Ini 5 Ulama yang Berupaya Menjelaskan Kemukjizatan al-Quran Melalui Balaghah

Ini 5 Ulama yang Berupaya Menjelaskan Kemukjizatan al-Quran Melalui Balaghah

PeciHitam.org – Para ulama telah melakukan kajian untuk melihat nilai sastera (balaghiyah) dalam bahasa Arab non al-Quran, baik dalam bentuk prosa (ثٔش ) maupun puisi (شعش ) dengan cara membandingkan dengan bahasa Al-Quran.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kajian komparasi (comparative study) yang mereka lakukan ini bertujuan untuk menampilkan kelebihan balaghat al-Quran di tengah tujuan dakwah dalam Islam.

Dalam menjelaskan persoalan ini, Ibn Asyur mengatakan bahwa puncak keunggulan nilai bahasa menurut orang Arab terletak pada al-balaghah dan al-fashahah. Dua hal ini (al-balaghah dan al-fashahah) menurut para pakar balaghah telah ter-ekspresikan ke dalam dua cabang ilmu balaghah yaitu ilmu al-ma’ani dan ilmu al-bayan.

Dengan perangkat kedua ilmu ini, mereka melakukan komparasi nilai sastra (balaghiyah) yang terkandung dalam bahasa al-Quran dan bahasa Arab non al-Quran.

Ulama pakar balaghah yang telah melakukan kajian ini seperti; Abu Bakar al-Baqillani, Abu Hilal al-Askari, Abdul Qahir al-Jurjani, al-Sakaki (wafat 626 H), dan Ibn al-Atsir (wafat 637 H).

Mereka telah melakukan studi perbandingan (comparative study) antara bahasa Al-Quran dan bahasa Arab non Al-Quran, dengan fokus studi ilmu al-ma’ani dan ilmu al-bayan.

Lebih lanjut Ibn Asyur menunjuk beberapa kajian ulama yang telah disebutkan di atas, antara lain:

Baca Juga:  Surah Al-Mu'minun Ayat 23-25; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani.

Ia telah melakukan studi perbandingan dalam kajian teks antara bahasa Al-Quran dan bahasa Arab non Al-Quran. Ia juga telah mengkaji antara bahasa hadis Nabi dan bahasa Al-Quran.

Nilai sastera (balaghiyah) bahasa Al-Quran melebihi bahasa hadis Nabi. Sedangkan nilai sastera (balaghiyah) dalam Al-Quran jauh melebihi nilai bahasa Arab non Al-Quran.

Abu Hilal al-Askari.

Ia juga telah melakukan studi perbandingan antara bahasa Al-Quran dan bahasa Arab non Al-Quran. Diantara hasil kajian yang dilakukan adalah mengenai al-tasybih.

Tasybih dalam ungkapan-ungkapan bahasa Arab bermacam-macam, salah satu ungkapan tasybih yaitu yang menyerupakan sesuatu dengan sesuatu lain.

Lalu al-Askari mengambil contoh ayat dalam bentuk tasybih dalam surat Yaasiin ayat 39 berikut:

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ

Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.

Baca Juga:  Surah Al-Mu'min Ayat 30-35; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dalam ayat tersebut diperoleh penggambaran bahwa bulan itu pada awalnya kecil berbentuk sabit, kemudian setelah menempati tempat peredaran, ia menjadi purnama, kemudian pada tempat peredaran terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung. S

ementara Ibn al-Rumi (wafat 283 H) mengambil jenis contoh yang senada ketika ia menggambarkan orang yang mencaci masa/musibah:

تأتي غلى القمر الساري نوائبه # حتى يرى ناحلا فى شخص عرجون

Bencana itu telah datang kepada bulan yang sedang berjalan di malam hari, bencana itu datang laksana orang tua yang bungkuk.

Dalam syiir tersebut Ibn al-Rumi menggambarkan bencana yang datang bagaikan orang tua bungkuk.

Abdul Qadir al-Jurjani

Kajian perbandingan yang dilakukan al-Jurjani adalah perbandingan syi’ir Arab dan al-Quran terkait struktur Bahasa yang mendahulukan pelakunya dari kata kerjanya atau taqdim al-fa’il min fi’lihi.

Al-Sakaki

Di antara kajian yang dilakukan adalah tentang al-I’jaz atau ungkapan yang memiliki redaksi pendek (singkat) namun memiliki makna yang begitu padat.

Ibn al-Atsir

Kajian yang dilakukan Ibn al-Atsir adalah ayat walakum fi al-qishashi hayatun yang membahas mengenai qishash. Seorang pembunuh yang dihukum (qishash) dengan dibunuh juga maka hukuman qishash itu bisa mencegah prilaku pembunuhan yang lain, maksudnya agar memberikan efek jera kepada yang lain.

Baca Juga:  Tanggapan Al-Ghazali terhadap Tafsir Ilmy (Tafsir Ilmiah)

Sehingga hukuman qishash itu hakikatnya menjaga kehidupan manusia yang lain. Maka benarlah suatu ungkapan orang bahwa qishash dapat meniadakan pembunuhan orang lain.

Demikian beberapa upaya ulama terdahulu yang dapat kami himpun. Mudah-mudahan mampu menambah pengetahuan kita dan menambah keimanan kita terhadap kemukjizatan al-Quran. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq