Kriteria Kelompok Radikal Menurut Syaikh Yusuf Qardawi

kriteria kelompok radikal

Pecihitam.org – Pada dasarnya, radikalisme sangat mudah dikenali. Hal ini karena memang umumnya penganut ideologi ini ingin dikenal agar bisa mendapat dukungan lebih banyak orang. Namun adakah ciri atau kriteria kelompok radikal yang bisa lebih memudahkan kita mengenali mereka?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebelum membahas hal ini, perlu kita pahami bahwa di dalam agama Islam sendiri, Alquran dan Sunnah merupakan sumber kebenaran dan tuntunan utama bagi umat Islam. Keduanya sudah sangat jelas mengajarkan kebaikan serta perdamaian kepada kita.

Akan tetapi, dalam upaya memahami kedua sumber utama ini terdapat perbedaan di kalangan Umat Islam sendiri. Ada yang memahaminya secara textual dan ada yang memahami dengan cara mengkajinya secara komprehensif. Bahkan jika memahaminya tanpa ilmu yang memadai, maka akan memunculkan pemahaman yang ekstrim, ghulluw (berlebihan) serta al-tatarruf (radikal).

Nah, kita kembali pada bahasan utama yaitu bagaimana kita mengenali atau seperti apa kriteria kelompok radikal yang mesti kita pahami?

Seorang mufti, mujtahid dan mantan ketua majelis fatwa Mesir Syaikh Yusuf Qardawi menjelaskan bahwa radikalisme merupakan sikap fanatik terhadap satu pendapat dan menolak pendapat orang lain. Bahkan, orang yang radikal mengabaikan sejarah Islam, tidak bisa diajak diskusi dan harfiah dalam memahami taks agama, tanpa perlu mempertimbangkan tujuan esensial syariatnya.

Baca Juga:  Tangkal Paham Radikalisme, Banser dan AMS Siap Bersinergi

Beliau memberikan 6 kriteria kelompok radikal:

1. Klaim Kebenaran Tunggal

Orang-orang radikal menyatakan bahwa dirinyalah yang paling benar dalam menafsirkan agama dan mudah menganggap kafir orang yang tidak satu pendapat.

Sikap tersebut sangatlah salah, sebab sebenarnya pemilik otoritas kebenaran agama hanya Allah SWT. Jika ada orang yang dengan mudah mengkafirkan orang lain, sebenarnya dirinyalah yang salah sebab telah mengambil peran Allah, satu-satunya Dzat yang Maha Benar, tidak ada yang lain.

2. Mempersulit Agama

Radikalisme menganggap ibadah sunnah seolah menjadi ibadah wajib. Misalnya saja Sunnah Nabi seperti memanjangkan jenggot dan meninggikan celana (isbal) dijadikan sebagai kewajiban yang mesti dilaksanakan. Perbuatan ini membuat penganutnya menjadi jauh dari esensi ibadah yang sebenarnya.

3. Mengalami Overdosis Agama yang Tak Pada Tempatnya

Dakwah yang dilakukan kaum radikal mengesampingkan metode gradual (sedikit-sedikit).

Baca Juga:  Tangkal Paham Radikal di Nusantara, Ayo Kader NU Bikin Road Show ke Daerah

Sebenarnya, dakwah adalah ajakan yang harus dilakukan secara yang pelan-pelan. Nabi SAW sendiri telah menyontohkannya kepada orang-orang yang belum Islam pada zamannya. Sebab, dakwah yang memaksa dan kaku akan menimbulkan ketakutan terhadap agama bagi kaum awam. Walisongo juga telah mencontohkan tentang segenap kesabaran dan strategi yang elegan untuk membumikan Islam di bumi Nusantara.

4. Interaksi yang Kurang Elegan

Kelompok radikal sering berdakwah dengan kasar. Saat berinteraksi, mereka keras saat berbicara dan emosional dalam berdakwah. Sedangkan, cara berdakwah itu tentu bertolak belakang dengan cara dakwah Rasulullah yang penuh dengan kesantunan dan kelembutan.

Banyak hikayat yang mengkisahkan Rasulullah SAW tetap santun meski diperlakukan tak baik. Sebagai umat Islam, sudah semestinya kita meneladani cara beliau.

5. Mudah Berburuk Sangka

Kelompok radikal juga sangat mudah berprasangka buruk pada penganut paham lain. Orang yang radikal kerap memandang orang lain dari aspek negatifnya saja, mereka tidak mengabaikan aspek positif yang dimiliki orang lain tersebut.

6. Mudah Mengkafirkan Orang Lain

Sering mengkafir-kafirkan saudara muslim lainnya adalah salah satu ciri golongan ekstremis. Anggapannya adalah bahwa orang lain berlawanan dengan golongannya. Madzhab yang berbeda tidak disikapi dengan cerdas dan toleran. Mereka tidak mau menerima bahwa setiap interpretasi atas teks Al-Qur’an dan Sunnah akan menimbulkan peluang.

Baca Juga:  Saat Aksi Demo Mahasiswa, Terduga Teroris Berencana Ledakkan Bom

Padahal, pemakluman mestilah diutamakan, selain berdialog dan berpikir terbuka untuk mencapai kesepahaman atas perbedaan. Persoalan kafir atau muslim, hanya Allah yang tahu, tak bisa dijangkau manusia yang akalnya terbatas. Seyogiyanya, umat Islam berpegang pada Rukun Iman dan Islam sebagai pedoman kebenaran dan parameter keimanan.

Penggambaran yang diberikan oleh Syaikh Yusuf Qardhawi tersebut mesti kita jadikan pengingat  bersama untuk peradaban islam yang damai, toleran dan santun.

Habib Mucharror

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *