Menggapai Hakikat Haji, Meraih Predikat Mahabbatullah

Menggapai Hakikat Haji, Meraih Predikat Mahabbatullah

Pecihitam.org – Setiap perbuatan manusia pasti mendapatkan balasan yang setimpal, seiring pesan Nabi bahwa manusia akan mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya. Sama halnya dengan upaya menggapai hakikat haji, segalanya akan diperoleh sesuai dengan yang diniatkan. Haji, umrah dan kurban tidaklah untuk memperoleh popularitas dari manusia melainkan untuk mendapatkan predikat mahabbatullah “dicintai oleh Allah swt”.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah [2] :196

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Terjemahnya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.”

Sangat jelas ditegaskan pada ayat tersebut bahwa tujuan haji yang hakiki adalah lillahi (untuk Allah), sebagaimana yang disebutkan juga dalam QS. al-An’am [6]: 162 bahwa sesungguhnya shalat, ibadah, kehidupan dan kematian manusia hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya serta murni untukNya semata sebagaimana yang dikatakan al-Baidhawi dalam tafsirnya.

Sering terdengar di telinga umat Islam bahwa segala amal ibadah manusia hanya untuk Allah SWT, tapi terkadang lupa untuk terus memperbaiki niat untuk pada pelaksanaan ibadah yang dilakukannya.

Kondisi masyarakat yang telah menunaikan ibadah haji setelah pulang ke tanah air kadang tidak bersikap seperti seorang yang pernah bertamu ke rumah Allah (Baitullah), terdapat indikasi bahwa kemungkinan ada yang tidak beres dengan niatnya ketika menunaikan ibadah haji.

Baca Juga:  Mufti Libya: Umat Islam Haji dan Umrohnya Cukup Sekali Saja, Saudi Banyak Membantai Orang Lain

Hal ini terbukti ketika kita memperhatikan kondisi masyarakat di sekitar bahwa terdapat orang-orang yang hanya menggunakan hajinya sebagai sarana untuk mengangkat strata sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Padahal justru saat berhaji, manusia diajarkan bahwa semua manusia sama, ketika semua orang menanggalkan pakaian keduniannya dan memakai satu pakaian putih yang sama.

Karena alasan strata sosial ini pulalah sehingga ada orang yang sangat berambisi untuk ke Baitullah bahkan rela meminjam uang orang lain dengan harapan, setelah pulang dari tanah suci ia bisa lebih dihormati dibandingkan sebelum ia ke tanah suci. Itu satu fenomena dan alangkah mirisnya ada yang berhaji menggunakan uang korupsi dengan niat untuk mensucikan harta yang dimilikinya. Naudzubillah tsumma naudzu billah.

Ada peneliti yang beranggapan bahwa disebabkan dari ketidakmurnian niatlah sehingga negara kita yang tiap tahun jamaah hajinya bertambah namun kondisi moral semakin tidak stabil.

Maksudnya bahwa akhlak dan esensi haji tidak berpengaruh besar bagi bangsa secara umum. Padahal, seandainya setiap dari jamaah haji itu betul-betul berniat melaksanakan haji karena Allah semata, maka pasti mereka akan pulang dengan membawa berkah dari hajinya itu yang tidak lain adalah ketakwaannya kepada Allah sendiri sebagaimana disebutkan pada akhir QS. al-Baqarah [2]: 189

Baca Juga:  Tanggapan PBNU Soal Keputusan Pemerintah Batalkan Pemberangkatan Haji 2020

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan haji, dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah kerumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.

dan QS. al-Baqarah [2]: 197

(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya pada bulan itu akan
mengerjakan haji, maka dia tak boleh rafats, berbuat fasik dan berbanta-bantahan dalam mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepadaku hai orang-orang yang berakal
”.

Ayat tersebut menggambarkan bahwa dimulai dari niat, niscaya seseorang akan menggapai Menggapai Hakikat Haji jika segala prosesnya dilalui dengan sangat baik, memenuhi syarat dan rukunnya. Jika hal itu terjadi, maka tidak akan ada lagi koruptor yang pergi ke tanah suci, tidak ada lagi artis pemakai narkoba padahal sering berkunjung ke Baitullah. Berkah haji itu kemudian akan berlanjut dirasakan juga oleh lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya akan mampu membawa negara ini menjadi lebih baik insya Allah.

Baca Juga:  Dialog Antara Syeikh Albani Dengan Syeikh Dr.Ramadhan Al Buti
Ust. Muhammad Asriady

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *