Pecihitam.org – Salah satu hal yang paling banyak diketahui oleh umat Islam mengenai Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah soal fatwanya. Hal ini bisa dipahami lantaran fatwa MUI lah yang paling banyak mendapat sorotan dari berbagai lapisan masyarakat, khususnya fatwa-fatwa yang dianggap kontroversial dan tidak mewakili suara umat Islam. Bagaimana sesungguhnya karakteristik fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia?
Tulisan ini secara khusus akan meninjau tentang berbagai model fatwa Majelis Ulama Indonesia yang sejauh ini menjadi sorotan umat Islam, baik di masa dahulu maupun sekarang. Juga, melihat sejauh mana fatwa-fatwa MUI itu memiliki kontribusi positif bagi kemaslahatan umat Islam di Indonedia.
Secara struktural, MUI memang memiliki komisi fatwa yang berperan penting dalam memberikan sejumlah fatwa dari berbagai problematika umat. Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia inilah yang kemudian bertanggungjawab dalam mengusulkan beberapa fatwa yang lalu disahkan oleh pimpinan MUI pusat.
Kalau kita berbicara mengenai fatwa-fatwa MUI, ada banyak sekali fatwa-fatwa yang dianggap kontroversial oleh sebagian umat Islam. Meskipun, bila kita mengamati secara teliti, ada lebih banyak fatwa yang sangat positif bagi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
Salah satu fatwa positif itu misalnya tentang legalitas program Keluarga Berencana (KB). Boleh dibilang, bila tidak ada fatwa MUI tentang program KB ini, saya kira masyarakat Muslim Indonesia sangat mungkin akan resisten dan menolak program KB tersebut.
Terbukti, program KB cukup sukses dijalankan di masa Orde Baru dan Indonesia menjadi model dari keberhasilan dalam program Keluarga Berencana.
Sebab, masih sangat banyak negara-negara Muslim yang menolak model Keluarga Berencana ini karena mereka menganggap KB ini sebagai suatu tindakan yang menghalangi kemauan atau kehendak Allah untuk kelahiran seorang anak.
Selain itu, beberapa fatwa positif yang telah dilahirkan oleh Majelis Ulama Indonesia di antaranya tentang sistem ekonomi Islam dan perbankan syariah.
Dalam bidang ekonomi Islam, banyak fatwa MUI yang bermanfaat dan bahkan dijadikan landasan oleh pemerintah untuk merumuskan regulasi mengenai perbankan syariah dan berbagai aspek yang lain seperti takaful, saham, dan masih banyak lagi.
Di sisi lain, ada pula fatwa-fatwa MUI yang dianggap kontroversial. Misalnya fatwa mengenai Ahmadiyah, bahwa Ahmadiyah itu adalah aliran yang sesat.
Ada berpandangan bahwa fatwa MUI ini kemudian digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menyerang dan melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah. Meskipun MUI sendiri sudah menkonfirmasi bahwa fatwa tersebut bukan untuk mendorong orang dalam melakukan kekerasan.
Ada juga fatwa konstroversial tentang keharaman sekularisme, liberalisme, dan pluralisme. Fatwa ini boleh dibilang sebagai sebuah fatwa yang tidak mempertimbangkan kenyataan sosial dan kelihatannya fatwa ini tidak dirumuskan berdasarkan pengkajian yang mendalam mengenai apakah yang dimaksud dengan sekularisme, liberalisme, dan pluralisme tersebut.
Baru-baru ini, MUI juga mengeluarkan sebuah imbauan yang kurang lebih bernada fatwa bahwa umat Islam tidak diperbolehkan mengucapkan salam lintas agama. Menurut MUI, ucapan salam dengan menggunakan model agama lain termasuk bid’ah dan boleh dibilang amalan yang dibuat-buat.
Hemat saya, berbagai fatwa Majelis Ulama Indonesia yang cenderung kontroversial itu, seharusnya ada pengakajian terlebih dahulu secara lebih mendalam.
Sebab, sedikit banyak, fatwa MUI menjadi acuan sebagaian umat Islam dalam mengamalkan agamanya. Jangan sampai lembaga sekelas MUI memberi panduan keagamaan yang kurang pas bagi umat.
MUI sendiri juga bisa dibilang sebagai organisasi federasi yang mengaungi berbagai anggota yang berasal dari macam-macam latar belakang ormas Islam.
Meskipun, MUI bukanlah satu-satunya lembaga yang memiliki komisi fatwa, Nahdlatul Ulama juga memiliki bernama Batshul Masa’il, Muhammadiyah punya Majelis Tarjih, dan masih banyak lagi.
Kiranya, jalan terbaik bagi MUI, khususnya sebelum lembaga ini mengeluarkan sebuah fatwa, ada baiknya bila mereka melakukan sinkronisasi maupun berkoordinasi terlebih dahulu dengan berbagai lembaga fatwa yang dimiliki oleh ormas-ormas Islam. Sehingga fatwa yang dikeluarkan itu akan sejalan dan menguntungkan bagi umat Islam, serta tak ada lagi fatwa-fatwa yang kontroversial.
Dengan demikian, bila sinkronisasi itu bisa dilakukan, maka umat akan semakin mengerti siapa yang terwakili dari berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia itu.
Selama ini, banyak umat Islam di Indonesia merasa tidak cocok dengan sebagian fatwa MUI dan mereka juga tidak merasa terwakili aspirasinya. Bila demikian, biasanya orang-orang yang tidak mau mengikuti fatwa MUI, lebih memiliki mengikuti fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh ormas Islam yang diikutinya.
- Perbedaan Syariat dan Fiqih dalam Terminologi Hukum Islam - 14/12/2019
- Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah - 13/12/2019
- Disiplin Sufisme dalam Sejarah Pemikiran Islam - 10/12/2019