Membantah Pendapat Wahabi Tentang Larangan Melagukan Al-Quran

Membantah Pendapat Wahabi Tentang Larangan Melagukan Al-Quran

PeciHitam.org Larangan seorang pembaca Al-Qur’an dalam melagukan dengan berbagai model tilawah atau langgam dikemukakan oleh Ustadz Hasan Al-Jaizy yang kemudian dikutip oleh Akun Resmi Media Sosial Dakwah Sunnah. Arus dakwah di era modern memang menjadi pilihan untuk menyebarkan ide, pendapat dan ajaran kepada masyarakat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sebagai sebuah pendapat, tentunya Ustadz Hasan Al-Jaizy sah-sah saja untuk mengatakan demikian. Namun harus menjadi periksa dan diluruskan tatkala pendapatnya tidak sesuai arus utama pendapat Ulama. Larangan yang terdapat dalam timeline tersebut harus mendapat tanggapan sesuai dengan kajian akademis yang tepat.

Selaikanya kalangan salafi wahabi yang sering menyalahkan amaliah atau praktek keislaman Muslim di Nusantara, tilawah dengan berbagai lagu juga demikian. Menjadi tersangka yang disebut oleh Akun Dakwah Sunnah sebagai ‘Salah Jalan’. Berikut pelurusannya!

Ulama dalam Memandang Bacaan Indah Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci Umat Islam seluruh dunia, dan menjadi kitab rujukan sebagai bahan pembelajaran utama. Maklum kiranya bahwa Umat Islam bukan hanya orang Arab sebagai penutur Asli bahasa Al-Qur’an. Masyarakat Nusantara yang sangat plural juga mayoritas beragama Islam, yang dalamnya terdapat perbedaan bahasa maupun dialek.

Pandangan Ustadz Hasan Al-Jaizy yang menyatakan tentang larangan untuk memperindah tilawah al-Qur’an dengan berbagai model sangat berlebihan. Istilah ‘berlebihan’ penulis pilih guna memperhalus kata ngawur jika terlalu kasar.

Baca Juga:  Surah Yusuf Ayat 56-57; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Bahwa Nabi Muhammad SAW dalam Haditsnya memerintahkan untuk memperindah bacaan Al-Qur’an, dalilnya yaitu;

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ

Artinya; “Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Memperindah al-Qur’an yaitu dengan membaca dengan suara terbaik yang  dimiliki masing-masing individu. Pandangan ini juga dilakukan dan sama persepsinya dengan Ulama Syafiiyah dan Imam Syaraf an-Nawawi ad-Damasyq. Keindahan membaca al-Qur’an juga akan menambah seorang Muslim untuk lebih meresapi kandungan Al-Qur’an.

Keindahan ketika membaca al-Qur’an hanya berbatasan dengan kaidah membaca harus sesuai dengan hak-hak huruf dalam al-Qur’an. Hak-hak dalam membaca al-Qur’an yaitu sesuai dengan kaidah Ilmu Tajwid yang baik dan benar. Ketika sudah memenuhi kaidah Tajwid maka dibenarkan untuk menggunakan berbagai macam tilawah, qira’ah atau langgam berbeda.

Bantahan Larangan Melagukan untuk Salafi Wahabi

Larangan yang dikemukan oleh Ustadz Hasan Al-Jaizy dalam akun Dakwah Sunnah bukan anggapan tunggal. Ustadz M. Abduh Tuasikal juga mengeluarkan statement yang hampir serupa, yakni melarang penggunaan Langgam dalam membaca Al-Qur’an.

Baca Juga:  Surah Az-Zumar Ayat 62-66; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tokoh yang sering dikaitkan dengan paham pemikiran salafi wahabi tersebut memiliki kemiripan dalam pemikiran yakni menolak memperindah bacaan Al-Qur’an dengan berbagai model tilawah atau langgam. Tuduhan Salah Jalan tentunya tidak bisa dibiarkan sebagai arus utama pendapat tentang memperindah bacaan Al-Qur’an tilawah atau langgam.

Merujuk kepada kitab Hasyiyah Ar-Ramli yang di dalamnya terdapat pendapat Asy-Syasyi menunjukan dalil sebagai berikut;

وَقَالَ الشَّاشِيُّ فِي الْحِيلَةِ فَأَمَّا الْقِرَاءَةُ بِالْأَلْحَانِ فَأَبَاحَهَا قَوْمٌ وَحَظَرَهَا آخَرُونَ

Artinya; “Asy-Syasyi dalam kitab al-Hilah, adapun membaca (al-Qur`an) dengan pelbagai Langgam maka sebagian kalangan membolehkan sedang kalangan yang lain melarangnya”

Pendapat Ulama Asy-Syasyi tentang penggunaan Langgam yang berbeda sebagai bentuk arus utama pendapat Ulama. Maka larangan Ustadz Hasan Al-Jaizy dan Ustadz M. Abduh T berbeda dengan Ulama salaf. Bahkan pendapat lebih rinci diterangkan oleh Imam Syafii sebagai berikut;

  وَاخْتَارَ الشَّافِعِيُّ التَّفْصِيلَ وَإِنَّهَا إنْ كَانَتْ بِأَلْحَانٍ لَا تُغَيِّرُ الْحُرُوفَ عَنْ نَظْمِهَا جَازَ وَإِنْ غَيَّرَتْ الْحُرُوفَ إلَى الزِّيَادَةِ فِيهَا لَمْ تَجُزْ

Artinya; ‘Imam Syafii memerinci penjelasan tentang penggunaan Langgam, ketika tidak merubah (sifat karakter) huruf dan Nadzamnya maka diperbolehkan. Dan jika merubah sifat dan karakter huruf (ayat al-Qur’an) seperti menambah hurufnya maka terlarang’.

Maka dalam konteks ini pandangan Ustadz salafi wahabi tersebut tidak memiliki dasar yang kuat menggunakan dalil di atas. Imam Ad-Darimi sendiri menjelaskan penggunaan Langgam untuk memperindah bacaan Al-Qur’an selama sesuai dengan kaidah Ilmu Tajwid ‘DISUNNAHKAN’. Jika mengurangi hak dan karakter huruf Al-Qur’an baru diharamkan.

Baca Juga:  Surah An-Nur Ayat 22; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Simpulannya yaitu melagukan bacaan Al-Qur’an yang  menurut dakwah Sunnah adalah Salah Jalan tidak seperti tuduhannya. Hal demikian dibenarkan bahkan dianjurkan dengan memperhatikan kaidah hak-hak huruf dalam al-Qur’an. Penggunaan redaksi بِأَلْحَانٍ’-langgam termasuk di dalamnya Langgam Sunda, Jawa dan lain sebagainya.

Syaratnya harus menggunakan ilmu yang memadai, bukan sekedar menggunakan langgam dengan memaksakan bacaan Al-Qur’an secara salah.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan