Kitab Tarjamatul Mukhtar, Karya Ulama Nusantara Versi Arab Sunda Pegon

kitab tarjamatul mukhtar

“Cara Meredakan kesombongan dalam diri, adalah dengan mengingat asal dan akhir kita” (Gus Mus)

Pecihitam.org – Kitab Tarjamatul Mukhtar adalah kitab karangan ulama Nusantara yang ditulis sekitar 3 dekade sebelum Nahdlatul Ulama Lahir. Kitab ini adalah kitab yang ditulis oleh Ulama terkemuka di daerah Pasundan (Jawa Barat Saat ini) yakni oleh Syekh Muhammad Ghazali bin Zainal Arif seorang ulama terkemuka dari Majalengka Jawa Barat. Kitab ini syarah daripada kitab Taqrib karangan Syekh Abi Syuja’ kitab yang masyhur dikalangan pondok-pesantren Nusantara.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam sejarah perkembangan keilmuan Nusantara tidak bisa lepas dari campur tangan para ulama yang membawa misi dakwah keagamaan dan kemanusiaan. Para ulama yang mengemban visi mulia ini kemudian menyebar ke berbagai penjuru Nusantara menghasilkan keturunan baik secara genetik maupun secara pemikiran keilmuan. Seperti yang ada di Majalengka Jawa Barat terdapat seorang Ulama Kharismatik yang mempunyai karya keilmuan salah satunya berupa sebuah kitab ‘Tarjamatul Mukhtar’

Dalam catatan manuskrip kraton Cirebon yang kemudian dicatat ulang oleh balai penelitian dan pengembangan agama Kementrian Agama Republik Indonesia, Kitab Tarjamatul Mukhtar ditulis pada Hari Sabtu, awal bulan Dzulqo’dah pada tahun 1317 H. Karena kitab ini adalah kitab yang menyarahi kitab Taqrib maka sudah jelas bahwa pembahasannya adalah berkaitan dengan Fiqh. Seperti halnya Bab Thoharoh, Bab Wudlu, sholat dan seterusnya.

Baca Juga:  Kitab Shahih Ibnu Hibban Karangan Imam Ibnu Hibban

Pada halaman awal kitab ini sudah dijelaskan oleh penulis dalam bahasa sunda dengan tulisan arab pegon. Petikannya seperti berikut,

“Ieu kitab mertelaakeun hukumna sesuci, ari sesuci eta aya dua warna. Sahiji sesuci bangsa lugoh. Kadua, sesuci bangsa syara’ eta pirang-pirang pertelaanana setengah tina pertelaan eta pengendikana ulama kabeh..”

[Ini kitab menerangkan hukumnya bersuci, bersuci itu ada dua macam. Pertama bersuci menurut bahasa itu mana-mana bebersih itu namanya bersuci sedangkan bersuci menurut ulama adalah mana-mana yang bersuci itu keluarnya dari perkataan para ulama…].

Maksudnya adalah kurang lebih menjelaskan dasar-dasar daripada beribadah yang dimulai dari bersuci terlebih dahulu. 

Sedangkan dalam petikan akhirnya yakni,

“…wa al-salah duha, kadue sholat duha, ari pang saeutik-eutikna sholat duha eta dua rokaat, ari handap-handapna sampurnaeta opat rokaat, ari utamana undak ti genep jeung loba-lobana eta dalapan..”

[…sholat duha, adapun sholat duha, kalau yang paling sedikit itu dua rokaat, kalau yang mendekati sempurna itu empat rokaat, sedangkan untuk utamanya tingkatan dari empat rokaat itu enam rokaat, dan yang paling utamanya tingkat dari enam dan sebanyak-banyaknya adalah delapan rokaat…”].

Artinya setelah diawali dengan pembahasan bersuci kemudian ditutup dengan pembahasan sholat sunnah yang berarti didalamnya juga sudah dijelaskan rangkaian penjabaran tentang sholat wajib.

Baca Juga:  Kitab Kanzu Ar Roghibin Karya Jalaluddin Al Mahalli

Itu merupakan petikan pada halaman akhir kitab Tarjumatul Mukhtar jilid satu. Sedangkan Syekh Muhammad Ghazali menulis syarahnya dalam dua jilid. Adapun jilid dua ini masih meneruskan pembahasan dari kitab jilid satunya yang menerangkan tentang sholat duha, sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah lainnya. Dalam jilid dua juga membahas tentang imam dan makmum sholat, menghadap kiblat dan seterusnya.

Adapun salah satu kutipan yang ada dalam jilid dua halam awal adalah,

“… Wa al-salah al-tarawih. Katilu sholat tarawih, nya eta dua puluh rokaat nganggo sepuluh salaman dina unggal-unggal peuting bulan romadhon, jeung niat anjeuna sedaya dina saban-saban dua rokaat niat sholat taraweh atawa niat ngajeuneungan bulan romadhon…”

[… sholat tarawih. Ketiga sholat tarawih, yaitu dua puluh rokaat sepuluh salam pada setiap malam bulan ramadhan, dengan niat kamu semua pada setiap dua rokaat niat sholat tarawih atau niat menamai bulan ramadhan].

Sedangkan dalam halaman akhir dari jilid dua ini terdapat kutipan,

“Lamun menangna ngadeg eta lain tina mahal lungguhna makmum masbuk maka ulah maca takbir. Lajeng tumandang ki mualif nyarioskeun hak-hakna anu jadi imam nyaeta dawuhna bafadol jeung minhaj al-Qowim..”

[Jika boleh berdiri itu bukan tempatnya makmum masbuk, maka jangan membaca takbir. Lalu pendapat seorang pengarang, sebaik-baiknya menjadi Imam itu dijelaskan dalam kitab bafadol dan kitab minhaj Al-Qowim].

Dalam jilid dua ini Syekh Muhammad lebih menekankan pembahasan tentang hal-hal yang sifatnya tidak lagi mendasar. Itu artinya jilid dua ini merupakan pengembangan daripada jilid pertamanya yang secara runtut menjelaskan dalam tiap fase orang beribadah dari mulai bersuci sampai melakukan hal-hal yang sunnah. Tingkatan penjelasannya disusun dengan rapih dan berurutan sesuai dengan level orang belajar beragama. Sungguh pemikiran yang luar biasa.

Baca Juga:  Kitab Lawami‘ul Burhan wa Qawati‘ul Bayan, Kitab Penolak Gerakan Wahabi Karya Ulama Nusantara

Demikian semoga bermanfaat dan bisa dipetik pelajaran. Terimakasih.

Tabik!

Fathur IM