Kini, Sertifikasi Halal Bukan Lagi Wewenang MUI

Kini, Sertifikasi Halal Bukan Lagi Wewenang MUI

Pecihitamonline.com – Pemerintah melalui Kementerian Agama resmi mengukuhkan berdirinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dengan berdirinya BPJPH ini maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak lagi memiliki kewenangan untuk penerbitan sertifikasi produk halal.

“Pelayanan sertifikasi dan pengawasan Jaminan Produk Halal harus menerapkan secara konsisten prinsip integritas, transparansi, terbebas dari praktik pungutan liar dan gratifikasi,” kata Menteri Agama, Lukman Hakim Saefuddin, saat peresmian Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (11/10).

Seperti diketahui, penerbitan sertifikasi produk halal sebelumnya dilakukan oleh MUI. Keberadaan BPJPH sebagai badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH).

Badan ini diharapkan menjadi stimulan untuk membangkitkan perkembangan industri halal di Tanah Air yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Saya berharap BPJPH segera mengonsolidasikan tugas dan fungsi badan ini baik menyangkut perangkat kelembagaan, infrastruktur regulasi, prosedur kerja, layanan sertifikasi, sistem pengawasan maupun aspek pengembangan kerja sama domestik dan global,” ujar Menag.

Baca Juga:  BIN dan Lemhanas Tekankan Sterilisasi Bagi Prajurit TNI yang Terpapar Radikalisme

Lukman menegaskan bahwa peran MUI dalam sertifikasi halal tetap penting. Menurutnya, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI mempunyai tiga kewenangan.

Pertama, mengeluarkan fatwa kehalalan suatu produk. “Jadi, sebelum BPJPH mengeluarkan label halal, terlebih dahulu harus mendapatkan fatwa kehalalan dari MUI. Artinya, fatwa halal tetap menjadi domain MUI,” tegas.

Kedua, melakukan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal. “Menjadi kewenangan dan keputusan MUI, apakah sebuah lembaga lolos sebagai Lembaga Pemeriksa Halal atau tidak,” kata Menag.

Ketiga, auditor-auditor yang bergerak dalam industri halal harus dapat persetujuan MUI. Badan yang lahir berdasarkan amanat UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal ini juga harus proaktif melakukan penguatan basis kerja sama dan pengembangan diplomasi halal, baik pada level nasional maupun global.

Baca Juga:  FPI Sebut Haddad Alwi Perlihatkan Simbol Syiah Saat Selawat di Sukabumi

Penguatan kerja sama itu antara lain dilakukan dengan kementerian dan lembaga terkait, serta Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja sama dengan LPH, misalnya, bisa dilakukan dalam hal pemeriksaan dan/ atau pengujian produk.

Global Islamic Economy Indicator 2017 merilis bahwa Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara konsumen industri halal terbesar di dunia. Indonesia menempati peringkat nomor satu di dunia dalam belanja makanan halal.

Di sektor pariwisata halal, Indonesia berada di urutan nomor lima di dunia. Sementara untuk obat-obatan dan kosmetika halal serta keuangan syariah, Indonesia menempati peringkat keenam dan kesepuluh di dunia.

“Ke depan, pemerintah menginginkan Indonesia bisa masuk kategori 10 besar negara produsen halal dunia,” jelas Lukman.

Baca Juga:  Soal Video Salib, Ustad Abdul Somad Dipanggil MUI

Sementara itu, Ketua MUI, Ma’ruf Amin, berharap proses pengurusan produk halal ke depannya lebih baik, terlebih lagi setelah adanya dukungan undang-undang.

Ma’ruf menyatakan siap mendukung langkah pemerintah dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Menurutnya, keberadaan BPJPH akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum tentang produk-produk halal yang selama ini berjalan. “Karena selama ini MUI hanya memiliki kewenangan menyertifikasi, tidak untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum,” pungkasnya.

(Sumber: koran-jakarta.com)

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *