Kritik Terhadap Buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Karya Yazid Jawas

Kritik Terhadap Buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah Karya Yazid Jawas

Pecihitam.org – Ustadz Yazid Jawas pada buku Syarah Aqidah Ahlussunnah waljama’ah sempat membahas sedikit tentang Salaf dan manhaj Salaf, sedangkan pada buku ini beliau menjadikan manhaj Salaf sebagai tema utama pembahasan buku tebal ini yang halamannya hampir 600, judulnya adalah Mulia dengan Manhaj Salaf. Terbaca dan terdengar indah ya? Bagaimana dengan isi bukunya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setengah bagian lebih pada buku ini menjelaskan tentang manhaj Salaf, dimulai dengan pengertian, nama-nama, keutamaan, dalil-dalil, prinsip terpenting, karakteristik manhaj, sifat-sifat, dan prinsip-prinsip dakwah Salafiyah. Dengan kalimat lain, ada 8 bab secara berurutan dari 13 bab yang ada pada buku ini, yang membahas bagian utama tentang manhaj Salaf.

Namun, hal terpenting yang berkaitan dengan nama Salaf/Salafy cukup banyak yang sebenarnya masih belum dijelaskan secara memuaskan. Sebagai contoh: di antara alasan menggunakan nama madzhab/manhaj Salaf (termasuk derivatif untuk pengikutnya: Salafy, Salafiyyin, dsj) adalah harus ada pembeda antara Ahlus Sunnah dengan para pengaku Ahlus Sunnah Wal Jama`ah (hal.29),

Lantas kalau seandainya nama Salafy juga banyak diaku-aku oleh orang lain yang hanya mengaku-ngaku, apakah nanti harus muncul nama baru lagi? Lalu dalil-dalil yang ada pada bab 4 buku ini yang menunjukkan manhaj Salaf sebagai hujjah yang wajib diikuti oleh kaum Muslimin tidak ada satu dalil shahih dan sharih (jelas, tidak multitafsir) tentang Salafi, yang ada hanya pemahaman terhadap dalil umum saja yang multitafsir.

Yaa silakan saja jika penulis memahami dalil-dalil tersebut sesuai dengan pemahaman yang beliau pilih (kebanyakan dalil yang dipakai berdasarkan penafsiran Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim, Al-Albani,dll), tapi kaum Muslimin yang lain belum tentu memahaminya sebagaimana yang dipahaminya, namanya saja dalil shahih tapi umum, wajar saja jika ada perbedaan pendapat dalam menafsirkannya.

Ada juga bab yang agak janggal, yaitu bab 2 yang berjudul: Nama-nama lain dari Salaf atau Salafiyah.

Kalau istilah Salafiyah adalah benar atau masyru (disyariatkan) atau minimal boleh, bukankah seharusnya Salafiyah yang merupakan nama lain dari Ahlussunnah, bukan terbalik, Ahlussunnah adalah nama lain dari Salafiyah? Tapi ini hanya dari sisi pemahaman bahasa saja, bukan merupakan kejanggalan apalagi kesalahan yang fatal.

Baca Juga:  Islam Wasatiyah; Tantangan dan Syarat Utama Penerapannya

Kejanggalan mulai terasa lebih kental pada bab 9: Ciri-ciri dakwah Hizbiyyah dan Sururiyyah.

Pada bab ini istilah-istilah seperti Hizbiyyun, Sururiyyun, Harakiyyun mulai dilontarkan sebagai label kepada orang lain yang ciri-cirinya disebutkan dalam bab ini. Keanehan pertama, istilah yang disebut tidak dijelaskan pada bab ini. Keanehan kedua di antara ciri yang disebutkan ada yang sangat aneh, misalnya ciri pertama, “Berkelompok, berkoalisi, membuat ormas, front, atau front komunikasi yang memiliki aturan, tanzhim, undang-undang yang mengikat seluruh anggotanya dengan baiat atau al-wala dan al-bara (memberikan loyalitas dan berlepas diri) terhadap kelompok tersebut.”

Apakah ada yang salah dengan ciri pertama tersebut sehingga jika ada yang memiliki ciri seperti itu maka mereka akan dianggap Hizbiyyun/Sururiyyun/Harakiyyun, istilah yang tertuduh pun belum tentu mengerti arti pelabelan tersebut. Lagipula yang namanya kelompok itu tidak mesti formal, tidak mesti ada struktur organisasi, tidak mesti ada aturan/tanzhim/undang-undang resmi yang tertulis, tetapi mereka yang hanya berkumpul sudah bisa dikategorikan kelompok, dan ada juga sekumpulan orang yang tidak memiliki aturan tertulis tapi memiliki semacam “aturan tidak tertulis” yang lahir karena berbagai faktor, apakah mereka ini juga dikategorikan Hizbiyyun/Sururiyyun/Harakiyyun?.

Keanehan ketiga, beliau sudah mulai menyesatkan orang lain yang tidak sepemaham dengan beliau serta menyebut nama orangnya dan pelabelannya, yaitu Sayyid Quthub dan Abul A`la al-Maududi yang dianggap tokoh abad ini yang mengikuti kaum Khawarij (kelompok zaman dahulu yang mengkafirkan orang lain yang tidak sepemahaman dengan mereka). Keanehan ketiga ini membuat saya bertanya-tanya tentang ciri ke-8 yang disebutkan beliau, yaitu “Selalu menuduh dengan tuduhan yang tidak benar dan memberikan gelar-gelar yang jelek kepada para ulama dan dai Salafi”, saya jadi kembali berpikir, yang selalu menuduh dengan tuduhan yang tidak benar dan memberikan gelar-gelar yang jelek kepada para ulama itu siapa?

Kejanggalan kembali terasa pada bab 12: syubhat-syubhat seputar dakwah Salaf dan bantahannya.

Baca Juga:  Sholat Dhuha Berjamaah, Bagaimanakah Hukumnya?

Pada bab ini beliau membuat suatu jawaban dan bantahan atas tuduhan-tuduhan yang selama ini beredar mengenai dakwah Salaf. Namun, banyak yang dianggap syubhat dan berusaha dijawab oleh beliau tapi tidak dijawab secara memuaskan, misalnya beliau membantahnya dengan mengutip ulama-ulama zaman dahulu yang jawabannya belum tentu sesuai dengan syubhat atau tuduhan tersebut, dan jawaban yang disajikan dalam membantah terselip banyak hal yang kurang santun.

Pada bab 13, kejanggalannya semakin terasa lebih dahsyat: Firqah sesat dan menyesatkan.
Pada bab ini beliau membawakan sebagian kelompok yang dianggapnya sebagai kelompok sesat, dengan maksud supaya umat Islam tidak mengikuti pemahaman yang dianggapnya sesat tersebut. Sebagian nama kelompok yang disebutkan oleh beliau memang wajar dan beralasan jika namanya disebut, karena nama dan pendapat menyimpangnya sudah terkenal dan disebutkan dalam banyak kitab ulama terdahulu maupun sekarang mengenai kelompok yang menyimpang, seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah, Jahmiyah, Jabbariyah, Mu’tazilah, Musyabbihah, Inkarussunnah, dsb, walaupun sebenarnya sebagian kelompok tersebut memiliki tingkatan masing-masing dalam penyimpangannya, ada yang masih level kecil/wajar (sehingga yang level ini walau disebut penyimpangan tapi harus disikapi dengan lebih bijak), ada yang parah penyimpangannya dan ada juga yang sangat parah yang sampai menuhankan imam mereka.

Namun, sebagiannya lagi, beliau sangat berlebihan dalam menganggap kelompok-kelompok lain yang berbeda pemahaman dengan kelompok beliau sehingga menganggap kelompok lain tersebut sebagai kelompok sesat, seperti Asy’ariyyah, Maturudiyah, Falasifah, Tashawwuf, Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Sururiyyun, dan Hizbut Tahrir, yang nama-nama tersebut sudah familiar di kalangan kaum Muslimin, sebagian sudah terkenal dari zaman dahulu dan menjadi pemahaman mainstream kaum Muslimin dalam keyakinan (aqidah) seperti Asy’ariyyah dan Maturudiyah, sebagian ada yang menjadi pijakan dalam menyucikan hati seperti Tashawwuf, ada yang dianggap sesat tapi alasannya sangat singkat+tidak jelas seperti Falasifah, dan sebagian lagi adalah nama beberapa kelompok terkenal yang ada pada abad ini, yang semuanya tersebut sudah lumrah diyakini sebagai kelompok Islam, bukan kelompok sesat seperti yang dituduhkan beliau.

Sayangnya lagi, referensi yang digunakan beliau dalam menganggap kelompok tersebut sesat kebanyakan berasal dari beberapa kitab ulama panutannya yang membahas tentang kesesatan kelompok yang dianggap sesat, bukan berasal dari kajian langsung beliau sendiri dalam meneliti sumber rujukan yang dipakai oleh kelompok lain lalu memakai rujukan itu untuk menuduh/membuktikan bahwa kelompok lain itu sesat.

Baca Juga:  Begini Tabarruk Para Sahabat dari Peninggalan dan Tempat Shalat Nabi

Kekurangan tidak memakai rujukan langsung yang dipakai kelompok lain adalah apa yang dituduhkan belum tentu benar. Menggunakan cara seperti itu bagaimana jika ada seseorang yang baru membaca sedikit buku rujukan madzhab Salafiyah, lalu menganggap Salafiyah itu sesat dan membuat buku mengenai hal tersebut, lalu ada orang lain yang juga baru sedikit membaca atau bahkan tidak pernah membaca buku rujukan madzhab Salafiyah yang langsung menulis buku baru berisi kutipan buku yang terbit sebelumnya itu?

Jika buku ini dianggap termasuk di antara cara dalam “mempromosikan” madzhab/manhaj Salaf, maka promosinya hanya bagus di tampilan luar, dan bagian awal dalam isi isi buku. Semakin ke dalam semakin nampak hal yang tidak baik, dan antiklimaksnya adalah beliau sendiri yang menghancurkan promosi yang sudah susah payah dilakukannya sejak awal, yaitu pada bagian akhir yang beliau menyesatkan banyak kelompok yang berbeda dengan pemahaman beliau.

Jika dianalogikan, ini seperti iklan yang awalnya bagus berisikan kelebihan produk yang ditawarkan, lalu pada akhir iklan tersebut menjadi tidak bagus karena menyebut nama merk dan hal yang dianggap jelek yang ada pada produk yang lain padahal belum tentu produk yang dianggap jelek tersebut itu lebih jelek daripada produk yang sedang ditawarkan. Wallahu A’lam

Sanad: Generasi Salaf

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *