Pecihitam,org -Berbicara tentang masalah perkawinan, tak jarang orang akan beranggapan bahwa wajiab hukumnya bagi mereka yang memang telah mampu dan memang telah berkemauan untuk kawin dengan lawan jenis. Namun ketika kita merujuk pada pandangan ulama, tentulah kita akan mendapati hukum melakukan perkawinan itu dengan pendapat yang berbeda beda.
Dalam kitab Bidayah al Mujtahid wa Nihayah al Mustashid karya Ibnu Rusyd, disana dikatakan “Segolongan Fuqaha, yakni jumuhur (Mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya Sunnah. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyah Mutaakhkhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, Sunnat sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain. Demikian itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan dirinya)”
Sehingga dari konteks ini, kita bisa menyimpulkan bahwa hukum dalam melakukan perkawinan itu tidak secara mutlak dikatakan wajib, karena ada kondisi dan keadaan keadaan tertentu yang mengakibatkan hukum perkawinan berubah ubah seperti itu Sunnat, makruh bahkan haram.
Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan singkat terkait lima hukum dalam melakukan perkawinan:
Daftar Pembahasan:
1. Melakukan Perkawinan Hukumnya Wajib
Wajibnya hukum ini diperuntukkan bagi mereka yang memang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin, selain itu jika tidak disegerakan perkawinanan maka dikhawatirkan mereka tergelincir pada perbuatan Zina. Dan tentu ini sangat berdampak jikalau perkawinan itu tidak terjadi.
Adapun tujuan dari perkawinan itu yang selain menghilangkan rasa khawatir akan terjadinya perzinahan, pun dilakukan dengan tujuan sebagai penjagaan diri dari hal hal yang mampu mendorong mereka pada hal hal yang berbaur dosa karena Syahwat (hawa nafsu) sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadits
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan …”
2. Melakukan Perkawinan Hukumnya Sunnah
Pada hukum ini bisa dikatakan bermakna bahwa hukum perkawinan itu lebih baik dari pada ditinggalkan, yang jika mana dilakukan akan mendapatkan pahala dan jika tidak maka tidak berdosa. Dan hukum ini diperuntukkan bagi mereka yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin maka tidak dikhawatirkan akan berbuat Zina.
3. Melakukan Perkawinan Hukumnya Mubah
Pada hukum ini hampir mirip dengan hukum melakukan perkawinan yang hukumnya sunnat, yang bilamana diperuntukkan bagi mereka yang mampunyai kemampuan untuk melakukannya. Tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan Istri. Sehingga perlaksanaan dari perkawinan itu tidak mendapatkan sanksi apa apa, begitupun jika tidak dilakukan.
Selain itu, hukum mubah juga ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin itu seimbang (sama). Sehingga memunculkan keraguan bagi mereka yang akan melakukan pernikahan, misalnya mempunyai keinginan tetapi belum mampu mempunyai kemampuan ataupun telah mempunyai kemampuan namun belum mempunyai kemauan yang kuat.
4. Melakukan Perkawinan Hukumnya Makruh
Hukum ini ditujukan bagi mereka yang sebenarnya sudah berkemauan untuk melakukan perkawinan bahkan cukup mempunyai kemampuan untuk bisa menahan diri, sehingga tidak memungkinkan dirinya jatuh pada jurang perzinahan. Hanya saja, mereka masih tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai suami istri.
Maka alangkah baiknya jika perkawinan itu untuk sementara waktu ditunda dulu, sampai mereka memang benar benar telah siap, baik dari segi kemauan dan kemampuan yang meliputi kemampuan dalam menikah dan kemampuan dalam memenuhi kewajiban sebagai sepasang suami istri.
5. Melakukan Perkawinan Hukumnya Haram
Sekalipun dalam perintah Agama seperti yang tercantum dalam al Qur’an dan Hadis seolah melukiskan tentang anjuran menikah. Namun yang menjadi titik perhatian dalam suatu konteks anjuran ialah berada pada kondisi dan keadaan sekarang. Termasuk dalam hukum melakukan perkawinan yang dianggap haram. Dan tentu ini terjadi karena adanya kondisi dan keadaan yang belum mendukung.
Seperti keharaman melakukan perkawinan bagi mereka yang memang tidak atau belum mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga. Sehingga apabila dilakukan perkawinan, tentulah ketentraman dalam rumah tangga tidak akan pernah terjadi, malah sebaliknya.
Seperti adanya tindak kekerasan, ketidakharmonisan dan lain sebagainya. Dan Allah Swt., pun telah menggambarkan terkait solusi dari masalah semacam ini pada salah satu firman-Nya pada QS. Al Baqarah [2]: 195
“… Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, …”
Sekiranya itulah lima hukum perkawinan dalam Islam dalam tinjauan kondisi dan keadaan seseorang. Semoga menjadi pengetahuan bagi kita semua, Aamiin …