Dulu Walinya Tidak Mampu, Bagaimanakah Hukum Seseorang Melakukan Aqiqah Sendiri Setelah Dewasa

Dulu Walinya Tidak Mampu, Bagaimanakah Hukum Seseorang Melakukan Aqiqah Sendiri Setelah Dewasa

Pecihitam.org – Karena orang tuanya dulu tidak mampu, seorang anak tidak diaqiqahi. Namun setelah besar dan punya penghasilan sendiri, bagaimanakah hukumnya jika ia melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri setelah dewasa, apakah masih mendapatkan kesunahan atau tidak?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mengenai hal ini, anak yang tidak diaqiqahi oleh orang tua atau walinya, maka anak tersebut sunah melakukan aqiqah sendiri setelah dewasa.

Dijelaskan di dalam itab I’anatut Thalibin Juz II halaman 336 sebagai berikut:


فلو بلغ ولم يخرجها الولي سن للصبي أن يعق عن نفسه ويسقط الطلب حينئذ عن الولي

Jika seseorang telah baligh dan walinya tidak melakukan akikah untuknya, maka disunahkan baginya untuk melakukan akikah untuk dirinya sendiri. Dan dalam keadaan seperti ini gugurlah anjuran untuk akikah bagi walinya.

Karena walaupun waktu yang paling utama untuk melaksanakan aqiqah adalah hari ke-7 setelah lahirnya seorang anak, tetapi kesunahan untuk melakukan akikah tidak terbatas pada hari itu, melainkan waktunya terus diluaskan hingga dewasa dan ia mampu melakukan aqiqah.

Baca Juga:  Ketika Punya Biaya, Manakah yang Lebih Utama: Nikah Dulu atau Pergi Haji?

Penjelasan tentang ini bisa dibaca dalam kitab As-Syarqawi Juz II halaman 470

.و يدخل وقتها بالولادة ولا آخر له فلا تفوت بموت الولد ولا بطول الزمن بل ينتقل طلبها بالبلوغ من الأب إلى الولد فيتخير في العق عن نفسه ولو لم تطلب من الأب لفقره لم تطلب من الولد على المعتمد

Waktu aqiqah masuk dengan lahirnya seorang anak dan tidak ada batasan akhir baginya. Maka waktu aqiqah tidak hilang dengan matinya seorang anak, juga tidak hilang dengan berjalannya waktu. Bahkan kesunahan aqiqah beralih dari bapak kepada anak ketika telah baligh.

Maka dalam hal ini, seorang anak di beri pilihan untuk melakukan akikah untuk dirinya sendiri. Dalam hal tidak dianjurkan bagi seorang ayah untuk melakukan akikah karena kefakirannya, maka tidak dianjurkan pula bagi seorang anak untuk melakukan akikah menurut qaul mu’tamad.

Tetapi ada keterangan yang sepertinya sedikit berebeda dalam kitab Bajuri.

Di sana dijelaskan, bila walinya tidak melakukan aqiqah untuk sang anak lantaran tidak mampu terhitung dari semenjak lahirnya anak tersebut sampai masa paling lamanya nifas (60 Hari), maka bagi anak tersebut tidak sunah melakukan aqiqah sendiri setelah dewasa.

Baca Juga:  Perbedaan Pendapat Tentang Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa

Begitu juga tidak sunah melakukan aqiqah bagi wali setelah mampu kalau mampunya telah melewati paling lamanya masa nifas.

Ini dijelaskan dalam kitab Bajuri Juz II halaman 303 sebagai berikut:


ويدخل وقتها بانفصال جميع الولد لمن أيسر بها حينئذ بأن كانت فاضلة عما يعتبر في الفطرة على الأوجه. وإن لم يوسر بها الا بعد مضي أكثر النفاس لم يؤمر بها

Waktu aqiqah masuk dengan berpisahnya seluruh badan anak bagi orang yang mampu pada waktu itu sekiranya mempunyai kelebihan dari harta yang digunakan untuk zakat fitrah menurut beberapa pendapat. Apabila tidak mampu kecuali setelah melewati paling lamanya masa nifas, maka ia tidak diperintahkan untuk melakukan akikah.

Demikian penjelasan kami tentang hukum melakukan aqiqah setelah dewasa. Wallahu a’lam bish shawab!

Faisol Abdurrahman