Li Khomsatun, Syair Penolak Wabah Covid-19 dari KH. Hasyim Asy’ari

Li Khamsatun

Pecihitam.org – Dalam menghadapi wabah pandemi yang saat ini sedang menyerang berbagai negara termasuk Indonesia, semua orang melakukan berbagai upaya agar dapat terhindar dari Covid-19 tersebut. Selain berikhtiar, kita juga harus selalu berdo’a kepada Allah Swt agar segera mengangkat wabah ini segera berakhir. Ada beberapa do’a yang dapat kita amalkan dalam menghadapi wabah pandemik salah satunya adalah syair Li Khomsatun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Li Khamsatun (Lima Pribadi Mulia) yang mengandung pujian terhadap Rasulullah beserta keluarganya (Ali, Hasan Husain dan Fatimah). Namun, bagaimanakkah asal-usul do’a Li Khomsatun penolak wabah tersebut? akan kita bahas berikut ini.

Syair Li Khomsatun pertama kali diijazahkan oleh KH. Hasyim Asy’ari kepada masyarakat Indonesia saat mengalami wabah (pagebluk), dimana banyak orang yang tiba-tiba sakit kemudian langsung meninggal dunia.

Saat keadaan inilah, KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU) mulai mengajarkan dan mempraktikkan do’a Li Khomsatun kepada para santrinya dan masyarakat sebagai do’a penolak wabah.

Bunyi syair do’a Li Khomsatun ialah sebagai berikut:

لِيْ خَمْسَةٌ أُطْفِيْ بِهَا حَرَّ الْوَبَاءِ الْحَاطِمَةِ # الْمُصْطَفَى وَالْمُرْتَضَى وَابْنَاهُمَا وَفَاطِمَةَ

Baca Juga:  Adzan Maghrib, Amalan Sunnah Menjelang dan Doa Setelahnya

Aku berharap diselamatkan dari dari panas derita wabah (pandemi) yang membuat sengsara dengan wasilah (perantara) derajat luhur lima pribadi mulia yang aku punya

Baginda Nabi Muhammad al-Musthafa saw, Sayyidina Ali al-Murtadha dan kedua putra (Hasan dan Husein), serta Sayyidatina Fatimah.


Mengenai asal-usul dari syair ini memang tidak begitu dijelaskan secara khusus, namun kita dapat menemukan syair dalam hizib tarekat Naqsabandiyah dan tarekat Syadziliyah.

Selain itu, beragam redaksi syair ini juga terdapat dalam kitab-kitab karya para ulama masyhur. Berikut kitab-kitab yang memuat syair ini

  • Mulahiq fi Fiqh Da’wah al-Nur karya ulama sufi Turki yaitu Syekh Badi’Uzzaman Said Nursi (1877-1960 M)
  • Majmu’ah al-Ahzab al-Syadziliyah, Juz 2, halaman 505 pada bab Daf’ut Tha’un (menolak Tha’un), karya Imam Abi al-Hasan al-Syadzili kemudian dikodifikaiskan oleh Syaikh Dhiyauddin Ahmad bin Musthafa bin ‘Abdurrahman al-Kamsyakhanawi al-Naqsyabandi al-Mujaddidi al-Khalidi, didalamnya berisi sekumpulan hizib tarekat Syadziliyah.
  • Majmu’ah Aurad wa Ahzab al-Thariqah al-Naqhsabandiyah, karya Syaikh Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Naqhsabandy, pada bab Hizb li Daf’i al-Tha’un wa al waba wa kulli al-‘illal (menolak Tha’un, wabah dan segala penyakit).
  • Al-Madzahib wa al-Afkar al-Mu’ashirah fi Tashawur al-Islami karya Muhammad Hasan
  • Al-Fatawa al-Radhawiyyah, karya Ahmad Ridha Khan al-Barilawi al-Hindi (1865-1921 M) ulama Syi’ah dari India.
  • Mashadir al-Dirasat al-Islamiyyah karya Yusuf bi ‘Abdurrahman al-Mara’isyli
  • Muwahhidin: Ta’aradh (Mafatih al-Jinan) ma’a Al-Qur’an karya Abu Al-Fad; Ibn al-Ridha al-Burgi al-Qummi
  • Tuhfah al-Mujib ‘ala Asilati al-Hadir wa al-Gharib karya Abi Abdurrahman Muqbil bin Hadi al-Wada’I (w.1422 H).
Baca Juga:  Dzikir Al Matsurat, Amalan Dzikir Harian Seorang Muslim

Bicara tentang asal-usul syair ini memang menarik, karena dari sekian kitab yang membahasnya masing-masing memiliki redaksi yang berbeda-beda.

Namun yang perlu kita pahami adalah syair ini memiliki sanad yang berkesinambungan (muttashil) sampai kepada dua tarekat besar dan mu’tabar (bersambung hingga Nabi Muhammad Saw). Yaitu tarekat Naqsabandiyah dan Syadziliyah beserta para ulama yang lainnya.

Bahkan dua tarekat tersebut sampai saat ini diikuti oleh seluruh umat muslim dunia termasuk masyarakat muslim di Indonesia.

Oleh sebab itu , KH. Hasyim Asy’ari mengijazahkan syair ini kepada para santri di pesantren dan seluruh masyarakat dalam menghadapi wabah (pagebluk) yang terjadi pada saat itu.

Dan belakangan syair ini kembali menjadi populer setelah dibawakan oleh salah satu kader terbaik NU yakni, Ibu Khofifah Indar Parawansa, Ketua Muslimat NU sekaligus Gubernur Jawa Timur.

Baca Juga:  Doa agar Penyakit Diangkat oleh Allah dalam Hadis Nabi Muhammad

Oleh karenanya, mari kita membaca syair ini di rumah-rumah bersama anak dan anggota keluarga lainnya. Dan berharap kepada Allah dengan keberkahan dan khasiat syair ini, mudah-mudahan wabah virus Corona atau Covid-19 segera berlalu dan kita bisa beribadah puasa di bulan Ramadhan dengan tenang. Amin.

Lukman Hakim Hidayat