Latas Belakang Perjanjian Hudaibiyah antara Kaum Muslimin dan Quraisy

perjanjian hudaibiyah

Pecihitam.org – Beberapa tahun setelah melakukan hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw beserta pengikutnya ingin kembali ke Makkah untuk berziarah ke Masjidil Haram dan melaksanakan Umroh. Rasulullah Saw menegaskan bahwa kaum muslimin juga memiliki hak untuk melaksanakan ibadah di Tanah Suci tersebut, sebab Masjidil Haram bukanlah milik suatu kabilah, sehingga tidak ada yang berhak melarang pihak lain untuk berziarah di sana.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasulullah Saw akhirnya mengajak kaum muslimin Madinah dan orang-orang Arab Badui untuk berangkat umroh ke Makkah. Sebelum berangkat beliau mengumumkan bahwa beliau hanya berniat melaksanakan ibadah umrah, dan bukan untuk mengobarkan peperangan.

Rasulullah bersama 1500 orang berangkat ke Makkah pada bulan Zulqa’idah tahun ke-6 Hijriyah atau tanggal 6 Maret 629 M untuk menunaikan ibadah umrah. Mereka berjalan ke Baitul Atiq (Ka’bah) sambil mengumandangkan talbiyah.

Rasululullah Saw akhirnya mengalihkan perjalanan lewat Hudaibiyah, yaitu suatu tempat yang teduh dan bermata air. Sesampainya di sana beliau di datangi oleh utusan kaum kafir Quraisy sebanyak empat orang. Keempat utusan mereka adalah Budail bib Warqa’, Markaz bin Hafz, Halis bin Al Qamah dan Urwah bin Mas’ud. Mereka bertanya tentang maksud dan tujuan Rasulullah dan pengikutnya datang ke Makkah.

Kemudian Rasulullah Saw pun mengutus Usman bin Affan untuk menjelaskan apa maksud kedatangan Rasulullah Saw beserta pengikutnya, tetapi mereka tidak percaya, bahkan menahan dan ingin membunuh Usman bin Affan.

Baca Juga:  5 Periode Pemerintahan Khalifah Abbasiyah

Mendengar berita tersebut kaum Muslimin menyatakan sumpah setia dan bertekad menghadapi kaum kafir Qurays dengan segala jiwa dan raganya. Sumpah setia ini di sebut dengan Baitur Ridwan (Pembaiatan Ridha Ilahi).

Sumpah setia ini di dengar oleh kaum kafir Quraisy, mereka merasa gentar dan membebaskan Usman bin Affan. Mereka mengirimkan Suhail bin Amr untuk mengadakan perundingan dengan Rasulullah Saw. Ali bin Abi Thalib di perintah untuk menuliskan isi perjanjian yang kemudian di kenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah.

Adapun isi Perjanjian Huadibiyah tersebut antara lain yaitu:

  1. Kaum muslimin menunda pelaksannakan umrah sampai tahun depan dan boleh tinggal di Makkah selama 3 hari.
  2. Tidak saling menyerang atau mengadakan pertempuran selama 10 tahun.
  3. Kedua belah pihak di bolehkan untuk mengadakan persekutuan dan perjanjian.
  4. Orang muslim yang ingin kembali ke Makkah harus se-izin walinya, apabila tidak se-izin walinya maka harus di kembalikan ke Makkah. Tetapi sebaliknya jika kaum muslimin yang kembali kafir maka tidak dapat di kembalikan kepada Rasulullah Saw.

Perjanjian itu di tulis sebanyak 2 lembar oleh Ali bin Abi Thalib dan di serahkan kepada dua belah pihak, setelah di tanda tangani oleh Suhail bin Amr dan Raulullah Saw. Secara lahiriah, perjanjian ini sangat merugikan kaum muslimin, tetapi sebenarnya mengandung hikmah yang sangat luar biasa bagi perkembangan islam.

Baca Juga:  Kemunduran Majapahit dan Berkembangnya Dakwah Islam di Nusantara

Setelah adanya Perjanjian Hudaibiyah, dakwah Rasulullah Saw semakin meluas tanpa mendapatkan halangan. Jumlah pengikut Rasulullah Saw juga semakin bertambah banyak. Bahkan Rasulullah Saw mendapat kesempatan berdakwah ke berbagai daerah dengan mengirimkan utusan kepada Raja Heraclius, Raja Persia, Mukaukis (Gubernur Mesir), dan Raja Gassan.

Namun, ada juga sebagian yang menolak dakwah Rasulullah Saw, seperti raja Gassan yang membunuh utusan Rasulullah Saw yaitu Haris bin Umar, yang datang dengan damai. Selain itu raja Gassan juga mengancam akan menyerang kota Madinah.

Menghadapi ancaman ini, kemudian Rasulullah Saw menunjuk Zaid bin Harisah untuk memimpin 3000 tentara Islam. Pertempuran terjadi di Mu’tah Utara Jazirah Arab. Kaum muslimin pun kewalahan karena tentara musuh yang sangat banyak di tambah dengan bantuan dari kerajaan Romawi, jumlah pasukan kerajaan Gassan mencapai 100.000 tentara.

Zaid bin Harisah pun gugur dalam pertempuran itu, kemudian komando pasukan di ambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib. Namun tidak lama kemudia ia pun gugur. Komando di lanjutkan oleh Abdullah bin Rawahah namun ia pun gugur, sehingga banyak sekali pasukan muslim yang mati syahid.

Baca Juga:  Pengaruh Yunan-Champa dalam Sejarah Masuknya Islam di Nusantara

Kemudian pimpinan di pegang oleh Khalid bin Walid, yang akhirnya dapat menarik mundur pasukan muslim. Karena menurutnya kaum muslimin akan sangat sulit memenangkan pertempuran. Ia pun berhasil memimpin pasukan islam kembali ke Madinah dengan selamat. Karena inisiatif Khalid bin Walid ini dapat menyelamatkan pasukan Islam dari kehancuran dan mendapatkan pujian dari Rasulullah Saw.

Itulah sekilas sejarah Perjanjian Hudaibiyah, yang pada faktanya perjanjian ini kemudian dilanggar oleh kaum Quraisy sendiri, namun kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M dengan membawa sekitar 10000 pasukan. Di Mekkah, kaum muslimin hanya menemui sedikit rintangan dan akhirnya mereka dapat meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka’bah.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik