Kisah Rasulullah Hormati Jenazah Yahudi, Simbol Ajaran Toleransi

kisah jenazah yahudi

Pecihitam.org – Suatu hari Rasulullah duduk di beranda rumah bersama sahabat-sahabatnya. Tiba-tiba lewatlah rombongan orang yang membawa jenazah. Rombongan itu lewat tepat di depan Rasulullah dan para sahabatnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasulullah segera berdiri seraya memberi penghormatan terakhir kepada orang yang baru meninggal itu. Melihat Rasulullah, membuat para sahabat langsung berdiri mengikutinya. Setelah rombongan terakhir lewat, Rasulullah dan para sahabatnya pun duduk kembali.

Para sahabat masih dilanda kebingungan perihal penghormatan yang dilakukan Rasulullah saw kepada jenazah Yahudi tersebut. Sahabat bertanya-tanya dalam hati, apakah Rasulullah tidak tahu kalau jenazah tersebut orang Yahudi?

Kebingungan itupun akhirnya terpecah ketika salah seorang sahabat memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, jenazah yang baru saja lewat adalah jenazah orang Yahudi” terang salah seorang sahabat.

“Setiap kali engkau melihat jenazah diiring ke liang lahat, hendaknya engkau berdiri sebagai tanda penghormatan tanpa melihat latar belakang agamanya” Jawab beliau dengan tenang.

Sungguh keluhuran budi yang kita saksikan dari sosok mulia utusan sang Pencipta. Beliau tidak hanya menebar manfaat dari ajaran Islam untuk umatnya saja, namun membuka celah pintu keindahan kepada mereka yang berbeda agama. Beliau selalu menuntun sahabatnya agar mempunyai sifat kasih sayang, tidak hanya kepada saudara seagama namun juga seluruh umat manusia.

Baca Juga:  Menerima Pemberian Non Muslim Bolehkah Hukumnya?

Hal ini sesuai syariat yang dibawa Rasulullah, yaitu pembawa rahmat bagi seluruh alam. Karena kasih sayang tidak pernah pandang bulu, baik yang beragama Islam maupun orang yang memeluk kepercayaan lainnya berhak menerima kasih sayang itu.

Islam bukanlah agama yang hanya mengutamakan aspek penyembahan tanpa memperdulikan umat manusia. Namun Islam mengajari umatnya untuk selalu menghayati makna penyembahan, yang salah satu isinya terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan. Karena salah satu puncak keberhasilan adalah tingginya sifat kemanusiaan yang dimiliki.

Rasulullah sendiri sebagai utusan, berusaha keras membangun nilai-nilai kemanusiaan manusia. Melalui sifat pemaafnya, beliau tidak henti-hentinya menyentuh lubuk hati pembencinya.

Setiap perlakuan buruk dan setiap hinaan yang dilontarkan kepada beliau, selalu berbuah manis pada senyuman dan rangkulan persaudaraan. Sampai-sampai musuh pun malu dan tidak tahu lagi bagaimana cara menyakiti beliau.

Baca Juga:  Tanda Orang yang Taqwa: Tinggalkan Hal yang Tak Berguna

Semanagat inilah yang harusnya dibawa umat Islam dimanapun mereka berada. Dan di Indonesia sendiri, kisah toleransi Rasulullah saw dalam kisah di atas dapat dijadikan tauladan untuk mengatasi konflik perpecahan yang disebabkan nilai perbedaan.

Kita pun sering menyaksikan, bagaimana agama dibuat tak berdaya oleh umatnya. Nilai-nilai yang ada didalamnya ikut luntur bersama keegoisan umatnya sendiri. Mereka membentak dengan membawa dalil agama. Mereka marah menggunakan hadits dan ayat Al-Qur’an yang ada.

Sehingga agama sering disalahkan daripada perilaku pemeluknya sendiri. Agama sering dijadikan korban atas pelanggaran nilai kemanusiaan. Sehingga umat lain menjadi takut dan menutup pintu hatinya untuk memeluk agama Islam.

Pendapat-pendapat ulama di masa perang diterapkan di zaman merebaknya perdamaian seperti ini. Tak jarang penyalahgunaan pendapat ini memancing pintu intoleransi antar agama. Rumah ibadah rusak parah dan orang-orang yang mau beribadah terhalang karenannya.

Oleh karena itu, sudah saatnya konflik-konflik ini kita akhiri. Membangun harapan baru untuk Indonesia yang penuh kedamaian tanpa penyelewengan dalil yang menyebabkan merekahkan tembok persatuan. Prinsip toleransi harus dijalankan, begitupun dengan tolong menolong harus kembali digerakkan.

Baca Juga:  Ghibah Adalah Penyakit yang Berbahaya Bahkan Dosanya Lebih Berat daripada Zina

Dengan begitu, rakyat akan bersatu dengan rasa persaudaraan. Inilah cita-cita para pahlawan terdahulu, dan harus kita terapkan di masa sekarang. Dimana sekarang kasus-kasus intoleransi kembali merajai bumi pertiwi ini dan semua orang seolah-olah terjebak dalam lingkaran pertengkaran. Maka nilai-nilai keislaman ini mutlak kita wujudkan agar Indonesia menjadi negara damai dan rakyatnya tidak tersiksa dengan pertengkaran yang terjadi.

Muhammad Nur Faizi