Kisah Sahabat Nabi Yang Ikut Hijrah Bersama Nabi

Kisah Sahabat Nabi Yang Ikut Hijrah Bersama Nabi

Pecihitam.Org – Usai ditinggal wafat sang paman Abu Thalib (619) dan istri Khadijah (620 M), Rasulullah mengalami tahun-tahun yang sulit. Dua orang yang sebelumnya menjadi pelindung Rasulullah dalam mendakwahkan ajaran Islam. Wafatnya Khadijah dan Abu Thalib membuat kafir Quraish semakin terang-terangan memusuhi Rasulullah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah. Mulai dari boikot Muhammad dan pengikutnya hingga upaya pembunuhan. Pada tahun 622 M Rasulullah dan para sahabat serta para pengikutnya diperintahkan untuk berhijrah (bermigrasi) ke Yatsrib atau Madinah. Lantas siapa saja sahabat Nabi yang ikut hijrah?

Umar bin Khatab hijrah ke Madinah bersama 20 orang sahabat Nabi lainnya yang ikut hijrah. Iyash bin Rabiah merupakan salah satu teman Umar. Sedangkan, teman Umar lainnya, Hisyam bin Ash, berhalangan hijrah.

Tatkala memasuki Madinah, mereka singgah di perkampungan Bani Amru bin Auf di daerah Quba. Sementara, Abu Jahal dan Harits bin Hisyam menyusul Iyash bin Rabi’ah, saudara sepupu mereka sekaligus saudara seibu. Abu Jahal berkata, “Wahai Iyash, ibumu telah bersumpah tidak akan menyisir rambutnya dan tidak akan berteduh dari terik matahari sampai ia melihatmu.”

Mendengar ibunya tidak mau mandi dan selalu berjemur di terik matahari, Iyash merasa kasihan terhadap ibunya. Umar mencoba untuk menenangkan Iyash dan meyakinkannya bahwa ibunya pasti akan mandi dan mesti berteduh dari terik matahari jika Iyash tidak pulang. Tetapi, Iyash yang sangat dekat dengan ibunya terpengaruh dengan bujuk rayuan Abu Jahal dan Harits. Iyash berkata, “Saya akan menemui ibuku. Saya juga masih punya harta yang tertinggal di Makkah dan saya akan mengambilnya dulu, setelah itu saya bisa kembali ke Madinah.”

Baca Juga:  Kisah Aisyah Binti Abu Bakar Istri Nabi Muhammad

Umar khawatir kalau sahabatnya itu akan menjadi murtad karena tidak kuat menghadapi tekanan dari ibu dan kerabatnya. Umar ingin membagi setengah hartanya untuk Iyash asalkan tidak pulang ke Makkah. Iyash menolak tawaran Umar dan tetap memutuskan untuk pulang ke Makkah bersama Abu Jahal.

Umar berujar, “Bila Anda bersikeras untuk kembali ke Makkah, gunakanlah untaku ini! Untaku ini sangat kuat, insya Allah.” Iyash akhirnya kembali ke Makkah bersama Abu Jahal dan Harits.

Umar berkata, “Dulu kami berpandangan, Allah tidak akan memaafkan perbuatan Iyash dan Hisyam. Allah tidak akan menerima tobat mereka yang telah mengenal Allah lalu tidak berhijrah dan kembali kepada kekufuran karena tidak kuat menghadapi ujian.”

Baca Juga:  Kisah Gus Dur Menyelamatkan Rumah Besar Indonesia

Hisyam bin Ash juga mengira bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya akibat tidak berangkat hijrah dan kembali pada kekufuran. Umar berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah sampai di Madinah, Allah SWT menurunkan sebuah ayat tentang perkataan kami dan perkataan mereka tentang sikap mereka, yaitu (yang artinya):

Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kalian kepada Rabbmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepada kalian kemudian kalian tidak dapat ditolong. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepada kalian (Alquran) dari Rabb kalian sebelum datang azab kepada kalian secara mendadak, sedang kalian tidak menyadarinya.'” (QS az-Zumar [39]: 53-55)

Umar mengatakan, “Lalu aku menulis firman Allah tersebut di atas secarik kertas dan aku kirimkan kepada Hisyam bin Ash.” Hisyam berkata, “Setelah surat Umar itu sampai ke tangan saya, saya membacanya di Dzi Thuwa (nama sebuah lembah di Makkah), saya naik ke puncak bukit sambil membawa surat tersebut. Saya terus membacanya berkali-kali, tapi masih saja saya belum dapat memahaminya. Hingga akhirnya saya berdoa, “Wahai Allah, pahamkanlah aku tentangnya.”

Baca Juga:  Dahsyatnya Malam Peristiwa Kelahiran Nabi Muhammad SAW

“Lalu Allah pun memberikan pemahaman ke dalam dadaku bahwa ayat ini tentang ucapan kami, tentang diri kami, dan pendapat yang diarahkan kepada kami. Aku kemudian menghampiri untaku. Aku naiki dan segera menyusul Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ke Madinah.” Doktor Nabil Al Awadhi menceritakan bahwa akhirnya Hisyam bin Ash dan Iyash bin Rabi’ah berangkat kembali hijrah ke Madinah untuk membuka kembali lembaran hidup mereka yang baru bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Umar bin Khatab, dan sahabat-sahabat lainnya radhiallahu anhum ajma’in.

Mochamad Ari Irawan