga Kontroversi

Bidang Ilmu Bahasa Arab

  1. Jurumiyah
  2. Nadham ‘Imrithi
  3. Alfiyah ibn Malik
  4. Nadham al-Maqshud.
  5. Syarah Jauhar Maknun

Ilmu Mantiq (Logika)

Karya beliau dalam bidang ini adalah Kitab Tarjamah Sullamul Munawwaraq, memuat dasar-dasar berpikir yang sekarang lebih dikenal dengan ilmu Mantiq atau logika. Isinya sangat sederhana namun sangat jelas, praktis dan mudah dipahami.

Bidang Sejarah

  1. Kitab An-Nibrasy
  2. Kitab Tarikhul Anbiya
  3. Kitab Tarikhul Awliya.

Bidang-bidang Lain

  1. Buku tuntunan bagi para modin berjudul Imamuddien.
  2. Tiryaqul Aghyar merupakan terjemahan dari Qashidah Burdatul Mukhtar.
  3. al-Haqibah, kitab kumpulan do’a yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
  4. Buku kumpulan khutbah al-Idhamatul Jumu’iyyah.
  5. Islam dan Keluarga Berencana.
  6. Buku cerita humor Kasykul.
  7. Syi’ir-syi’ir, Naskah Sandiwara, Metode Berpidato, dan lain-lain.

Sang Orator

Selain sebagai ulama yang gemar menulis, KH. Bisri Musthofa juga dikenal sebagai seorang orator atau ahli pidato. Menurut KH. Saifuddin Zuhri, Kiai Bisri mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi begitu gamblang, mudah diterima semua kalangan baik orang kota maupun desa.

Kiai Bisri Musthofa memang “sosok yang luar biasa pada zamannya (faridu ashrihi). Bukan hanya keilmuannya yang luas, namun juga daya tariknya, daya simpatik dan daya pikat yang memukau siapa saja yang berhadapa dengan beliau.

Kiai Bisri Musthofa juga dikenal sebagai orator yang kondang, bahkan beliau sering memberikan ceramah di berbagai daerah. Kemampuan komunikasi yang handal di atas panggung, menjadikan beliau sering disebut sebagai ‘Singa Podium’

Dalam pidato Kiai Bisri banyak hal-hal yang berat menjadi begitu ringan, sesuatu yang membosankan menjadi mengasyikkan, sesuatu yang kelihatannya sepele menjadi amat penting, berbagai kritiknya sangat tajam, meluncur begitu saja dengan lancar dan menyegarkan, serta pihak yang terkena kritik tidak marah karena disampaikan secara sopan dan menyenangkan.

Sumber: Ensiklopedia Nahdlatul Ulama

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik