Mengeraskan atau Melirihkan Bacaan Shalat? Ini Penjelasannya!

mengeraskan atau melirihkan bacaan shalat

Pecihitam.org – Beberapa mungkin bertanya mengapa shalat lima waktu ada beberapa tatacara yang berbeda setiap shalatnya. Seperti halnya perbedaan dalam mengeraskan atau melirihkan bacaan shalat. Dalam syariat islam, melaksanaan shalat diperintahkan untuk meniru cara shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, Hal tersebut seperti yang dijelaskan dalam hadits:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari)

Tidak semua orang dapat melihatb langsung bagaimana Rasulullah melaksanakan shalat, kecuali para shabat yang selalu bersamanya. Namun berawal dari hadits tersebut, para ulama merumuskan dari beberapa hadits yang berkaitan mengenai pelaksanaan shalat yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hingga akhirnya para ulama dapat merumuskan ketentuan-ketentuan yang ada dalam shalat, meliputi syarat, rukun shalat dan kesunnahannya. Salah satu dari beberapa hal yang diwajibkan dalam shalat yang sekaligus menjadi rukun shalat ialah membaca Surat al-Fatihah, hal ini sebaimana sabda Rasulullah SAW:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

“Tiada Shalat bagi orang yang tidak membaca surat pembukanya Al-Qur’an (Al-Fatihah).” (HR. Bukhari Muslim)

Dari segi cara membaca ayat Al-Qur’an ketika shalat, baik itu rukun seperti Surat al-Fatihah ataupun surat-surat yang lain secara umum, cara membacanya terbagi menjadi dua kategori: yaitu shalat sirriyah dan shalat jahriyyah. Shalat sirriyah adalah shalat yang bacaan Al-Qur’annya dianjurkan untuk dibaca pelan seperti shalat dhuhur dan Asar. Sedangkan shalat yang lainnya yaitu shalat subuh, maghrib dan isya’ tergolong sebagai shalat jahriyyah, yakni shalat yang dianjurkan mengeraskan bacaan Al-Qur’an yang ada dalam shalat tersebut.

Baca Juga:  Keutamaan Shalat Subuh yang Jarang Diketahui Umat Islam

Mengeraskan atau melirihkan bacaan dalam shalat bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan, karena hal itu hanya sunnah. Sehingga bagi seseorang yang tidak melaksanakan ketentuan ini tetap dibolehkan, meskipun ia berarti dianggap melakukan kemakruhan dalam shalatnya sebab tidak melakukan kesunnahan tersebut. Hal ini berdasarkan pada kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:

لو جهر في موضع الإسرار أو عكس لم تبطل صلاته ولا سجود سهو فيه ولكنه ارتكب مكروها

“Jika seseorang mengeraskan bacaan di tempat yang mestinya dibaca pelan, atau sebaliknya, maka shalatnya tidak batal dan ia tidak perlu sujud sahwi akan tetapi ia telah melakukan kemakruhan.” (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 3, hal. 390)

Dalam konteks shalat berjamaah, membaca dengan suara keras hanya disunnahkan bagi imam saja. Sedangkan bagi makmum tidak dianjurkan untuk ikut membaca keras dalam bacaan shalatnya ketika ia bersama dengan imam. Sebab yang disunnahkan bagi makmum adalah mendengarkan bacaan al-Fatihah dari imam dengan seksama dan membaca pelan bacaan al-Fatihah-nya ketika imam sudah beranjak pada bacaan surat lainnya.

Baca Juga:  Umat Islam Mesti Tahu! Hikmah Penentuan Seluruh Waktu Shalat Fardhu

Ketentuan mengeraskan atau melirihkan bacaan shalat ini tidak hanya berlaku pada imam saja, namun juga berlaku bagi orang yang melakukan shalat dalam keadaan munfarid (sendirian).

فالسنة الجهر في ركعتي الصبح والمغرب والعشاء وفى صلاة الجمعة والاسرار في الظهر والعصر وثالثة المغرب والثالة والرابعة من العشاء وهذا كله باجماع المسلمين مع الاحاديث الصحيحة المتظاهرة علي ذلك هذا حكم الامام وأما المنفرد فيسن له الجهر عندنا وعند الجمهور

“Disunnahkan membaca dengan suara keras pada dua rakaatnya shalat subuh, maghrib, isya’ dan shalat Jumat. Dan disunnahkan membaca pelan pada shalat zuhur dan ashar serta rakaat ketiga dan keempat pada shalat maghrib dan isya’. Semua ketentuan ini sesuai dengan kesepakatan para ulama seiring adanya hadits-hadits sahih yang menjelaskan tentang hal ini. Keseluruhan hukum di atas berlaku bagi imam. Adapun bagi orang yang melaksanakan shalat sendirian, tetap disunnahkan baginya mengeraskan bacaan menurut mazhab kita (Syafi’i) dan mayoritas ulama dalam mazhab lain” (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 3, hal. 389).

Meski tetap disunnahkan membaca keras, namun bijaknya dalam melaksanakan hal ini (membaca keras saat shalat sendirian) tetap menyesuaikan tempat dan situasi, sekiranya ia tidak dianggap sebagai orang yang menyalahi kebiasaan yang terlaku di tempat tersebut. Misalnya, ketika ia shalat di ruangan yang sepi, atau di tempat yang masyarakat sekitar sudah terbiasa dan mengerti bahwa membaca keras saat shalat sendirian adalah hal yang sunnah. Dengan begitu ia selain melakukan kesunnahan dalam bacaannya, ia juga telah melakukan sebuah perilaku yang baik (husnul khuluq), yaitu beradaptasi dengan masyarakat selama tidak pada hal yang menyalahi syara’ (muwafaqatunnas ma lam yukhalif as-syar’a). Wallahua’lam Bisshawab.

Baca Juga:  Sholat Belum Selesai Tapi Sudah Adzan (Waktu Shalat Lain Sudah Masuk), Apa Sikap Kita?
Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *