Kisah Imam Syafii Pernah Sinis dengan Gurunya yang Kaya Raya

imam syafii dan imam malik

Pecihitam.org – Pada awalnya sebelum menjadi ulama besar, Imam Syafi’i selalu sinis kepada orang saleh yang kaya, bahkan kepada salah satu gurunya, Imam Malik. Imam Malik pengarang Kitab al Muwatta‘ ini adalah seorang ulama yang kaya raya di Madinah kala itu. Bajunya selalu bagus. Karpet di rumahnya begitu mewah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Melihat itu semua, Imam Syafi’i sempat janggal dan suudhon kepada gurunya. “Orang saleh kok memiliki harta banyak.” Kata Imam Syafi’i dalam hati.

Imam Malik yang mengetahui isi hati muridnya hanya tersenyum saja.

Setelah sekian waktu belajar kitab al Muwatta’ kepada Imam Malik, Imam Syafi’i pun bertanya, “Aku sudah selesai belajar denganmu ya Syaikh. Lalu kepada siapa lagi aku akan belajar?”

“Seandainya Imam Abu Hanifah masih hidup, belajarlah kepadanya. Tapi karena beliau sudah wafat, belajarlah kepada sahabatnya. Namanya Muhammad bin Hasan Al-Saibani di negeri Irak,” jawab Imam Malik.

Baca Juga:  Doa Nabi Muhammad Pada Pernikahan Putrinya

Imam Syafi’i begitu patuh pada perintah Imam Malik. Ketika hendak pergi belajar ke kediaman Muhammad bin Hasan di Irak, Imam Malik dengan cuma-cuma memberikan beberapa dinar kepada Imam Syafi’i sebagai bekal untuk belajar. Sekarang ibaratnya seperti beasiswa. Kurang lebih jika dihitung dengan kurs rupiah sekarang ini, uang yang diberikan oleh Imam Malik senilai lima puluh juta rupiah.

Setelah menerima beasiswa dari Imam Malik gurunya, Imam Syafi’i mulai berpikir ulang dengan prasangkanya, “Guru-guruku yang miskin tak pernah memberiku bekal seperti ini. Jangan-jangan orang saleh yang punya uang banyak itu memang lebih baik.” Batin Imam Syafii.

Walaupun demikian, Imam Syafi’i tetap saja masih janggal pada orang saleh yang kaya. Sebab dalam benaknya, orang saleh itu lebih pasnya tak perlu memikirkan dunia dan hidup sederhana.

Baca Juga:  Fatwa Abu Nawas Yang Aneh Tentang Sholat Tanpa Rukuk Dan Sujud

Sesampainya di Irak, Imam Syafii langsung menuju rumah Muhammad bin Hasan. Namun siapa sangka setelah masuk, Imam Syafii melihat di meja tamu rumah Muhammad bin Hasan, ada kepingan-kepingan emas. Muhammad bin Hasan biasa menghitung hartanya di ruang tamu.

Imam Syafii semakin janggal. Ternyata calon gurunya lebih kaya dari Imam Malik. Gelagat tidak senang Imam Syafi’i bisa dibaca oleh Muhammad bin Hasan.

“Kamu tak senang ya ada orang saleh yang kaya?” tanya Muhammad bin Hasan.

“Iya Syaikh. Saya kurang suka.”

“Ya sudah kalau begitu kuberikan saja hartaku ini kepada orang yang ahli maksiat. Bagaimana?”

“Waduh. Jangan begitu, Syaikh. Malah bahaya nanti kalau uangnya diberikan ke ahli maksiat.”

“Kalau begitu. Berarti tak apa-apa kan bila ada hamba Allah yang saleh kaya?” tanya Muhammad bin Hasan lagi.

Baca Juga:  Karomah Umar bin Khattab di Hari Jumat: Komando Pasukan Perang Jarak Jauh

Imam Syafi’i mikir-mikir. Lalu dia bilang, “Iya. Tidak masalah, Syaikh. Dari pada diberikan kepada ahli maksiat dan digunakan untuk hal-hal yang berdosa. Malah repot.”

Setelah kejadian itu, Imam Syafi’i tak lagi memiliki pikiran buruk kepada orang saleh yang kaya. Beliau akhirnya menyadari bahwa pikirannya yang selami ini keliru.

*Kisah ini ada di dalam kitab Minan al-Kubro karya Imam Sya’roni.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik