Begini Macam-Macam Hukum Membangunkan Orang Tidur yang Belum Sholat

Begini Macam-Macam Hukum Membangunkan Orang Tidur yang Belum Sholat

PeciHitam.org Shalat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam yang sudah mukallaf dan dalam keadaan suci. Kewajiban shalat adalah kewajiban yang sangat ditekankan karena menjadi tiang agama.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Barangsiapa menjalankan shalat, maka ia menegakkan agama Islam, sedangkan bagi mereka yang tidak mendirikan shalat bisa dikatakan ia merobohkan agama.

Namun Islam sangat menghargai hak manusia secara utuh termasuk menghargai sifat-sifat kemanusiaan. Islam mempunyai keringanan dalam shalat ketika seorang sakit maka diperbolehkan untuk mengerjakan sesuai kemampuan, baik berdiri, berbaring atau isyarat.

Keringanan lainnya adalah orang tidur yang tidak terkena had hukum syariat sampai ia bangun. Maka ketika menjumpai orang tidur bagaimana sikap yang harus dipertimbangkan. Membangunkan orang tidur yang belum shalat harus dilihat bagaimana situasi dan kondisinya. Berikut penjelasannya!

Daftar Pembahasan:

Keringanan dalam Islam

Orang tidur dalam Islam memiliki pengeculian karena memang orang tidur kehilangan akal secara temporer/ sementara. Hadits Nabi SAW dari riwayat Abu Dawud dan An-Nasa’i menjelaskan;

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

Artinya; Diangkat (pena catatan amal) dari tiga orang: Seorang yang tidur sampai dia bangun, seorang anak sampai dia besar (baligh), seorang gila sampai kembali akalnya. (HR. Abu Dawud dan An-Nasai)

Keringanan yang disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW di atas sangat terkait dengan ketiadaan hukum taklifi bagi mereka yang tidak berakal sempurna. Penjelasannya;

  1. Orang tidur tidak terkena hukum taklifi selama ia tidur, dan akan gugur ketika ia bangun dan kembali akalnya. Sangat dipahami secara umum bahwa orang tidur akan hilang akalnya secara temporer, karena tidur dihukumi syibhul maut, serupa mati.

Maka wajar ketika orang tidur tidak terkena hukum, dan baru akan dikenai had hukum setelah bangun dari tidurnya. Oleh karenanya membangunkan orang tidur yang belum shalat dianjurkan jika tidak menjadikan bangunnya bahaya.

  1. Anak kecil tidak dikenai hukum had sebagaimana orang mukallaf karena ia belum cukup umur dan masih dianggap belum sempurna akalnya. Kesempurnaan akal dalam Islam ditandai dengan umur baligh yang sering dinamakan
Baca Juga:  Persamaan dan Perbedaan Haji dan Umroh: Hukum, Rukun serta Waktunya

Maka tidak ada dosa bagi anak kecil karena meninggalkan shalat, puasa wajib. Pada umur ini tidak ada kewajiban untuk menjalankan syariat dengan sempurna akan tetapi bagi orang  tuanya diwajibkan untuk mendidik agar bisa belajar menjalankan syariat dengan sempurna ketika besar.

  1. Orang gila juga tidak terkena hak hukum taklifi ketika sampai ia sadar dari gilanya. Maka tidak bisa orang gila dihukumi berdosa karena memang tidak memiliki akal yang sempurna. Ketika sudah sadar dari gilanya harus bisa mengganti kewajiban yang sudah ditinggalkan.

Terkait membangunkan orang tidur yang belum shalat sangat erat kaitannya dengan poin pertama. Ketika seorang yang tidur dalam tanggungan shalat/ belum shalat, baiknya orang yang didekatnya harus membangunkan guna mengingatkan orang tersebut.

Membangunkan Orang Tidur yang Belum Shalat

Kehidupan sehari-hari dimasyarakat akan banyak ditemukan kasus orang yang tidur sampai melangkahi waktu shalat. Sebagai contoh orang yang  tidur pada waktu dinihari, 02.00 pagi dan sewajarnya waktu tidur sampai jam 07.00 pagi.

Waktu tidur selama 5 jam di atas, bisa dipastikan melewati waktu shalat subuh yang terjadi sekitar pukul 04.30 – 05.30. Maka orang disekitarnya seyognyanya membangunkan orang tidur yang belum shalat tersebut.

Kitab Majmu’ yang ditulis oleh Imam Nawawi menjelaskan tentang membangunkan orang yang tidur belum shalat sebagai berikut.

يستحب إيقاظ النائم للصلاة لاسيما إن ضاق وقتها لقوله تعالى : (وتعاونوا علي البر والتقوى) ولحديث عائشة رضى الله عنها قالت : “كان رسول الله صلي الله عليه سلم يصلى صلاته من الليل وأنا معترضة بين يديه فإذا بقى الوتر أيقظني فأوترت

Artinya, “(Kita) dianjurkan membangunkan orang yang sedang tidur untuk melaksanakan shalat, terlebih lagi kalau waktunya sudah sempit (hampir habis) berdasarkan firman Allah Al-Maidah ayat 2

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢

Baca Juga:  Menjamak Shalat Saat Safar, Ini Syarat dan Ketentuannya

 “Saling tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan” dan juga berdasarkan sebuah hadits yang bersumber dari Sayyidah Aisyah RA, “Suatu malam, Rasulullah SAW tengah melakukan shalat malam, sementara aku tidur terlentang di hadapan beliau. Ketika akan menutup shalatnya dengan witir, beliau pun membangunkanku, lalu aku shalat witir (bersama beliau).”

Perincian hukum membangunkan orang tidur yang belum shalat diutarakan oleh Sulaiman al-Jamal dalam Hasyiyah al-Jamal. Rincian hukum membangunkan orang tidur yang belum shalat sebagai berikut;

  1. Orang yang tidur karena kelalaian atau kesengajaan untuk melewati waktu shalat, maka hukum membangunkan orang tidur yang belum shalat menjadi wajib. Orang yang membangunkan harus tahu secara penuh bahwa orang tersebut belum mengerjakan shalat dan dikhawatirkan akan melewatkan waktu shalat.

Akan tetapi jika orang yang akan membangunkan tidak mengetahui keadaan orang yang tidur dengan rinci tidak ada kewajiban baginya. Ketika membangunkan orang yang tidur yang belum shalat dan keadaan orang tidur tersebut tidak dipahami lebih baik tidak perlu.

  1. Keadaan kedua yaitu ketika membangunkan orang tidur yang belum shalat dan tidurnya bukan karena kelalaian maka hanya berhukum Orang tidur bukan karena kelalaian maksudnya, ia tidur sebelum masuk waktu shalat tiba.

Sebagai contoh Abdul tidur jam 11.00 siang, dan pada jam 13.00, Shomad datang  ke kamarnya mendapati dia tidur. Maka Shomad hanya dihukumi sunnah untuk membangunkan Ahmad karena Abdul tidur bukan karena kelalaian.

Jika Shomad bangun pada jam 15.00 dan sudah waktu ashar, ia tidak berdosa karena meninggalkan shalat selama ia langsung mengerjakan shalat dzhuhur secara Qadha.

Pendapat Para Ulama

Pendapat yang paralel dengan pendapat Imam Nawawi dan Syaikh Sulaiman dijelaskan dalam Imam Suyuthi dalam kitab al-Asybah wan Nadhair. Beliau berpendapat;

وَأَمَّا إيقَاظُ النَّائِمِ الَّذِي لَمْ يُصَلِّ، فَالْأَوَّلُ وَهُوَ الَّذِي نَامَ بَعْدَ الْوُجُوبِ يَجِبُ إيقَاظُهُ مِنْ بَابِ النَّهْي عَنْ الْمُنْكَرِ. وَأَمَّا الَّذِي نَامَ قَبْلَ الْوَقْتِ فَلَا، لِأَنَّ التَّكْلِيفَ لَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ، لَكِنْ إذَا لَمْ يُخْشَ عَلَيْهِ ضَرَرٌ فَالْأَوْلَى إيقَاظُهُ لِيَنَالَ الصَّلَاةَ فِي الْوَقْتِ انْتَهَى مُلَخَّصًا.

Baca Juga:  Hukum Suami Memaksa Istri Berhubungan Badan

Membangunkan orang tidur yang  belum shalat menjadi wajib ketika yang tidur tersebut merebahkan diri dan sudah masuk waktu shalat. Misalnya ia tidur jam 12.30 dan sudah masuk waktu dzuhur dan belum sempat mendirikan shalat.

Kewajiban untuk membangunkan orang tersebut dilandakan kepada ‘Keumuman ayat yang memerintahkan umat Islam untuk memerintahkan kebaikan dan melaranga perbuatan mungkar’ kepada orang lain. Mengetahui orang yang belum shalat sedangkan ia dalam keadaan tidur dalam konteks ini diwajibkan.

Pendapat Imam Suyuthi juga menyebutkan jika yang bersangkutan tidur sebelum masuk waktu, maka hukum membangunkannya hanya sunnah saja, karena dia tidur sebelum terkena hukum taklif, yaitu sebelum waktu shalat tiba.

Ayat umum dalam surat al-Maidah ayat 2 juga dikuatkan sebuah riwayat dari Rasulullah SAW bahwa beliau membangunkan Aisyah untuk shalat witir;

أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي صَلَاتَهُ مِنَ فإِذَا أَرَادَ أَنْ يُوتِرَ أَيْقَظَهَا

Artinya; “Rasulullah SAW ketika ingin shalat witir setelah shalat malam, beliau membangunkan istrinya (dalam hal ini ‘Aisyah).” (HR. Muslim).

Kewajiban dan kesunnahan tentang membangunkan orang tidur yang belum shalat harus dilihat secara rinci agar bisa menjaga hubungan antar manusia. Pengetahuan lengkap tentang keadaan orang yang tidur menjadi dasar sebelum membangunkannya.

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan