Pecihitam.org – When Muhammad SAW feels broken heart at his first love. Tidak sekedar kisah tentang kenabian, sebagai manusia ternyata ada juga Kisah Cinta tentang Nabi Muhammad SAW. Dan tahukah kamu?, ternyata Nabi Muhammad SAW pernah jatuh cinta dan patah hati. Peristiwa itu terjadi ketika Nabi masih muda. Kisah Nabi Muhammad ini mengenai Cinta pertamanya, namun ternyata bukan Siti Khadijah ra yang menjadi cinta pertama beliau, melainkan seorang gadis asal suku Quraisy bernama Fakhitah. Siapakah sebenarnya gadis itu?
Abu Tholib paman Nabi punya beberapa putra dan putri. Di antara anak-anak Abu Tholib ada salah satu yg menarik perhatian Nabi. Ia adalah putri keempat Abu Thalib yg bernama Fakhitah binti Abu Tholib atau yg kerap dipanggil dengan Umm Hani’. Perasaan cinta pun tumbuh di antara mereka berdua.
Nabi Muhammad SAW yang ketika itu masih muda menemui Abu Tholib pamannya. Beliau pun yakin bahwa perasaan cinta ini bukan main-main belaka. Beliau pun ingin meyakinkan pamannya agar segera menikahkan mereka berdua. Lagi pula, keduanya juga telah mencapai usia menikah. Namun ternyata, Abu Thalib sudah punya rencana lain.
Bila saja waktu itu Nabi Muhammad SAW datang lebih cepat menemui Abu Thalib, bisa jadi ceritanya akan berbeda lagi. Sebelum Nabi Muhammad muda datang menemui pamannya itu, ternyata Umm Hani’ telah dilamar oleh seorang pria. Pria itu juga memiliki kemampuan yg istimewa di mata Abu Tholib dan tampak mencintai Umm Hani’ putri kesayangannya itu.
Pria itu bernama Hubayroh, putra saudara ibu Abu Thalib yg berasal dari Bani Makhzum. Hubayroh bukan sekadar pria yg kaya, tapi juga berilmu, bijak dan juga seorang penyair berbakat, sama seperti halnya Abu Thalib sendiri. Ditambah lagi, kala itu pamor dan kekuasaan bani Makhzum di Mekah sedemikian meningkat seiring dengan kian merosotnya kekuasan Bani Hasyim.
“Pamanku,” kata nabi,”mengapa kau tidak menikahkannya padaku?” tanya nabi dengan lembut.
Tatkala keponakannya itu kembali mendekati, Abu Tholib hanya tersenyum dan menjawab, “Mereka telah menyerahkan putri mereka untuk kita nikahi.”
Perkataan itu merujuk pada ibunda Nabi SAW sendiri, Aminah binti Wahab yang juga merupakan gadis dari suku yg sama dengan Hubayroh.
“Maka, seseorang pria yang baik haruslah membalas kebaikan yang sama dengan apa yang telah mereka berikan pada kita,” tambah Abu Thalib.
Akhirnya, kepada pria tersebut Umm Hani’ dinikahkan. Dan nabi Muhammad SAW pun menerima dengan lapang dada. Beliau sadar bahwa Umm Hani’ memang bukan ditakdirkan untuknya, untuk bersanding bersama dirinya. Bahkan, nabi berdoa untuk kebahagiaan mereka berdua. (Ini dia yang namanya cowok keren broo!, Nabi Muhammad walaupun patah hati tetap santuy bin legowo malah mendoakan.hehe maaf guys beliau bukan Sobat Ambyar )
Tidak lama kemudian, Nufaysah paman Khadijah ra datang menemui Nabi Muhammad SAW dan menanyakan alasan mengapa dia belum menikah. Nabi Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak memiliki apa-apa untuk dapat berumah tangga”.
Nufaysah menceritakan kepada Nabi Muhammad ada wanita cantik, terhormat, dan kaya yang menyukainya. Nama pengusaha kaya tersebut adalah Khadijah. Mendengar penjelasan itu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan kepada Nufaysah bahwa beliau tidak memiliki harta dan tidak mungkin menikahi Khadijah.
“Masalah itu serahkan kepadaku,” jawab Nufaysah. Yang terpenting bagi Nufaysah, Nabi Muhammad SAW bersedia dulu. Masalah biaya pernikahan bisa diatur belakangan.
Khadijah meminta Nufaysah pamannya untuk memanggil Nabi Muhammad SAW agar datang kepadanya. Setelah ia datang, Siti Khodijah berkata, “wahai Putra pamanku, aku mencintaimu karena kebaikanmu padaku, juga karena engkau selalu terlibat dalam segala urusan di masyarakat, tanpa menjadi partisipan. Aku menyukaimu karena engkau dapat diandalkan, juga karena keluhuran budi dan kejujuran perkataanmu.” dan setalah itulah, Siti Khadijah ra menawarkan dirinya untuk dinikahi Nabi Muhammad SAW.
Semoga kisah nabi Muhammad ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi jomblo-jombo yang patah hati sekarang ini, supaya bisa menerima kenyataan dan semoga diganti dengan yang lebih baik. Wallahua’lam Bisshawab.
Cerita ini dikisahkan dalam Kitab At-Thobaqot Al-Kabir, vol. 8. Karangan Muhammad ibn Sa’ad