“Wekel ngaji supaya dadi wong pinter, Wekel jama’ah supaya dadi wong bener [Rajin ngaji supaya jadi orang pintar, rajin berjama’ah supaya jadi orang benar]” (KH Muhammad Sanusi)
KH Muhammad Sanusi merupakan salah satu kiai yang berperan penting dalam proses perkembangan Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, pondok pesantren yang berada di Ujung Barat Kab. Cirebon.
Peran KH Muhammad Sanusi juga sangatlah besar dalam kebangkitan Pondok Pesantren Babakan pasca diserang oleh Belanda pada tahun 1954. Dalam buku Babankana Karya KH. Zamzami Amin dikatakan kalau Kiai Sanusi membangun kembali Pesantren Babakan dari nol setelah terjadi kekosongan akibat serangan belanda yang mencoba untuk kembali menjajah bangsa ini.
KH Muhammad Sanusi dikenal dengan sebutan ‘Mbah Sanusi’ oleh seluruh warga dan santri Babakan. Mbah Sanusi merupakan salah satu santri setia dari KH. Amin Sepuh Babakan. Beliau adalah orang yang selalu menemani Kiai Amin Sepuh kemanapun Kiai Amin Sepuh pergi.
Berdasarkan keterangan dari Cucu Mbah sanusi Yakni Kiai Busyeri Ma’mun adalah bahwa mbah tidak pernah mau untuk menggantikan Kiai Amin Sepuh dalam menjadi Imam Sholat sekalipun Kiai Amin Sepuh sendiri yang menyuruhnya. Jadi mendahulukan adab dari pada ilmu itu tertanam betul dalam diri mbah sanusi.
Mbah Sanusi bukan merupakan warga babakan asli melainkan seorang santri yang berasal dari Windu Haji Kuningan Jawa Barat. Sewaktu kecil Mbah Sanusi bernama Markab, beliau adalah putra dari pasangan K. Agus Ma’ani bin Aki Natakariya dan Ny. Asnita Binti Kuwu kauri. Beliau merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara pasangan K. Agus dan Ny. Asnita.
Mbah Sanusi mengawali pendidikan agama pada ayahnya sendiri kemudian belajar pada Kiai Ghozali Cikedung pada usia 10 tahun. Dalam pembelajaran pada kiai Ghozali ini sudah mulai terlihat kecerdasan dari mbah kecil. Mbah kecil mampu menjawab pertanyaan faroid dari kiai Ghozali dalam usia yang masih 10 tahun tersebut. Padahal diantara teman-temannya mbah sanusi memiliki tubuh yang paling kecil.
Setelah selesai belajar pada Kiai Ghozali kemudian mbah sanusi melanjutkan belajar pada Kiai Daman Huri Pakebon selama kurang lebih 6 Bulan. Baru setelah dari pakebon Mbah Sanusi melanjutkan ke Pesantren Sarajaya sindang laut Cirebon. Di Sindang Laut ini Mbah belajar kepada Kiai Zen yang waktu itu Usianya sudah sepuh yakni 78 tahun.
Dari Pesantren sarajaya inilah keistimawaan mbah semakin terlihat. Sebab Kiai Zain menyuruh mbah sanusi untuk tidur satu kamar dengan Kiai Zain.
Selain satu kamar dengan kiainya mbah sanusi juga ikut membantu berbagai macam kegiatan pondok pesantren termasuk dilibatkan dalam mengajar santri-santri waktu itu. Padahal Mbah sanusi belum satu tahun berada di pondok-pesantren sarajaya. Hingga akhirnya setelah setahun lebih mbah sanusi dijodohkan oleh kiainya sendiri dengan Nyai Kona’ah binti H. Ma’ruf yang ternyata masih saudara dengan kiai Zen sendiri.
Namun setelah menikah dengan Nyai Kona’ah mbah sanusi masih haus akan Ilmu sehingga ikatan pernikahan tidak menyurutkan keinginan mbah sanusi untuk terus mencari Ilmu. Sehingga setelah menikahpun mbah sanusi teap melanjutkan mesantren ke Cikalong Tasikmalaya tentu saja dengan izin Istri, guru serta mertuanya.
Pada tahun 1922 M setelah dari Cikalong mbah sanusi mesantren di Babakan Ciwaringin Cirebon. Dan untuk lebih focus dalam belajar mbah sanusipun menalak Nyai Kona’ah setelah memohon Izin dari Istri dan Mertunya. Karena tingginya keinginan mbah sanusi dalam menuntut ilmu sehingga membuat mbah sanusi lebih menonjol daripada santri yang lain.
Pada saat itu Pondok Pesantren Babakan diasuh oleh Kiai Dawud, Kiai Ismail, Kiai Muhammad dan Kiai Amin sepuh. Lurah pondoknya waktu itu adalah Kiai Nawawi dari Pinangraja Majalengka. Kecerdasan mbah sanusi yang menonjol tersebut akhirnya menjadi perhatian para pengasuh, sehingga setelah mbah sanusi diangkat menjadi lurah pondok pada tahun 1926 M mbah sanusi dinikahkan dengan Nyai Sa’adah Binti KH Ali Bin K. Masinah, nyai sa’adah merupakan janda dari K. Halif Lontangjaya yang masih menjadi kakak ipar dari Kiainya sendiri sehingga dari situ maka menetaplah mbah sanusi di Babakan Ciwaringin Cirebon.
Mbah Sanusi kemudian juga menciptakan Motto yang kemudian jadi Jimat (Pegangan) bagi para Santri-santrinya. Yakni “Wekel Jama’ah Supaya dadi wong pinter Wekel Jama’ah supaya dadi wong bener” Artinya adalah “Rajin Mengaji Supaya jadi Orang Pintar dan Rajin Berjama’ah Supaya jadi orang benar”.
Dalam bukunya Akhmad Rofahan (Genealogi Pesantren di Cirebon) dan Bukunya KH Idham Kholid (KH.M.Sanusi Al-babakani, Filsafat, Nilai Keagamaan dan Perjuangan) dikatakan jikalau Mbah sanusi juga memiliki berbagai macam karya diantaranya adalah :
- Jadwal Sholat Abadi yang dibuat pada tahun 1359 H dan banyak digunakan di Masjid-masjid wilayah tigab Cirebon (Cirebon Indramayu Majalengka dan Kuningan).
- Kitab Al-adab fiddurus Al-auliyah Fil Akhlaq Al-Mardliyyah, yang menjelaskan tentang Adab atau Tatakrama.
- Kitab Tanwirul Qulub kitab yang berbentuk Syair dan membahas tentang Ajaran-ajaran Keimanan.
- Kitab At-Tabsyir Wattakhdzir, yakni kitab yang membahas tentang alam-alam Akhirat.
- Kitab Busyrol Anam Bifadhoil Al-ahkam As-Syiam ‘ala Madzahibul ‘Aimmah Al-Arba’ah Al-‘Alam yang menjelaskan tentang Ibadah Puasa dan Keutamaannya.
- Arkanu Al-Kalam Fi Syi’ri ‘Ilmu An-Nahwi Billughoti Al-Jawiyah yang membahas tentang Ilmu Nahwu.
- Kitab Tadzkiroh Al-Ikhwan, yang membahas tentang Aqidah Akhlak dan berbentuk Syair.
- Kitab Bab Al-Jum’ah Wa Al-Dzuhur, mengupas tentang Sholat Jum’at dan Dzuhur.
- Kitab Fasholatan adalah kitab yang membahas tentang seputar doa-doa dan Niat Sholat.
Dan masih banyak lagi karya daripada KH Muhammad SanusiAl-Babakani.
Demikian semoga bermanfaat bagi sahbat pembaca Pecihitam.org sekalian. Tabik!