Berapa Maksimal Boleh Memakan Daging Kurban Sendiri? Ini Penjelasannya

memakan daging kurban sendiri

Pecihitam.org – Menurut pendapat Imam Malik dan Imam al-Syafi’i hukum melaksanakan kurban adalah sunah muakkad atau sunah yang sangat dianjurkan. Biasanya, setelah hewan kurban disembelih kemudian daging kurban dibagikan kepada kepada yang berhak menerimanya. Namun yang juga kerap menjadi pertanyaan, bolehkah bagi pekurban memakan daging kurban sendiri? Jika iya, berapa maksimal yang diperbolehkan?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada dasarnya orang yang berkurban boleh memakan daging kurban yang ia tunaikan sendiri. Hal tersebut, didasarkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut:

فَكُلُوا مِنْها وَأَطْعِمُوا الْقانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذلِكَ سَخَّرْناها لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta. Demikianlah kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur” (QS. Al-Haj, Ayat: 36)

Berdasarkan ayat tersebut, memakan daging kurban sendiri termasuk sebuah perintah bagi orang yang berkurban. Perintah di sini sebagai anjuran (sunnah), bukan kewajiban. Tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk) dari kurban yang ia tunaikan.

Adapun kesunnahan memakan daging hewan kurban miliknya sendiri ini hanya satu-dua suapan saja, sekiranya tidak sampai melebihi tiga suapan. Selebihnya, disedekahkan pada orang lain, baik pada fakir miskin ataupun pada orang yang berkecukupan. Dalam kitab Fathul Mu’in dijelaskan:

ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل: التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث

“Wajib menyedekahkan kurban sunnah, meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging yang mentah, meskipun hanya sedikit. Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging tersebut. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan.”

Dari sini juga bisa dipahami, misalkan sudah ada bagian daging meski hanya sedikit, yang disedekahkan pada satu orang fakir saja, maka kurbannya sudah dianggap cukup. Karena tujuan pelaksanaan kurban adalah menyembelih hewan (iraqah ad-dam) dan juga wujud belas kasih pada fakir miskin.

Baca Juga:  Puasa Tarwiyah dan Arafah Sebelum Idul Adha, Begini Tuntunannya

Jika di telaah, sebenarnya tidak ada batasan khusus tentang seberapa banyak kebolehkan mengambil bagian dari hewan kurban atas nama pribadi. Bahkan sebagian ulama mazhab asy-Syafi’i memperbolehkan mengonsumsi seluruh daging hewan kurban atas nama dirinya, sebab tujuan kurban yang berupa menyembelih hewan (iraqah ad-dam) sudah terpenuhi.

Dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra dijelaskan:

وَالْقَصْدُ مِنْ التَّضْحِيَةِ إرَاقَةُ الدَّمِ مَعَ إرْفَاقِ الْمَسَاكِينِ بِأَدْنَى جُزْءٍ مِنْهَا غَيْرِ تَافِهٍ وَقَدْ حَصَلَ هَذَا الْمَقْصُودُ فَلَا وَجْهَ لِلضَّمَانِ عَلَى أَنَّ جَمَاعَةً مِنْ أَكَابِرِ أَصْحَابِنَا كَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ سُرَيْجٍ وَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ الْقَاصِّ وَالْإِصْطَخْرِيِّ وَابْنِ الْوَكِيلِ قَالُوا إنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَكْلُ الْجَمِيعِ وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ التَّصَدُّقُ بِشَيْءٍ مِنْهَا.

وَنَقَلَهُ ابْنُ الْقَاصِّ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ لِأَنَّ الْقَصْدَ بِالتَّضْحِيَةِ أَتَمَّ. اهـ. وَالتَّقَرُّبُ بِإِرَاقَةِ الدَّمِ فَحَسْبُ

“Tujuan dari kurban adalah mengalirkan darah hewan besertaan wujud belas kasih pada orang-orang miskin dengan (memberikan) bagian minimal dari hewan kurban yang tidak signifikan. Maksud tujuan ini sudah terpenuhi, maka tidak perlu adanya wujud ganti rugi. Bahkan sebagian golongan dari pembesar ashab syafi’I, seperti Abi al-‘Abbas bin Suraij, Abi al-Abbas bin al-Qash, Ishtakhri dan Ibni al-Wakil berpandangan bahwa boleh mengonsumsi keseluruhan hewan kurban dan tidak wajib menyedekahkan satu pun dari hewan kurban.

Pendapat demikian dinukil dari nash Imam asy-Syafi’i, sebab tujuan dari kurban sudah sempurna, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mengalirkan darah kurban telah cukup” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 4, hal. 252)

Baca Juga:  Mandi Wajib: Pengertian, Perkara yang Menyebabkan, Lengkap dengan Tata Caranya

Meski begitu, pendapat ini memang tidak populer dan sebaiknya sebatas dijadikan wawasan tentang kurban saja. Karena meski sah diamalkan namun akan menimbulkan kesan aneh di masyarakat kita, dan juga cenderung dianggap sebagai bentuk tasahul (mengentengkan syari’at dengan mengamalkan pendapat-pendapat yang ringan).

Belum selesai sampai disini. Ketentuan tentang kebolehan dan anjuran mengonsumsi hewan kurban sendiri di atas hanya berlaku ketika kurban tersebut adalah kurban sunnah. Jika berupa kurban wajib, seperti kurban nazar, maka haram hukumnya bagi orang yang berkurban mengonsumsi hewan kurbannya, meski hanya sedikit, dan wajib memberikan kesuluruhan daging kurban pada fakir miskin.

Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha menjelaskan:

ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره.

(قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها.

فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء.

Baca Juga:  Hukum Merokok dalam Islam; Benarkah Haram? Ini Penjelasan Ulama

“Haram mengonsumsi kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan berhadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 378).

Maka dengan mengacu keterangan-keternagan di atas dapat disimpulkan bahwa boleh bagi orang yang berkurban sunnah untuk mengambil bagian dari hewan kurban atas nama dirinya dan selebihnya berhak dikonsumsi atau disedekahkan pada orang lain. Meski demikian, sebaiknya bagi pekurban adalah tidak mengambil bagian daging terlalu banyak.

Kemudian bagi kurban wajib,harram hukumnya bagi pekurban mengambil bagian dari hewan kurbannya, meski hanya sedikit. Semuanya wajib disedekahkan. Jika sampai terlanjur mengambil bagian dari hewan kurban wajibnya, maka ia harus mengganti kadar daging tersebut dan dibagikannya pada orang fakir. Wallahhhua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik