Kritik Terhadap Khilafah Ala Hizbut Tahrir: Tiga Kerancuan Nalar

Kritik Terhadap Khilafah Ala Hizbut Tahrir: Tiga Kerancuan Nalar

PeciHitam.org Hizbut Tahrir adalah sebuah organisasi yang bercita-cita menghilangkan sekat pemerintahan Negara-negara Nasionalisme dan kerajaan untuk disatukan dalam kerangka Negara Islam Khilafah. Gerakan mereka sering disebut dengan Pan Islamisme merujuk kepada dagangan ajaran yang selalu mereka ajarkan dengan propaganda.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nalar dasar mereka memperjuangkan penegakan Khilafah Islamiyah Ala minhaji Nubuwwah adalah sebuah janji akan tegaknya khilafah yang sudah runtuh pada tahun 1924 M. Kebanyakan orang Hizbut Tahrir berpatokan pendapat Imam Nawawi sebagai berikut;

أَجْمَعُوْا عَلىَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلىَ الْمُسْلِمِيْنَ نَصْبُ خَلِيْفَةٍ

Artinya; Mereka (para sahabat) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum Muslim mengangkat seorang khalifah

Keterangan Imam Nawawi ini sangat erat dipegang oleh HT sebagai bahan acuan ajaran doktrin dalam setiap propaganda mereka. Riwayat Hudzaifah al-Yaman menjadi penguat lain dalam mencuci pemikiran orang Baru Islam untuk menjadi kader atau simpatisan. Beliau mengatakan;

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة

Artinya; Kemudian akan ada kembali Khilafah ala minhaj an-nubuwah (HR Ahmad)

Dalam hal ini mereka menelan mentah-mentah dalil Ulama tanpa memeriksa status dalil dan buta atas realita. Kekhalifahan Islam, Utsmaniyah, terakhir berada di Negara Turki yang mana runtuh karena rongrongan dari internal dan kelemahan politik Negara tersebut.

Baca Juga:  Begini Penjelasan Ide Fikih Madzhab Indonesia ala Hazairin

Kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani membentang jauh dari ujung barat Benua Afrika sampai pada Mindanau Selatan di Negara Filipina, termasuk Nusantara.

Wilayah yang sangat besar untuk diperintahkan oleh seorag pemimpin yang lemah dengan julukan The Sick Man of Europe, Rajul Maridh min Uruba. Julukan ini merujuk kepada Sultan Abdul Hamid dari Dinasti Turki Utsmani, Sultan terakhir kerajaan tersebut.

Keruntuhan ini menjadikan bentangan waktu kekhalifahan Islam sejak era Abu Bakar Ash-Shidiq sampai Turki Utsmani runtuh dengan meninggalkan kesan kelam bagi orang Islam. Keruntuhan Khalifah Utsmaniyyah adalah fakta sejarah, dan orang Sunni Nusantara juga sangat menyesalkan.

Kritik Dasar Argumen Khilafah Ala Hizbut Tahrir

Sebagai orang Islam memiliki kewajiban untuk saling melindungi sesamanya, dalam keadaan lapang dan sempit. Terkait dengan kewajiban mendirikan Negara Khilafah ala Minhaji Nubuwwah sekiranya bisa jadi benar namun harus obyektif dalam melihat dalil.

Hizbut Tahrir sebagai organisasi trans Nasional memang mengusung cita-cita ini dengan banyak melakukan infiltrasi bahkan pemberontakan di Negara-negara Arab. Melihat fakta lapangan yang ada, Hizbut Tahrir tertolak dibanyak Negara termasuk Negara Islam di timur tengah.

Baca Juga:  Betulkah Islam Nusantara Itu Agama Baru dan Anti Arab? Itu FITNAH

Anehnya mereka menjalankan roda organisasi di London yang  mana menjadi Negara Induk hancurnya Khalifah Utsmaniyyah dan terusirnya warga Palestina karena Deklarasi Balfour tahun 1917 M. Kritik-kritik untuk perjuangan Khilafah Ala Hizbut Tahrir adalah sebuah kritik realitas yang belum bisa dijawab oleh mereka sendiri.

Bisa jadi ketekunan mereka dalam memperjuangkan Khilafah Ala Hizbut Tahrir hanya untuk memenuhi Libido politik kekuasaan. Kritik terhadap nalar RANCU Khilafah Ala Hizbut Tahrir,

  1. Runtuhnya Khilafah Utsmaniyyah di Turki mendorong Ulama melakukan Muktamar/ pertemuan tingkat tinggi di Makkah tahun 1924, di Kairo 1926, Jerusalem 1931. Pertemuan ini ternyata memiliki penyandang dana yang berasal dari penguasa Lokal untuk mendapat klaim atau baiat atas kekuasaanya.

Jadi konvensi dan muktamat tersebut di atas gagal dengan sendirinya, karena memiliki alas an politis bagi mereka yang mendanai/ mensponsori pertemuan tersebut. KH. Said Aqil Siradj membahasakan bahwa pertemuan tersebut menghasilkan putusan Ittafaqu ala an La Yattafiqu, Bersepakat untuk tidak Sepakat.

  1. Landasan Hadits tentang Khilfah ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة mendapatkan kritik keras dari pada ahli Hadits seperti Dubes Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Agus M Abegebriel. Karena dalam hadits tersebut terdapat Rawi Habib bin Salim yang berstatus Majhul (tidak jelas karakternya).
  2. Tentang pengisian jabatan Khalifah menjadi lading basah untuk tokoh HT yang sekarang berjuang yang sangat mungkin terjadi perpecahan sebagaimana HT sudah pecah menjadi banyak golongan seperti Ikhwan Muslim dan beberapa organisasi radikal-represif lainnya.
Baca Juga:  NU dan Muhammadiyah, Wajah Islam Moderat di Indonesia

Kritik tersebut tidak pernah dijawab oleh pengasong Hizbut Tahrir karena memang mereka memiliki agenda yang tidak terbuka. Kaidah fikih menjelaskan bahwa Menolak Mafsadat/ Kerusakan lebih didahulukan daripada mencapai keutamaan.

Menolak adanya pertumpahan darah atas pembentukan Ide Khilafah Ala Hizbut Tahrir menjadi lebih penting daripada harus menghadirkan sebuah kepemimpinan Multi-Nasional.

Ash-Shawabu Minallah.

Mochamad Ari Irawan