Pecihitam.org – Pada hakikatnya seorang bayi yang lahir adalah suci dan belum mempunyai dosa. Terkadang tidak semua bayi yang lahir dapat selamat dan hidup didunia, entah bayi tersebut meninggal didalam perut ibunya sebelum lahir atau bayi tersebut meninggal setelah dilahirkan. Kemudian yang sering terjadi pertanyaan dimasyarakat adalah, dikarenakan bayi itu suci maka perlukah memandikan jenazah bayi? Dan bagaimanakah hukum memakamkan bayi tanpa dimandikan?
Tajhiz Mayyit merupakan fardhu kifayah bagi seorang muslim, yang meliputi memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan. Hal demikian ini jika si mayit bukan termasuk orang yang mati syahid, dan bayi prematur (as siqtu atau janin bayi yang gugur dari perut ibunya sebelum sempurnanya janin tersebut baik itu laki-laki maupun perempuan). Lalu, bagaimana dengan bayi yang baru lahir meninggal, apakah perlu memandikan dan sebagainya?
Bayi yang lahir secara utuh dan normal kemudian meninggal, dengan demikian bayi tersebut harus dimandikan seperti orang meninggal pada umumnya. Ha itu berbeda dengan bayi prematur yang meninggal. Dalam kasus ini yaitu apabila bayi tersebut diketahui tanda-tanda kehidupan seperti bergerak, menangis, dan sejenisnya, maka jenazah bayi tersebut wajib dimandikan seperti pada umumnya.
Sedangkan, bayi prematur yang tidak diyakini adanya kehidupan pada dirinya seperti saat kelahiran bayi tersebut tidak bergerak, tidak bersuara atau menagis dan sejenisnya, serta bayi yang kegugurannya belum sampai pada batas tertiupnya ruh pada dirinya (dalam kandungan usia 4 bulan keatas), maka para ulama sepakat ia tidak dishalati, dan tidak dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab dikalangan syafiiyyah karena hukum memandikan jenazah lebih ringan daripada menshalatkan.
Keterangan mengenai memandikan jenazah bayi tersebut dijelaskan pada kitab-kitab fiqih mu’tabarah salah satunya dalam Fiqh al Islami wa adillahutu karangan Syaikh Wahbah Zuhaili Juz 2 halaman 609 dengan keterangan sebagai berikut:
إن الفقهاء اتفقوا على وجوب غسل السقط إن خرج حياً واستهل، ويصلى عليه. فإن لم تظهر عليه أمارات الحياة غسل وكفن ودفن مطلقاً عند الحنفية،وعند الشافعية إن بلغ أربعة أشهر، ولم يصل عليه. ويغسل ويصلى عليه عند الحنابلة إذا ولد لأكثر من أربعة أشهر، فالشافعية والحنابلة متفقون على عدم غسله قبل أربعة أشهر.
Artinya: “Para ahli Fiqih sepakat bahwa wajib hukumnya memandikan as siqtu (bayi prematur) apabila saat kelahiran menunjukan tanda-tanda kehidupan dan menangis, dan baginya wajib dishalati. Menurut ulama madzhab Hanafi, apabila tidak jelas tanda-tanda kehidupan pada bayi tersebut maka wajib dimandikan (untuk memulyakan kepada Bani Adam), dikafani, dan dimakamkan. Sedangkan menurut ulama madzhab Syafii, apabila mencapai usia 4 bulan maka tidak dishalati. Dan menurut ulama madzhab Hanafi bayi tersebut dishalati apabila lahir lebih dari usia 4 bulan. Selain itu, ulama madzhab Syafii dan Hanbali sepakat tidak memandikan bayi sebelum umur 4 bulan”.
Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
- Wajib memandikan jenazah bayi, menshalati dan merawat sebagimana umumnya jenazah, jika bayi tersebut lahir dengan disertai tanda-tanda kehidupan seperti menangis dan lain sebagainya.
- Tidak wajib memandikan jika bayi lahir prematur dengan tidak ditandai adanya tanda-tanda kehidupan.
- Jenazah bayi tidak dishalati jika lahir pada umur 4 bulan, hal ini menurut madzhab syafii dan wajib dishalati jika lahir lebih dari umur 4 bulan hal ini menurut madzhab Hanafi.
- Jenazah bayi tidak wajib dimandikan dan dishalati jika lahir kurang dari umur 4 bulan.
Demikian penjelasan singkat mengenai tatacara merawat jenazah bayi, sebagaimana menurut pendapat para ulama-ulama madzhab. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam Bisshawab.