Kisah Lelaki Penganut Paham Mu’tazilah Tobat di Malam Pertama

paham mu'tazilah

Pecihitam.org – Dikisahkan dahulu ada seorang laki-laki berilmu akhirnya tobat gara-gara kalah adu ilmu di malam pertama dengan istrinya. Sang istri meminta sang suaminya untuk melakukan hubungan intim sampai 70 kali.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun kemenangan sang istri hingga akhirnya sang suami bertobat malah bukan karena tantangan hubungan intim sampai 70 kalinya. Memang lelaki mana yang bisa gagah perkasa seperti itu?
Penasaran?Berikut kisah lengkapnya.

Lelaki tersebut ternyata adalah Umar bin Muhammad az-Zamakhsyari (467-538 H.). Ia adalah salah satu tokoh ulama bidang fiqih yang bermadzhab Hanafi.

Banyak para ulama di zamannya mengakui ketinggian ilmu beliau. Salah satu karyanya yang fenomenal “tafsir al kasyaf” hingga kini masih menjadi rujukan dalam disiplin tafsir al Qur’an.

Sebelumnya ia adalah penganut paham Mu’tazilah, bahkan menjadi ikon utama madzhab teologi yang digagas oleh Washil bin Atha’ ini. Hingga pada akhirnya beliau bertobat menanggalkan paham Mu’tazilah untuk kemudian menganut paham Ahlussunnah wal jamaah.

Az-Zamakhsyari yang kala itu merupakan salah satu tokoh pembesar Mu’tazilah datang menemui seorang Qadhi kota Mekah yang secara teologi menganut madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Maksud kedatangannya adalah untuk melamar puteri sang Qadhi tersebut.

Baca Juga:  Kisah Dialog antara Seorang Kyai dengan Penjudi

Pada mulanya lamaran az-Zamakhsyari ditolak mentah-mentah oleh sang Qadhi. Akan tetapi setelah sang gadis mengetahui lamaran al-Zamaksyari, ia memohon kepada sang ayah agar mau menerima lamaran itu. Atas desakan dari puterinya Sang Qadhi pun mengabulkan permintaan puterinya dan bersedia menikahkannya dengan az-Zamakhsyari.

Singkat cerita, setelah akad nikah berlangsung tibalah malam pertama bagi kedua mempelai ini. Sang istri mengatakan kepada suaminya,

“ Duhai Suamiku pujaan hatiku…sesungguhnya malam pertama ini adalah salah satu kenikmatan terbesar bagi pasangan suami isteri di dunia. Aku harap di malam yang indah ini engkau melakukannya denganku sebanyak tujuh puluh kali”. Pinta sang istri.

Az-Zamakhsyari merasa keberatan dengan permintaan istrinya tersebut. Ia menilai permintaan isterinya ini sungguh terlampau berat. Ia pun menyatakan ketidaksanggupannya melayani istrinya berhubungan intim sebanyak itu.

Baca Juga:  Tragedi Mihnah, Catatan Kelam Kekejaman Mu'tazilah dalam Sejarah Islam

Hampir tidak ditemukan laki-laki seperkasa apapun yang mampu melakukan hubungan pasangan suami istri sebanyak permintaan istrinya yang tak wajar tersebut.

Mengetahui reaksi suaminya yang tampak kewalahan, sang istri justru kembali menimpali suaminya dengan pertanyaan yang semakin memojokkan madzhab teologi yang dianut sang suami.

“Bukankah engkau mengatakan bahwa manusia mampu menciptakan perbuatannya sendiri? Sekarang aku beri dua pilihan. Kita bercinta sebanyak tujuh puluh kali atau engkau cabut dan bertaubat atas pendapatmu itu!”, desak sang istri.

“ Iya, aku akan bertobat dari pendapatku itu!”, ujar al-Zamakhsyari menyerah.

Sejak itulah, az-Zamakhsyari bertobat dari paham Mu’tazilah dan kemudian memeluk paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Istri az-Zamakhsyari lalu mempersaksikan di hadapan keluarganya bahwa suaminya telah keluar dari paham Mu’tazilah.

Istri az-Zamakhsyari berhasil menyadarkan sang suami dan membuatnya tidak berkutik. Seorang istri cerdas yang mampu mematahkan argumentasi dan paham teologi suaminya.

Sebagaimana diketahui dalam teologi Mu’tazilah mengatakan, bahwa manusia mampu menciptakan perbuatanya sendiri yang bersifat diusahakan (ikhtiariyyah) tanpa campur tangan Allah.

Baca Juga:  Karomah Rabi'ah Al Adawiyah Sang Sufi Perempuan

Berbeda dengan paham Ahlussunnah wal Jamaah yang menyatakan bahwa perbuatan hamba baik yang bersifat diusahakan maupun tidak disengaja (idltirariyyah) adalah ciptaan Allah, bukan ciptaan manusia.

Kisah az-Zamakhsyari dan istrinya di atas adalah salah satu bukti tentang keterbatasan kemampuan manusia. Bahwa manusia tidak punya daya sedikitpun untuk menciptakan perbuatannya. Baik dan buruknya perbuatan manusia pada hakikatnya Allah yang menciptakan. Walaupun manusia tetap diwajibkan untuk berikhtiar.

Sumber: Fawaid Mukhtarah, hal. 102-103 dan Tadzkirunnas, hal. 299

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *