KH. Hamdani Mu’in dan Urgensi Thariqah di Kalangan Mahasiswa Indonesia

kh hamdani mu'in

Pecihitam.org – Dalam dunia Islam, Tasawuf menjadi salah satu ruh dalam agama. Adapun dalam tradisi NU, kajian tasawuf biasa disebut dengan thoriqoh. Biasanya tradisi tasawuf semacam ini lebih dikenal dikalanagan warga atau masyarakat yang sudah lanjut usia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun pandangan seperti ini telah dibantah oleh adanya organisasi MATAN ( Mahasiswa Ahlith Thariqah Al- Mu’tabarroh An-Nahdliyah ). Dibawah asuhan Habib Luthfi sebagai Rais ‘Amm JATMAN ( Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah ).

Gagasan MATAN bermula pada kegelisaan para ulama mengenai perkembangan mahasiswa yang tidak diimbangi dengan thariqah atau tasawuf.  Pentingnya pembelajaran tasawuf di kalangan muda juga dikuatkan oleh Habib Lutfhi, “ Tasawuf bertujuan untuk mendalami etika dan pengormatan terhadap guru. Baik guru yang ada di kampus atau pesantren”.

Kemudian KH. Hamdani Mu’in menambahkan bahwa, pentingnya MATAN dikalangan mahasiswa diharapkan bisa membentengi diri dari aliran-aliran radikal.

MATAN ( Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al- Mu’tabarroh An-Nahdliyah) pertamakali digagas oleh KH. Hamdani Mu’in seorang pemikir Islam dan ilmuan dari Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang pada tanggal 2 Agustus 2009 dihalaman kediaman Habib Luthfi bin Ali bin Yahya, Pekalongan.

Baca Juga:  Sejarah Modernisasi Agama dan Kebangkitan Politik di Dunia Islam

Setelah mendapatkan gagasan tersebut, kemudian ia menemui Habib Luthfi. Diskusi intensif pun berlanjut bersama Habib Luthfi, Rais ‘Aam JATMAN, masih di kediaman beliau, tepatnya pukul 21.00 – 22.30 WIB. Alhamdulillah, gagasan dan visi pergerakan mahasiswa tersebut disambut beliau dengan penuh apresiatif.

Bahkan setelah mendengarkan deskripsi tentang fenomena pergerakan mahasiswa yang cenderung radikal dan pragmatis, dengan spontan, Habib Luthfi mengatakan: “Kita dirikan MATAN!”. Ditanya oleh Dr. Hamdani, “Apakah MATAN itu Bah?”, beliau menjawab, “MATAN itu singkatan Mahasiswa Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah.”

Sejak itulah KH. Hamdani mulai memantapkan diri untuk melajutkan gagasannya. Kemudian ia melanjutakn untuk silahturahmi kepada ulama-ulama NU yang ada dibeberapa wilayah di Jawa. Seperti, KH. Dimyati Kaliwungu, KH. Sahal Mahfudz, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus), KH. Maemun Zubaer.

Di samping KH. Hamdani meminta restu dari para masyayikh NU, ia juga mengsosialisasikan MATAN kepada pejabat pemerintahan, seperti Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Prof. Muhammad Nuh, Menteri Agama (Menag) H. M. Maftuh Basuni, Menteri Kehutanan MS Ka’ban dan Pangdam IV Diponegoro.

Baca Juga:  Perihal Nonton Film Korea, Bagaimana Pandangan Islam?

Sehingga seiring dengan berjalannya waktu dan banyaknya masukan Habib Luthfi kepada KH. Hamdani, akhirnya pada tanggal 16-20 Januari 2012 MATAN (Mahasiswa Ahlith Thariqah Al- Mu’tabarroh An-Nahdliyah ) lahir dan disepakati oleh para ulama NU diacara Muktamar Jatman ke-11.

Harapan Habib Lutfhi “lahirnya MATAN didasari dengan niat suci, ikhlas untuk berjuang bukan hanya dorongan hawa nafsu dan euforia semata”. Dari ungkapan Habib Luthfi tersebutlah, KH. Hamdani dengan penuh semangat mengibarkan MATAN dibeberapa tempat perguruan tinggi yang ada di Semarang, Yogyakarta, Jakarta, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur dan beberapa tempat di luar Jawa.

Sesuai dengan visi dan misi MATAN yaitu mengupayakan lahirnya generasi penerus dan calon pemimpin bangsa yang memiliki ketajaman intelektual, kedalaman spiritual, dan kearifan lokal sebagai basis untuk membangun dan menegakan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tidak hanya itu, dalam pengembangan misi MATAN juga mempertahankan Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD 45 dan menanamkan pendidikan tasawuf atau thariqah kepada mahasiswa dan nilai-nilai kearifan lokal yang bertujuan supaya mahasiswa mempunyai akhlak mahmudah.

Baca Juga:  Fenomena Crosshijaber dan Patologi Beragama

Penulis mempunyai pandangan bahwa, pentingnya pelajaran atau pembelajaran tasawuf ( thariqah ) kepada mahasiwa. Hal tesebut bertujuan supaya para generasi penerus bangsa Indonesia, mempunyai keseimbangan baik dalam bidang intelektual, spiritual dan nasionalisme.

Sehingga kedepan para mahasiswa dapat menjadi pemimpin yang jujur, adil bertakwa dan juga mempunyai semangat juang serta pengabdian kepada bangsa Indonesia.

M. Dani Habibi, M. Ag