Larangan Menuduh Orang Lain Kafir dalam al Quran dan Hadis

Larangan Menuduh Orang Lain Kafir dalam al Quran dan Hadis

PeciHitam.orgFenomena saling menyalahkan antar Umat Islam karena berbeda dengan golongannya menunjukan gejala mengkhawatirkan. Praktek keberagamaan yang berbeda menjadi tonggak utama dan bulan-bulanan untuk bahan tuduhan kepada yang berbeda.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Akarnya bisa berasal dari berbeda pandangan dalam masalah agama, baik tafsir, amaliah atau bahkan paling memuakkan berakar dari pandangan Politik.

Akar tuduhan dari perbedaan pandangan politik tidak akan diuraikan karena sudah jelas bukan masalah akademik. Namun dari segi amaliah, tuduhan bid’ah dan sesat akrab dialamatkan kepada Muslim yang berasal dari golongan Nahdliyin.

Gejala ini menjadi kekhawatiran karena melabeli Muslim dengan julukan yang menyakitkan.

Memperalat Dalil

Dalil dapat dimaknai sebagai dasar yang digunakan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu oleh seorang Muslim. Penggunaan dalil dalam beragama adalah keniscayaan, karena Islam merupakan agama yang seluruhnya disandarkan kepada dalil argumentasi.

Khazanah penggunaan dalil bisa saja berasal dari Al-Qur’an, Hadits atau qaul-qaul Ulama Salafush Shaleh yang menurut Ijma’ Ulama bisa dirujuk. Penggunaan dalil dari Qaul Ulama Salafush Shaleh bisa dibenarkan karena golongan ini merupakan golongan yang tidak melepaskan diri dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Baca Juga:  Keutamaan Membaca Tasbih, yang Harus Kamu Tau

Sebagaimana Dalil Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah membolehkan menggunakan Ijtihad Aqal Ulama.

Akan tetapi penggunaan dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW tidak sepenuhnya benar jika orang yang menggunakannya memiliki kepentingan tertentu.

Masyhur diketahui bahwa golongan Khawarij memperalat dalil Al-Qur’an untuk membenarkan rencana tindakan Pembunuhan terhadap Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah bin Abi Sufyan dan Amru bin Ash. Mereka menggunakan dalil;

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Artinya; “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Qs. Al-Maidah: 44)

Secara dzahir 3 Sahabat tersebut di atas memang tidak menggunakan ayat Al-Qur’an ketika memutuskan perselisihan antar Pihak Ali dan Muawiyyah. Kedua golongan ini menggunakan keputusan hasil Musyawarah yakni Tafkhim Dumatul Jandal.

Secara dzahir pula Khawarij menghukumi dengan ayat tersebut bahwa Ali, Muawiyyah dan Amru bin Ash sebagai kafir maka boleh dibunuh.

Pola memperalat dalil ala khawarij banyak menurun kepada golongan ekstrim  radikal yang menuhankan dalil dengan meminggirkan realitas sejarah yang ada.

Sebagaimana salafi wahabi yang sangat getol membid’ahkan golongan diluar mereka sebagai penyembah kubur, ahlu bid’ah dan sesat.

Gejala Pelabelan Bid’ah dan Fakta Keberagamaan

Tradisi berasal dari kebiasaan masyarakat dalam melembagakan amaliah-amaliah yang  menjadi kehidupan masyarakatnya. Oleh karenanya tradisi menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat dimanapun mereka berada dan eksis.

Baca Juga:  Bermakmum di Belakang Imam yang Bermadzhab Syiah, Sahkah Shalat Kita?

Sikap agama terhadap tradisi Nusantara inilah yang menjadi bulan-bulanan salafi wahabi ketika membuat narasi bid’ah tempatnya dineraka.

Parahnya gejala melabeli bid’ah, sesat, penyembah kuburan dan lain sebagainya menjadi arus utama dakwah salafi wahabi di Nusantara. Pada tataran ekstrim,

Ustadz salafi wahabi akan menggolongkan golongan diseberangnya sebagai orang kafir, karena melakukan dosa besar syirik. Seharusnya salafi wahabi harus memperhatikan Qaul Hujjatul Islam , Imam Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad fil I’tiqad;

‎وقال أبو حامد الغزالي والذي ينبغي الاحتراز منه التكفير ما وجد إليه سبيلا، فإن استباحة الدماء والأموال من المصلين إلى القبلة، المصرحين بقول لا إله إلا الله محمد رسول الله خطأٌ، والخطأ في ترك ألفِ كافر في الحياة أهون من الخطأ في سفك دمٍ لمسلم

Artinya; “Agar menjaga diri dari mengkafirkan orang lain sepanjang menemukan jalan untuk itu. Sesungguhnya menghalalkan darah dan harta Muslim yang shalat menghadap qiblat, yang secara jelas mengucapkan dua kalimat syahadat, itu merupakan kekeliruan. Padahal kesalahan dalam membiarkan hidup seribu orang kafir itu lebih ringan dari pada kesalahan dalam membunuh satu nyawa Muslim.”

Bahwa orang-orang yang tertuduh bid’ah, Syirik, penyembah kuburan oleh salafi wahabi adalah orang Islam yang bersyahadat, shalat menghadap kiblat, zakat, berhaji, berpuasa dengan sempurna.

Baca Juga:  Makam Saad bin Abi Waqqash Ada di Guangzhou China? Ini Sejarahnya

Maka pelabelan salafi wahabi terhadap mereka sudah menyalahi pandangan Hujjatul Islam. ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq